Jimin mencengkeram ujung jas almamaternya dengan erat sampai buku-buku jarinya terlihat memutih.
"Jadi, kau masih tetap bersikukuh untuk tutup mulut, Jimin-haksaeng?"
Pertanyaan yang telah ia dengar nyaris lima kali dalam setengah jam terakhir, kembali dilontarkan padanya. Kali ini dengan penekanan yang sedikit lebih kuat, seolah ingin memaksanya untuk berterus-terang.
Jimin memejamkan matanya sejenak. Ia menghirup napas panjang, berusaha mengumpulkan nyali untuk membalas tatapan tajam sang kepala sekolah.
"Sudah saya katakan berkali-kali. Saya tidak tahu apa-apa, gyojang-nim."
Dan sebagai balasannya, jawaban yang sama pun juga kembali ia berikan.
Jimin telah bertekad. Setelah melewatkan waktu tidurnya demi merenungi masalah yang kini turut menyeret namanya, ia akhirnya membuat sebuah kesepakatan dengan dirinya sendiri. Meski sedikit banyak ia sudah mendengar keterangan dari tiga siswa sekolah tetangga yang kini duduk berjajar di sampingnya, namun hati kecil Jimin masih merasa sangsi dan menolak untuk percaya sepenuhnya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk tetap teguh pada kesepakatannya.
Sebelum ia mendengar langsung dari mulut Yoongi tentang kejadian yang tak sengaja ia saksikan waktu itu, terutama apa alasan pemuda itu menghajar ketiga korban yang mengaku tak bersalah, Jimin akan tetap memilih untuk bungkam.
Seolah telah lelah menghadapi kekeraskepalaan Jimin, kali ini giliran sang kepala sekolah yang menghela napas panjang. "Dengar, Jimin-haksaeng. Aku sangat menghargai rasa kesetiakawananmu yang tinggi itu, tapi kau harus bisa menempatkannya pada subjek yang tepat. Aku mengerti jika kau ingin melindungi temanmu, tapi sudahkah temanmu itu pantas untuk dilindungi?"
Park Chanyeol yang sedari tadi berdiri di samping sang ayah sambil menyimak pembicaraan mereka dalam diam, kini turut angkat bicara. "Kau tahu konsekuensinya jika kami sampai menemukan kebenarannya dan kau terbukti memiliki niat untuk melindungi Min Yoongi. Mungkin sekarang kau masih berstatus sebagai saksi, tapi kami bisa saja menganggapmu sebagai komplotannya jika benar apa yang dikatakan oleh ketiga korban ini." Samar, tapi Jimin masih bisa menangkap seringai licik yang sama persis seperti yang dilihatnya kemarin, kembali singgah di bibir Chanyeol. "Jadi bukan hanya dia yang akan dijatuhi sanksi, tapi kau juga akan ikut terkena imbasnya."
Jimin melirik pemuda itu dengan sinis. "Saya tidak takut," tantangnya, bersikeras.
Mendapat reaksi penentangan dari Jimin, Chanyeol mendengus pelan. "Masih belum menyerah juga, eoh?" sindirnya, merasa kesal karena Jimin seolah mengibarkan bendera perang secara langsung padanya.
"Sudahlah, Yeol-ie," lerai sang kepala sekolah, namun Chanyeol yang terlanjur kesal tak mau berhenti sampai di sana.
Seringai yang semula hanya terlihat samar, kini ia tunjukkan secara terang-terangan. "Kudengar kau akan mewakili sekolah kita dalam kompetisi tari minggu depan?"
Jimin terhenyak, tak menyangka Chanyeol akan mengancamnya sejauh itu. "M-memangnya kenapa?" balasnya, berusaha terlihat tetap tegar meski ancaman itu membuat hatinya sedikit gentar.
Chanyeol bersedekap dan memasang wajah angkuhnya yang membuat Jimin merasa muak. "Hanya ingin mengingatkanmu bahwa kami bisa melakukan apa saja, Jimin-ssi."
Jimin terdiam, mencoba menahan diri. Andai saja dia tidak ingat dimana dirinya berada dan dengan siapa ia berhadapan sekarang, mungkin kepalan tangannya telah mendarat dengan mulus di wajah angkuh pemuda itu.
"Lakukan saja semaumu, Chanyeol-ssi. Saya sendiri juga akan mengusut masalah ini. Jika memang Min Yoongi terbukti melakukan hal itu atas dasar kejahatan, maka saya sendiri yang akan mengundurkan diri dari kompetisi itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Suga & Chim || YoonMin [✔]
Fanfiction[Judul sebelumnya: Diary of Sweet and Swag] Kisah cinta ketua klub basket yang dingin dan cuek dengan anggota klub tari yang manis namun galak. Suga dan Chim. "Sebenarnya kau serius tidak sih mau pacaran denganku?" "Kalau aku tidak serius, mana mung...