"Sudah selesai?"
Jimin terkesiap saat ia menemukan Yoongi yang tengah bersandar di dinding koridor tak jauh dari ruangan klub tari.
Waktu telah menunjuk pukul delapan malam, dan sekolah sudah tampak sepi karena semua kegiatan ekstrakurikuler telah berakhir sejak satu jam yang lalu. Jimin pikir setelah ia meninggalkan pemuda itu ke dalam ruangan klub tari bersama Hoseok tadi sore, Yoongi memilih untuk pulang.
"Sedang apa kau di sini, hyung?" tanyanya, menatap pemuda itu dengan penuh selidik. "Kau ... menungguku?"
"Menunggu traktiranmu, lebih tepatnya," koreksi Yoongi, beranjak dari posisinya untuk mendekati Jimin yang masih berdiri mematung di hadapannya.
Jimin mengernyit bingung. Seingatnya, ia tak pernah menjanjikan traktiran apapun pada Yoongi. "Traktiranku? Traktiran apa?"
Yoongi menyunggingkan senyum lebar yang memamerkan deretan gigi mungil serta gusi pink-nya yang lucu. "Karena aku sudah membantumu, kurasa aku layak mendapatkan ucapan terima kasih. Bukankah begitu?" Ia melingkarkan tangannya di bahu Jimin, menatap pemuda itu seraya menaik-turunkan alisnya.
Mengerti maksud ucapan Yoongi, Jimin hanya bisa menghela napas pasrah. "Baiklah-baiklah. Karena aku sedang senang, akan kuturuti apa maumu, hyung. Kebetulan aku juga sedang bebas karena Paman Han tidak bisa menjemputku hari ini."
Senyum Yoongi kini bertambah lebar. "Kalau begitu, ayo berangkat. Aku tahu sebuah tempat di dekat sini yang pasti akan kau sukai."
Melihat senyum Yoongi, membuat Jimin juga ikut tertular. Masih dalam rangkulan pemuda yang lebih tua setahun darinya itu, ia memasrahkan dirinya dibawa kemana saja oleh Yoongi. Sepanjang perjalanan menuju tempat yang ditentukan oleh pemuda itu, mereka mengobrol ringan sambil sesekali bertukar lelucon dan tertawa bersama.
"Jangan lama-lama ya, hyung. Aku harus tiba di rumah sebelum ayahku pulang dari kantor," pesan Jimin di sela-sela obrolan mereka.
"Memangnya ayahmu pulang jam berapa?" tanya Yoongi.
"Jam sembilan."
"Apakah ayahmu akan marah kalau kau pulang terlambat?"
Jimin mengangguk. "Tapi, bukan itu yang membuatku khawatir."
Salah satu alis Yoongi terangkat. "Lalu?"
"Ibuku ...." Jimin terkikik pelan, membuat Yoongi merasa bingung sekaligus gemas melihat tingkahnya.
"Kenapa dengan ibumu?" tanyanya.
Jimin menggeleng pelan. Kedua matanya terlihat menerawang, seolah sedang mengenang sesuatu. "Ibuku akan cemas kalau aku tak kunjung pulang, apalagi aku tidak minta ijin sebelumnya. Beliau bisa histeris mengira putra kesayangannya ini diculik preman."
Yoongi ikut terkekeh mendengar penjelasan Jimin. "Jangan khawatir. Kau aman bersamaku. Tak akan ada preman yang berani mendekatimu selama kau terus bersamaku," ujarnya penuh percaya diri.
"Kata siapa aku aman bersamamu? Justru aku sedang berada dalam bahaya sekarang," bantah Jimin. "Karena tak ada preman yang berani mendekatimu, itu artinya kau jauh lebih mengerikan daripada mereka," cibirnya.
Yoongi mengangguk-angguk. "Terima kasih, Chim. Akan kuanggap itu sebagai sebuah pujian."
Tak jauh dari Bangtan Junior High School, ada sebuah toko kecil yang letaknya berdempetan dengan bangunan-bangunan lain di sekitarnya. Ketika mereka melewati toko itu, Yoongi tiba-tiba berhenti dan meminta Jimin untuk menunggu di luar, sementara ia sendiri masuk ke dalam toko dan tampak membeli sesuatu di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Suga & Chim || YoonMin [✔]
Fanfiction[Judul sebelumnya: Diary of Sweet and Swag] Kisah cinta ketua klub basket yang dingin dan cuek dengan anggota klub tari yang manis namun galak. Suga dan Chim. "Sebenarnya kau serius tidak sih mau pacaran denganku?" "Kalau aku tidak serius, mana mung...