30 - Izin

2.2K 261 14
                                    

Jimin membuka matanya dan meringis kecil ketika bau khas obat-obatan menyerbu masuk ke dalam indera penciumannya. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba membiasakan pupilnya menerima cahaya yang masuk, sebelum akhirnya membuka kedua matanya lebar-lebar karena menyadari beberapa figur yang familiar sedang berdiri di sisi ranjang tempat dirinya kini terbaring.

“Jimin-ie-hyung?” panggil seorang pemuda mungil yang berdiri di sisi kanan ranjang, nyaris bersamaan dengan pemuda mungil lain yang berdiri di sisi kiri. Keduanya serempak memajukan wajah mereka yang dihiasi raut khawatir, mengamati lekat-lekat reaksi Jimin yang masih berusaha menelaah keadaan sekitar. “Hyung! Jimin-ie-hyung!” panggil mereka lagi, seolah ingin menyadarkan Jimin yang kini menatap mereka dengan kening berkerut samar.

Jimin mengerjapkan matanya sekali lagi dan memasang senyum kecil ketika ia berhasil mengenali kedua pemuda itu sebagai adik kembarnya, Park Jihoon dan Park Woojin. Ia mencoba membuka mulut untuk menjawab, namun suara lemahnya langsung tertelan oleh teriakan menggelegar dari salah satu pemuda itu.

Eomma!” Jihoon menegakkan tubuhnya yang semula condong ke arah Jimin dan mengalihkan pandangannya ke suatu sudut di ruangan, lalu kembali menatap Jimin dengan mata berkaca-kaca. “Cepat kemari! Jimin-hyung sudah sadar!”

Jinjjayo?” sahut sebuah suara yang sangat familiar di telinga Jimin. Ia bisa langsung mengenali pemilik suara itu, yang segera dikonfirmasi oleh wajah cantiknya yang kini muncul di hadapan Jimin. Sama seperti kedua adiknya, mata wanita paruh baya itu juga tampak berkaca-kaca ketika Jimin menyunggingkan senyum kecil ke arahnya.

“Min-ie sayang,” panggil wanita itu dengan suara bergetar menahan tangis. Ia berlari menghampiri Jimin dan berdiri di sisi kanan ranjang, menggantikan posisi Woojin yang kini berjalan keluar ruangan dengan langkah tergesa. “Bagaimana keadaanmu nak? Apa ada yang sakit?” tanyanya seraya mengelus pipi Jimin dengan lembut.

Jimin memejamkan matanya, menikmati sentuhan ibunya sejenak sebelum akhirnya menggeleng pelan. Tak ada yang sakit, namun sekujur tubuhnya terasa begitu kaku seolah ia sudah tak menggerakkannya selama berhari-hari. “Aku baik-baik saja, eomma,” ujarnya lirih. Ketika ia hendak bertanya tentang apa yang telah terjadi hingga membuat dirinya berakhir seperti ini, pintu ruangannya perlahan terbuka dan memunculkan sosok adiknya yang diikuti oleh dua sosok pria lain di belakangnya. Salah satu dari pria itu tampak mengenakan jubah putih panjang yang merupakan seragam khas dokter, sedangkan satunya lagi tampak gagah dengan seragam polisi berwarna biru tua yang membalut tubuh atletisnya.

“Seokjin-hyung?” Jimin mengernyit melihat pria berseragam dokter yang ia kenali sebagai kakaknya, kini berjalan menghampiri ranjangnya dan dengan sigap memeriksa keadaannya. Dimulai dengan mengobservasi tanda-tanda vitalnya yang meliputi suhu tubuh, frekuensi napas, frekuensi denyut nadi dan tekanan darah, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dari ujung rambut sampai ujung kaki.

“Sudah, diam dulu. Biarkan aku memeriksa keadaanmu sebentar,” sela pria bernama Seokjin itu saat Jimin hendak bertanya lagi. Ia meletakkan stetoskopnya di dada Jimin, kemudian fokus mendengarkan suara detak jantung adiknya.

Mendapat perintah bernada tegas dari sang kakak, Jimin bukannya menurut, melainkan malah mengalihkan tatapannya pada sosok pria berseragam polisi yang memilih menghampiri ibunya. “Namjoon-hyung? Kenapa hyung ada di sini?”

Namjoon tersenyum melihat raut kebingungan yang menghiasi wajah Jimin. “Hyung akan menjelaskan semuanya setelah Seokjin selesai memeriksamu, Jimin-ie.”

Jimin mengangguk patuh, membuat Seokjin yang sedang memeriksa daerah perutnya mengernyit sinis. “Siapa yang sebenarnya kakakmu di sini, Jimin-ie? Kenapa kau lebih mendengarkannya ketimbang aku?” omelnya, yang hanya dibalas Jimin dengan cengiran usil. Melihat tingkah kakak-beradik yang memang tak pernah akur itu, semua yang ada di ruangan itu serempak tertawa. Mereka sama-sama tahu, meskipun status sebagai kakak kandung Jimin sejatinya disandang oleh Seokjin, namun pemuda itu nyatanya lebih sering menuruti perintah Namjoon, suami Seokjin yang otomatis menjadi kakak iparnya, ketimbang Seokjin sendiri. Namjoon yang telah menganggap Jimin sebagai adik kandungnya, juga cenderung lebih memanjakan Jimin daripada sang istri, yang membuat Seokjin terkadang merasa cemburu pada adiknya sendiri.

Story of Suga & Chim || YoonMin [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang