04 - Reuni

5.7K 746 21
                                    

Jimin berjalan cepat sambil menghentak-hentakkan kakinya di sepanjang koridor, sukses mengundang tatapan heran dari orang-orang yang melihatnya.

Mereka ingin menegur sebenarnya, tapi merasakan aura kematian yang begitu mencekam dari tubuh mungil nan molek itu, membuat mereka seketika mengurungkan niat dan segera memasang jarak aman. Bahkan teman-teman Jimin yang kebetulan berpapasan dengannya pun, lebih memilih berpura-pura seolah mereka tidak pernah mengenal Jimin.

Lebih baik mencegah daripada bertindak gegabah, lalu berakhir dengan tragis di tangan Park Jimin, begitu pikir mereka.

Setelah melalui perjalanan yang cukup menguras tenaga karena letak gym indoor dan ruang klub tari yang berjarak lumayan jauh, Jimin akhirnya tiba di wilayah kekuasaannya. Ia mendorong pintu yang tertutup rapat hingga menjeblak terbuka, membuat siapa saja yang mendengar suara bantingan pintu itu bisa jantungan seketika. Beruntung di ruangan itu sedang tidak ada siapa-siapa, sehingga tidak ada korban jiwa yang harus jatuh akibat ulah anarkis Jimin.

Ia menutup pintu malang itu kembali, lalu berjalan masuk dan menghempaskan tas punggungnya ke atas meja yang terletak di salah satu sisi ruangan. Ia mendudukkan dirinya kemudian, merenungi kilasan memori yang tiba-tiba memenuhi kepalanya. Memori mengenai reuni perdananya dengan Min Yoongi setahun yang lalu di sekolah ini, setelah sebelumnya mereka terpisah selama hampir 3 tahun.

Malam itu hujan turun dengan deras, sehingga Jimin yang terjebak karena lupa membawa payung, terpaksa bertahan di dalam ruang klub tari yang hanya menyisakan dirinya seorang. Jimin baru saja selesai berlatih bersama rekan seklubnya untuk persiapan kompetisi mereka, dan selagi ia mendapat kesempatan bagus, akhirnya ia memutuskan untuk mengasah lagi tarian mereka yang akan ditampilkan dalam kompetisi.

Sekalian untuk menghangatkan badan, pikirnya.

Saking semangatnya Jimin berlatih, sampai-sampai ia tidak sadar malam sudah semakin larut. Ia terus memaksa tubuhnya yang telah kelelahan untuk mengikuti tempo lagu yang mengalun cepat. Sampai akhirnya, tubuhnya tak sanggup lagi untuk bertahan dan seketika itu juga ia ambruk dengan napas tersengal dan peluh bercucuran.

Tepat di saat itulah, ia melihat sosok yang dikenalnya itu tengah berdiri di ambang pintu. Menatap Jimin yang terlihat mengenaskan dengan tatapan datarnya.

Jimin mengacak rambutnya, berusaha menghalau memori yang tak ingin ia ingat itu lagi. Ia berdiri dan berjalan ke arah tape yang letaknya berseberangan dengan tempatnya semula duduk. Ia menyetel salah satu musik favoritnya lalu berdiri di tengah ruangan, menghadap ke cermin besar yang memantulkan bayangan dirinya. Begitu musik yang ia pilih mengalun perlahan memenuhi ruangan, Jimin mulai meliuk-meliukkan tubuhnya mengikuti irama.

"Aku tahu dance memang penting bagimu. Tapi itu tidak lebih penting jika dibandingkan dengan tubuhmu sendiri. Apa yang membuatmu berpikir untuk menyiksa dirimu sendiri seperti itu?"

Sebuah suara menyebalkan tiba-tiba terngiang di telinga Jimin. Ia memejamkan matanya, berusaha tetap fokus pada musik yang terputar pelan.

"Jika kau tidak mengerti apa-apa, lebih baik kau diam."

"Apa lagi masalahmu kali ini, Park?"

Bahkan sosok itu masih hapal betul bagaimana kebiasaan Jimin yang suka melampiaskan perasaannya dengan cara menari sepuasnya ketika ia sedang dilanda masalah.

"Kau pikir hidupku hanya dipenuhi masalah? Aku hanya sedang berlatih, bodoh!"

"Begitukah?"

"Kau bertanya karena memang peduli atau hanya ingin berbasa-basi?"

"Kau bisa memilih yang mana saja, yang menurutmu lebih masuk akal."

"Kalau kau hanya ingin berbasa-basi, maka lebih baik kau pergi. Keberadaanmu hanya akan menambah masalah bagiku."

"Beginikah caramu menyambut teman lama yang bahkan sudah repot-repot datang menyapamu kemari?"

"Kau mengharapkan apa memangnya? Pelukan selamat datang? Mimpi saja sana!"

"Ternyata kau memang tidak pernah berubah. Tetap menyebalkan seperti dulu."

Jimin bersumpah ia bisa melihat bibir tipis itu membentuk seulas senyum kecil walau hanya sesaat. Entah ia hanya berdelusi atau karena tidak bisa melihat dengan baik akibat kesadarannya yang tiba-tiba menurun, yang jelas memori itulah yang selalu menghantuinya hingga hari ini.

"Tapi aku senang. Kau tetaplah Park Jimin yang kukenal. Chimchim-ku."

Dan suara beratnya yang berujar dengan lirih, terdengar bagaikan melodi yang mengalun pelan mengantarkan kesadaran Jimin yang semakin menjauh dari tubuhnya.

Keesokan harinya, Jimin terbangun di ruang kesehatan sekolah dengan sebuah catatan bertuliskan:

Badanmu semakin berat saja. Aku lega kau makan dengan baik.

Saat itu Jimin tidak tahu apakah ia ingin tertawa atau menangis.

...

A/N:

Morning, all :)
Have a nice day ya <3

[POSTED: 31.08.2018]
[EDITED: 08.02.2019]

Story of Suga & Chim || YoonMin [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang