Vanilla - Part 1

3.6K 293 28
                                    

AWAS TYPO.

Bukan Plagiat. kalo ada kemiripan...ya maap. hehe.

.

"Pokoknya, mama ingin lihat kau punya pacar sungguhan. Harus dibawa kerumah dan dikenalkan pada mama secepatnya."

Begitulah titah sang baginda ratu, ibu negara keluarga Park dengan segala otoritasnya pada sang putra sulung, Park Jimin. Tidak peduli anaknya itu sedang demam, seenaknya saja membahas kekasih seolah-olah Jimin itu bujang lapuk yang tidak laku-laku. Padahal Jimin itu baru berusia awal dua puluhan, usia keemasan dimana telah meninggalkan masa remaja dan bermetamorfosis menjadi lelaki dewasa yang lebih matang.

"Kamu itu tampan, pintar, dompet selalu tebal, rekening selalu penuh tapi kekasih saja tidak punya. Jangan membuat malu gen papa-mu, Jimin."

"Maksud mama apa? Aku ini punya kekasih, meski sekarang sedang kosong. Bukankah mama yang lebih hafal berapa jumlah mantan-ku dibanding aku sendiri?" Jimin menjawab santai, menyuap buburnya kedalam mulut sambil menatap sang bunda yang sedang menyiapkan minum untuknya.

Junsu duduk dihadapann Jimin setelah meletakan air putih hangat dan beberapa obat disamping mangkuk bubur Jimin yang hampir kosong. Menatap malas sang putra yang katanya hampir mati kebosanan beristirahat dikamar lalu memilih untuk makan siang di meja makan dengan plester demam yang melekat dikeningnya.

"Maksud mama, kekasih sungguhan Jimin. Bukan hanya kekasih sebulan dua bulan-mu itu, buktinya kau tidak pernah mengenalkan mereka pada mama. Itu artinya kau sendiri belum serius dengan perasaanmu bukan?"

Jimin menghela nafas, membenarkan dalam hati apa yang diucapkan oleh mama-nya itu...dia, Jimin itu dibilang playboy sebenarnya tidak juga, mantan kekasih memang banyak, ia sudah mulai berpacaran saat menduduki tingkat dua sekolah menengah atas. Tapi tidak pernah yang namanya berpacaran dengan lebih dari satu orang dalam waktu bersamaan, Jimin baru akan mulai kembali berpacaran saat hubungannya dengan sang mantan telah benar-benar berakhir. Ia juga selalu memperlakukan kekasihnya dengan baik, menjemput jika berpergian, berkencan diakhir pekan, berbicara dengan sopan...tapi yah, begitu semua Jimin lakukan atas dasar hormat, bukan sayang apalagi cinta.

Bagi Jimin berpacaran hanya sebuah kegiatan untuk membuat hari-harinya sebagai remaja tidak terlalu hampa, tidak stres karena telalu banyak belajar.

"Oh ya, omong-omong foto siapa yang ada di ponselmu ini? Potretnya hampir memenuhi galeri...manis pula, kekasih baru ya?"

Perkataan sang bunda membuat Jimin tersedak, untuk obatnya sudah tertelan, tapi ada air masuk kehidungnya, sakit sekali dan ia terbatuk beberapa kali sambil menepuk dadanya pelan, tangan kanannya yang bebas berusaha menggapai-gapai sang bunda yang masih asyik menggeledah ponselnya.

"Se-sejak kapan ponselku ada pada mama?"

"Sejak kau minum obat, habis tergeletak begitu saja...mama jadi penasaran." Menjawab dengan tangan yang masih betah memainkan ponsel sang putra.

"Kenapa bisa tahu passwordnya?"

"Tentu saja, itu ulang tahun mama...kau ini mudah ditebak tahu, dasar anak lugu."

"Sudahlah ma, dia bukan kekasihku."

"Yasudah, jadikan saja dia kekasihmu. Mama menyukainya, sepertinya dia anak yang baik dan polos."

"Memang benar, tapi karena itu jadi sulit untuk mendekatinya." Jimin mengambil ponselnya dari tangan Junsu lalu pergi begitu saja menuju kamarnya dilantai dua, bermaksud untuk tidur karena selain merasa kantuk akibat efek obat, juga merasa sedikit pusing.

Vitamin and Sugar Story (Minyoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang