PROLOG
Tahu Bulat dan Susu Strawberry***
Aira duduk menghadap beberapa tumpuk kertas di atas meja belajar. Gadis keriting itu nampak sangat fokus dan tak terpengaruh oleh sekitar. Beriring alunan lagu piano yang menenangkan, Aira nampak larut dalam rumus fluida dinamis yang ia hafal di luar kepala.
Detik jam terdengar samar. Sudah pukul delapan malam, tetapi Aira tak terlihat lelah meski sudah berkutat dengan tugas fisikanya sejak dua jam yang lalu.
Mungkin terdengar aneh, tapi Aira sangat suka belajar. Ketika murid-murid lain mengeluh karena banyak tugas, gadis itu justru merasa semringah. Aira suka aroma tinta yang menggesek lembaran buku. Atau suara buku yang terbuka.
Intinya, Aira senang belajar dan berpikir.Karena baginya, ketika memikirkan rumus yang kata orang membingungkan, Aira akan merasa lebih tenang. Belajar seolah menjadi sarana untuknya lari dari sesuatu yang sangat ingin ia lupakan.
Sesuatu yang menyakitkan di masa lalu.
Aira mengerjap kecil. Baru saja tangannya ingin bergerak membuka lembaran buku paket, sebuah suara terdengar dari arah jendelanya yang tertutup.
Gadis itu mengernyit, refleks menoleh dengan tatapan menyelidik. Lalu ketika suara semacam lemparan benda ringan tadi terdengar lagi, Aira tanpa sadar mendengus. Tanpa menebak dua kali, Aira sudah tahu siapa pelaku pelemparan itu.
Maka, setelah mematikan speaker di bawah kakinya dan memadamkan lampu belajar, Aira beranjak dari duduknya. Gadis itu berjalan menuju jendela kamar, lalu membukanya lebar-lebar.
“Kiw, kiw. Kakak cantik tapi boong. Lagi ngapain nih?”
Aira tersenyum kecil. Gadis itu lalu mengangkat bahu, menunjuk kecil ke arah meja belajarnya. “Ngerjain tugas. Lo emang nggak belajar?” tanyanya kembali.
Cowok di seberang jendela kamarnya, yang kini sedang duduk beralaskan kursi di ujung balkon kamar, kontan terperangah secara berlebihan. “Gue? Belajar? Ai, lo kayaknya kebanyakan makan tahu bulat deh. Gue mana pernah belajar?”
Aira mencibir saja. “Oh iya, gue lupa. Lo kan udah genius ya, Alfian Fajar,” katanya dengan nada sinis.
Alfian Fajar, cowok yang kini memakai baju putih polos dan celana training panjang warna hitam itu hanya menyengir lebar mendengar sindiran Aira. “Gue gini-gini admin brainly, Ai. Jangan macam-macam lo,” tukasnya yang hanya dibalas kooran mengejek oleh Aira.
Aira tertawa kecil. “Udah deh. Gue mau lanjut nugas. Awas ya kalau lo gangguin,” balasnya sambil bersiap untuk menutup kembali jendela kamar.
“Eh, eh, Ai.”
Gerakan tangan Aira berhenti. Keningnya berkerut samar. “Apaan lagi?”
Fajar kembali menyengir. “Lo belajar terus deh perasaan,” katanya berkomentar. “Padahal bintangnya lagi bagus banget tuh. Yakin nggak mau lihat?”
“Ha?”
Fajar bangkit berdiri. Masih memperlihatkan cengirannya yang khas. “Keluar yuk? Gue jajanin tahu bulat.”
Aira melebarkan mata, hampir saja memberikan sahutan. Tapi Fajar sudah terlebih dahulu masuk ke kamarnya dan melambaikan tangan.
“Gue tunggu depan pagar.”
Aira melengos. Gadis itu sejenak melirik ke arah meja belajarnya. Lalu, ia menarik napas, berusaha memantapkan niat.
Pada akhirnya, Aira berbalik menuju ke lemari kamar dan mengeluarkan sebuah jaket. Memilih untuk mengikuti ajakan Fajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jealous
Teen FictionKarena sejatinya, tidak akan ada cerita baru dari masa lalu. Lepaskan. Ikhlaskan. Mulai hidup yang baru, belajar dari yang lama. Semangat. - Jealous by pantoneshin - Start : 18 September 2018 End : 29 Januari 2019