18. Pilihan

2.7K 382 34
                                    

18. Pilihan

***

Aira menepuk-nepuk baju yang ia pakai sambil menatap lurus ke arah cermin di kamarnya. Gadis itu maju beberapa langkah agar bisa melihat make-up tipis di wajahnya secara lebih jelas. Lalu setelahnya, Aira menelangkup kedua pipinya menggunakan telapak tangan dan mengerjap beberapa kali.

Sekarang adalah Hari Minggu yang sangat Aira tunggu.

Sejak pagi, gadis keriting itu sudah sibuk menata rambut dan memilih baju untuk ia pakai seharian ini. Dewa bilang akan datang menjemput sekitar pukul sembilan. Tapi Aira sudah sibuk berdandan dari sebelum subuh menjelang.

Bahkan Aira sampai menonton video tutorial make-up di youtube dan mengambil alat-alat kecantikan di kamar Agnes secara diam-diam sejak dua hari yang lalu. Gadis itu pun sempat membongkar tumpukan baju lama karena merasa baju-baju di lemarinya tidak ada yang pantas untuk digunakan.

Aira menghela napas, sekali lagi mengamati pantulan dirinya di cermin. Kini, gadis itu sudah terlihat siap dengan dress sepanjang lutut warna merah muda cerah, pemberian Fajar di hari ulang tahun Aira satu tahun yang lalu.

Juga rambut keriting panjangnya yang biasanya dibiarkan terurai atau dicepol tinggi dengan berantakan, kali ini terikat bulat di kedua sisi kepala. Hasil karya Agnes yang akhirnya mau turun tangan setelah pusing mendengar rengekan Aira seharian kemarin.

Gadis itu tersenyum kecil, lalu melirik ke arah jam dinding di kamarnya. Masih tersisa tiga puluh menit sebelum Dewa datang, tapi Aira rasanya sudah berdebar gugup.

Kira-kira nanti, Dewa akan berkomentar apa ya pada penampilannya hari ini?

Aira menggigit bibir, lalu mendudukkan diri di atas ranjang sambil memainkan ujung-ujung rambutnya. Merasa salah tingkah sendiri dengan bodohnya.

Sampai ketika Aira hampir larut dalam khayalnya, kaca jendela kamarnya mendadak terdengar berbunyi. Semacam lemparan benda ringan yang cukul familiar.

Aira mendengus, antara geli dan tidak habis pikir. Tanpa menebak dua kali, gadis itu sudah tahu siapa pelakunya.

Siapa lagi kalau bukan si jahil Alfian Fajar?

Aira melengos kecil. Setelah sejenak kembali merapikan anak-anak rambutnya, gadis itu beranjak bangkit dan membukakan jendela kamarnya.

"Apaan sih? Ganggu tahu nggak," kata Aira pura-pura menggerutu kesal. Meski matanya diam-diam melirik, berusaha membaca reaksi pertama Fajar ketika melihat kemunculannya.

Fajar, tentu saja, terperangah melihat penampilan Aira. Cowok jangkung itu sempat terdiam beberapa saat, lalu tiba-tiba saja tertawa terbahak hingga kedua matanya menutup.

Aira terkesiap. "Kenapa? Kenapa ketawa?" tanyanya dengan ekspresi canggung dan kikuk. "Aneh ya, Jar?"

Fajar, masih dengan sisa-sisa tawanya, perlahan mengangguk. "Iya, anjir. Aneh." Cowok itu sesaat mengusap air di sudut matanya. "Lo ngapain sih, Ai? Itu juga di kepala lo ada apanya lagi."

Aira menyentuh ikatan bulat di sisi kepalanya, sesuatu yang sejak tadi ia pandangi dengan perasaan bangga. Kini tiba-tiba saja terasa memalukan.

"Eh, bentar, bentar. Lo pakai bedak, Ai?" tanya Fajar sambil beranjak dari tempat duduknya dan memajukan diri. "Siapa yang ngajarin, woy?"

JealousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang