31. Sebuah Kabar

1.8K 324 99
                                    

31. Sebuah Kabar

***

Hari ini adalah Jumat bebas.

Begitu bel istirahat pertama berbunyi, hampir seluruh murid di kelas menghambur keluar untuk menyaksikan tour dari sebuah band ternama yang akan manggung di lapangan sekolah. Semua orang terlihat antusias dan memenuhi koridor depan kelas.

Tapi Aira tak tertarik sama sekali.

Alih-alih ikut ramai dan berdesak-desakan, gadis keriting itu justru masih berdiam diri di kelas. Ketika merasakan kelas sudah benar-benar kosong, Aira beranjak dari tempat duduknya.

Gadis itu menelan teguk, sejenak menatap ke arah bangku di belakang tempat duduknya yang beberapa hari ini kosong tak terisi. Aira menghela napas.

Lalu perlahan, dengan gerakan yang sedikit ragu, Aira menduduki kursi itu. Ia tersenyum samar, lalu mulai mengusapi permukaan meja di depannya dengan pandangan penyendu.

Dewa apa kabar?

Aira menggigit bibir. Setelah percakapan di halte bus, gadis itu memang belum bertemu dengan Dewa lagi. Entah karena ingin menghindari Aira atau bagaimana, tapi Dewa juga tidak berangkat sekolah.

Sudah hampir dua minggu, dan Aira tidak bisa untuk tidak khawatir. Pernah sekali Aira nekat datang ke rumah Dewa untuk memeriksa. Tapi gadis itu juga tidak menemukan apa-apa.

Rumah Dewa terlihat hening dan kosong. Aira berulang kali memencet bel dan berteriak menyerukan kata permisi, tapi tak kunjung mendapat sahutan.

Gadis keriting itu melengos. Perasaannya tiba-tiba berubah kacau. Ketakutan dalam dirinya kembali membesar tanpa bisa dicegah atau ditahan.

Aira takut Dewa akan benar-benar pergi. Gadis itu merasa belum siap. Dua tahun menunggu, tapi Aira bahkan tidak bisa bersama dengan Dewa lebih dari enam bulan. Betapa adilnya hal tersebut?

Aira menarik napas. Ia melirik kecil ketika mendengar teriakan ramai dan suara dentum musik dari arah lapangan. Jika saja Aira tidak sedang terpuruk, gadis itu pasti sudah ikut menonton bersama Nadia.

Kalau gitu, ayo putus.

Aira menggeram kecil, lalu mengacak rambut keritingnya yang hari ini terikat ekor kuda. Gadis itu mendengus. Merasa pikirannya makin melantur tak jelas, Aira akhirnya bangkit berdiri.

Hendak menuju ke kamar mandi untuk membasuh muka. Siapa tahu dengan begitu, Aira dapat sedikit menjernihkan kepalanya.

Meski ketika melewati lorong menuju perpustakaan yang sepi, Aira malah tertarik untuk berbelok. Gadis itu sebenarnya juga tak paham, tapi ia akhirnya melepas sepatu dan melangkah masuk.

Sang penjaga perpustakaan terlihat sedikit terkejut atas kemunculan Aira, tidak menyangka akan ada murid yang datang ke perpustakaan saat jam bebas seperti sekarang.

Aira mengangguk canggung, lalu bergegas melipir masuk setelah tadi sempat tersenyum meminta izin. Gadis itu diam-diam merutuk, merasa malu tanpa sebab.

"Apaan sih, Aira. Kenapa ke sini coba?" gumamnya sambil melangkah asal di antara dua rak menjulang, berusaha menyembunyikan diri dari penjaga perpustakaan.

Aira mendesah samar, lalu menyandarkan punggung ke salah satu rak. Matanya menjelajah tanpa tujuan. Sampai ketika membaca sebuah tulisan, Aira tiba-tiba terkesiap.

Kamus Oxford.

Aira melangkah maju satu langkah, lalu tersenyum kecil. Langsung teringat pada kejadian yang penuh dengan kebetulan di hari pertama Dewa kembali ke dalam hidupnya.

JealousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang