1. Bahu
***
Hari masih pagi, udara dingin masih menyelimut, tapi Diandra Aira Wijaya sudah menggerutu sebal di teras rumahnya. Sembari memakai sepatu sekolah yang baru saja dicuci hari Minggu kemarin, mulut gadis berambut ikal itu nampak mencebik kesal.
Apalagi ketika ia menegakkan kepala dan melihat tepat di depan gerbang rumah setinggi pinggang orang dewasa, ada seorang cowok yang sedang duduk menunggu di atas motor.
Aira berdecih. Setelah memastikan tali sepatunya telah terikat sempurna sehingga tidak akan berpotensi membuatnya jatuh terjerembab, gadis itu meraih tas biru pastelnya dan bangkit berdiri.
"Ya ampun. Lama banget gue kira bakal cantik. Ternyata biasa aja."
Baru saja Aira membuka pintu gerbang, cowok jangkung dengan kaos polo dan celana seragam hitam itu sudah mencibir dengan nada nyinyir yang jelas. Seolah sengaja ingin menggoda Aira dan membuat gadis itu meledak marah.
Terbukti dari bagaimana Aira hampir saja melempar salah satu pot kaktus di halaman rumah jika tidak ingat bahwa cowok ini adalah satu-satunya tumpangan gratis untuknya berangkat ke sekolah.
"Berisik banget sih, Curut Rombeng." Aira sejenak merapikan rambut ikalnya yang tergerai, lalu memakai helm sambil mengerucutkan bibir. "Lagian kan gue udah bilang mau berangkat sendiri."
Cowok jangkung itu, Alfian Fajar, langsung mendengus mendengar gerutuan yang keluar dari mulut Aira. Sesuatu yang sudah pernah ia dengar berulang kali selama berteman dengan gadis itu. "Kenapa sih, Ai? Kayaknya anti banget berangkat sama gue."
Aira menarik napas. "Ini masih awal semester, dan gue mau menghindari konflik ya, Jar. Males sama fans-fans lo yang sama nggak jelasnya kayak lo," sahutnya kemudian.
"Lo jangan nyalahin fans gue gitu dong, Ai."
Aira memutar bola mata mendengar nada drama dalam suara Fajar. "Ya terus? Salah gue, gitu?"
Fajar tiba-tiba menyendukan pandangan. Kepala cowok itu menggeleng pelan. "Ini semua salah gue, Ai." Ia menghela napas. "Salah gue nih. Punya muka ganteng gini emang kutukan di balik kesempurnaan."
Aira memasang ekspresi datar. Fajar dan tingkat percaya dirinya yang tinggi memang terkadang menggelikan. "Na? Jis," balasnya kembali.
Fajar menoleh, lalu menyengir saja. "Lagian lo alay banget sih, Ai. Santai aja kali. Nanti kalau ada yang jahatin lo, lapor aja sama gue."
Aira membulatkan mata tertarik. "Emangnya kalau gue udah lapor, lo mau ngapain?" tanyanya dengan nada meremehkan.
Fajar nampak berpikir sejenak. "Udah pasti dong, Ai." Cowok itu melirik kecil. "Gue bakal diem aja. Ya kali, mau ngapa-ngapain. Gue gini-gini punya reputasi yang harus dijaga ya, Ai."
Aira hampir saja mengumpat. "Makan tuh reputasi!" balasnya dengan sinis.
Fajar tertawa sejenak. "Udah, cepetan naik. Kebanyakan dialog lo, Ai. Nanti kalau telat gimana coba," gerutunya sambil menegapkan motor.
Aira melotot. "Lo yang daritadi mancing emosi ya, Jar." Gadis itu bergerak naik ke boncengan motor.
Fajar hampir menyahut, tapi Aira sudah terlebih dahulu menabok punggungnya yang menyuruh Fajar untuk segera berangkat. "Iya, iya. Bawel banget kayak Mama gue," gerutunya sebal.
Setelah memastikan Aira sudah duduk dengan benar di atas motornya, Fajar lalu menarik gas. Perlahan membawa motor hitam kesayangannya membelah jalanan komplek yang masih sepi.
"Eh, Ai."
Aira memutar bola mata. "Apaan lagi?" tanya gadis itu sambil sedikit memajukan diri untuk mendengarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jealous
Teen FictionKarena sejatinya, tidak akan ada cerita baru dari masa lalu. Lepaskan. Ikhlaskan. Mulai hidup yang baru, belajar dari yang lama. Semangat. - Jealous by pantoneshin - Start : 18 September 2018 End : 29 Januari 2019