2. He's Back?

6.4K 789 25
                                    

2. He's Back?

***

Ruang perpustakaan itu sunyi, sama seperti yang seharusnya. Tidak banyak yang berkunjung ke perpustakaan di hari Jum'at setelah makan siang, karena hampir semua murid lebih tertarik untuk berada di kelas atau mempersiapkan festival pensi beberapa bulan lagi.

Semuanya, kecuali dua orang yang berdiri saling memunggungi di salah satu deretan rak. Sama-sama sibuk menata tumpukan buku yang menumpuk tepat di samping kaki.

Aira mendecak sebal. Gadis itu sejenak merenggangkan otot-otot tangannya yang sedaritadi dipaksa untuk mengacung ke atas. Juga lehernya yang terasa pegal bukan main karena harus mendongak selama bermenit-menit.

Demi apapun, rasanya Aira lebih memilih mengerjakan sepuluh lembar soal fisika daripada berkutat dengan tumpukan buku yang entah milik siapa ini.

“Nggak usah ngeluh,” tegur sebuah suara berat dari belakang punggung Aira, memecah hening yang sempat tercipta. “Kalau lo tertib balikin buku paket pinjaman kelas, kita nggak bakal dihukum kayak gini.”

Aira mencibir kecil, mau tak mau kembali merasa bersalah. Gadis keriting itu merapatkan bibir. “Namanya juga lupa, Fan. Maaf deh,” katanya kemudian.

Refan, cowok berkacamata yang merupakan ketua di kelas Aira itu hanya mendengus. Sebenarnya gatal ingin mengomel. Tapi ia sadar, tenaganya harus dihemat agar tugas menata buku ini bisa cepat selesai.

Tadi, Refan si ketua kelas, memang sempat dipanggil oleh penjaga perpustakaan ketika cowok itu baru kembali dari kantin untuk sarapan. Refan pikir hanya panggilan biasa, mengingat si penjaga perpustakaan memang cukup akrab dengannya.

Lalu Refan tahu dirinya salah menerka ketika penjaga perpustakaan justru menanyakan buku pinjaman kelasnya yang sampai sekarang belum kembali, padahal sudah lewat lima hari dari batas pengumpulan terakhir.

“Seharusnya kelasmu dapat denda, Fan. Tapi untuk sekarang tidak usah. Kamu ajak teman saja, terus buku yang belum sempat saya kembalikan ke rak, tolong ditatakan. Itu hukumannya.”

Otomatis, nama Diandra Aira Wijaya sebagai seksi perpustakaan di kelas, langsung melintas di kepala Refan. Cowok itu tak mau bertanggung jawab sendiri, makanya ia mengajak Aira.

Meski reaksi pertama gadis keriting itu yang ketika Refan temukan di kelas sedang melamun seolah hilang jiwa, cukup untuk membuat Refan naik pitam sekaligus tak habis pikir.

“Ha? Emang belum gue balikin?”

Aira mengerucutkan bibir. Gadis itu bergerak turun dari bangku kecil yang ia gunakan untuk memanjat agar bisa mencapai rak tertinggi, lalu mendudukkan diri di lantai yang dingin. Berlagak tidak peduli ketika Refan menoleh cepat dengan mata melebar penuh protes.

“Istirahat bentar elah, Fan. Pasti selesai kok nanti,” kata Aira dengan wajah teralih, mendadak merasa ciut.

Refan mendengus, tapi toh akhirnya ikut berhenti dan duduk melipat lutut di depan Aira. Cowok itu melirik, diam-diam mengamati Aira melalui ekor mata.

Entah hanya perasaan Refan saja atau bagaimana, tapi seharian ini, Aira tiba-tiba bertingkah aneh. Memang Aira bukan tipe pengheboh yang tak bisa berhenti bicara seperti Nadia. Tapi rasanya, Aira jadi lebih pendiam hari ini.

Bahkan tadi ketika Refan mengomel panjang-lebar sepanjang perjalanan menuju ruang perpustakaan, Aira tak banyak menanggapi. Padahal Refan tahu, Aira adalah tipikal orang yang tidak mau kalah saat adu bicara.

“Fan,” panggil Aira kembali membuka suara.

Refan mengernyit. “Apaan? Kenapa?” tanyanya, membalas secepat mungkin. “Lagi ada masalah apa lo?”

JealousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang