25. Keping Masa Lalu

2.4K 367 26
                                    

25. Keping Masa Lalu

***

2014

Aira menarik napas, sekali lagi memeriksa deret balon pesan yang tertampil di layar ponselnya. Gadis itu sesaat menggulir ke atas menggunakan ibu jari, membaca satu-persatu pesan yang kebanyakan datang dari sisinya.

'Maaf nggak bisa kasih kabar dulu. Ada urusan penting. Nanti kalo udah selesai, gue yang bakal cari lo.'

Aira mengatupkan bibir dengan pandangan meredup. Tiga deret kalimat tanpa penjelasan lebih lanjut itu adalah pesan terakhir yang Aira terima dari Dewa, sekitar dua minggu yang lalu. Kemudian setelahnya, gadis itu tak bisa menghubungi Dewa sama sekali.

Dewa benar-benar menghilang. Bahkan cowok itu tidak berangkat sekolah di minggu-minggu classmeeting seberes remidial ujian akhir. Padahal semester kemarin, cowok kurus itu datang dan menikmati kelas bebas bersama Aira.

Aira bahkan masih ingat bagaimana sepulang sekolah, Dewa tiba-tiba mengajaknya ke pantai menggunakan bus. Gadis keriting itu awalnya menolak, tentu saja. Tapi Dewa masih keras kepala dan terus membujuk dengan iming-iming akan mengajak Aira melihat pantai paling indah di dunia.

"Iya jadi yang terbagus. Kan nanti lo lihatnya bareng gue." Begitu kata Dewa ketika keduanya sudah berada dalam bus yang menuju ke arah pantai.

Aira hampir saja terjengkang mundur, tak menyangka bahwa Dewa akan mengucapkan kalimat semacam itu. Meski berikutnya, Aira tertawa geli sambil diam-diam merona.

Pernah juga waktu itu, pagi-pagi buta, Dewa mendadak datang ke rumah Aira. Mengajak Aira untuk berangkat ke sekolah bersama.

Aira sebenarnya kebingungan dan tidak menyangka. Karena setahunya, Dewa belum mengendarai motor karena tak punya surat izin.

Lalu ketika gadis itu selesai membersihkan diri dan keluar dari rumahnya dengan seragam rapi, Aira langsung terperangah melihat Dewa menyengir lebar dan duduk menunggu di atas sepedanya.

Iya. Pagi itu, Dewa membonceng Aira menggunakan sepeda. Padahal jika dihitung-hitung, jarak rumah Aira dan SMP tempat keduanya bersekolah hampir mencapai sepuluh kilometer.

"Dewa, gue berat nggak?" tanya Aira di tengah berjalanan, sedikit berteriak dari boncengan belakang.

Dewa menggeleng. "Nggak, Aira. Lo kan nggak gendut," balasnya yang membuat Aira tersenyum riang.

Meski jelas sekali napas cowok kurus itu sudah putus-putus ketika mereka baru setengah jalan. Tapi begitu Dewa mendengar celotehan riang Aira tentang dirinya yang baru pertama kali naik sepeda, semangat dalam diri Dewa kembali tersulut dan berkobar.

Lalu hari-hari selanjutnya, hubungan keduanya semakin dekat. Bahkan beberapa teman sempat membual dengan jenaka. Bahwa di mana ada Aira, di situ pasti juga ada Dewa.

Aira juga masih ingat akan hari itu. Sore hari setelah hujan, tepat di pelataran ruang perpustakaan yang sedikit becek dan basah.

Dewa akhirnya mengungkapkan perasaannya. Dengan memakai jaket hitam pemberian Aira beberapa minggu yang lalu, cowok itu mengajak Aira berpacaran.

"Gue nggak suka basa-basi. Jadi Aira, mulai hari ini, gue mau lo jadi pacar gue."

Dewa bahkan tak bertanya apakah Aira menerimanya atau tidak. Aira juga tak menuntut Dewa untuk melakukan hal-hal semacam itu.

Karena sedari awal, keduanya sudah tahu tentang perasaan masing-masing.

Enam bulan berpacaran, segalanya terasa ringan, juga menyenangkan. Dewa dan Aira yang berada di satu kelas membuat intensitas keduanya untuk bertemu semakin tinggi.

JealousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang