32. Melepas yang Harus Dilepas
***
Suara decitan sepatu terdengar di sepenjuru gedung olahraga yang cukup luas itu. Enam orang yang berada di tengah lapangan sudah terlihat sangat fokus dengan pemanasan dan peregangan masing-masing. Tidak ada suara bualan Adit, atau celetukan tak penting yang keluar dari mulut Deni.
Suasana mendadak tegang dengan seorang lelaki yang berusia sekitar lima tahun lebih tua dari keenamnya, kini sedang menatap lurus dengan pandangan dingin. Bibirnya membentuk segaris lurus.
"Saya benar-benar nggak mengerti sama kalian. Disiplin adalah syarat sukses, tapi apa? Kalian telat setengah jam?" sentak lelaki itu dengan suara keras yang hampir membuat Tama latah kaget.
Fajar menipiskan bibir. Cowok itu melirik ke arah Deni dan Adit yang juga menatapnya dengan pandangan meminta tolong. Membuat Fajar jadi mendecak samar, mau tak mau harus menghadapi ini sekarang.
"Maaf, Coach." Fajar sejenak menegapkan punggung. "Setelah ini, kita janji nggak akan terlambat lagi."
Laki-laki yang dipanggil Coach itu kontan mendengus, lalu menyahut dengan nada sinis yang sarat akan sindiran, "Ya memang harus begitu. Kamu pikir, saya mau buang-buang tenaga untuk melatih tim yang bahkan nggak punya niatan untuk berubah?!"
Enam orang yang sedang dihakimi itu kembali diam membisu. Fajar hanya mengatupkan bibir. Sebenarnya ingin menjawab, tapi juga tidak mau salah bicara dan malah mendapatkan semprotan yang lebih pedas daripada ini.
"Sudahlah," putus lelaki itu sambil membenarkan letak topinya. "Saya nggak mau melatih hari ini. Terserah kalian mau main-main atau bagaimana."
Fajar melengos kecil, tapi juga tak menahan kepergian Hendra, pelatih yang jasanya disewa oleh klubnya untuk persiapan menghadapi kompetisi, karena tahu betapa laki-laki itu bukan tipikal orang yang akan menarik kembali ucapannya. Maka setelah Hendra benar-benar tak terlihat oleh mata, cowok jangkung itu hanya bisa mengembuskan napas pasrah.
"Wah, gila sumpah. Jantung gue rasanya kayak mau copot."
Fajar mendelik sinis, menatap Deni dan Adit yang sudah sama-sama merapat sembari jatuh terduduk dengan lemasnya. Yuda dan Tama kompak mencibir, dengan Randi yang hanya menarik napas frustasi.
"Lagian lo berdua ke mana aja sih? Kenapa bisa datang telat coba," kata Tama sambil meraih botol air mineral yang terjangkau oleh tangannya. "Nih, minum dulu."
Adit memasang wajah menyesal. "Ya maaf. Motor gue beneran mogok tadi di jalan, harus gue bawa dulu ke bengkel. Nggak mungkin kan gue tinggal di pinggir jalan," katanya mencoba menjelaskan.
Deni sejenak meminum satu teguk dari botol air mineral yang disodorkan oleh Tama, lalu mengangguk membenarkan karena tadi memang berangkat bersama Adit. "Hm. Kalau mau nyalahin, ya salahin aja nih si Aditogel yang lupa service motornya minggu kemarin," sahutnya yang langsung dibalas umpatan oleh Adit.
"Lo udah nebeng nggak tau diri banget sih. Anjir," balas Adit yang membuat Deni menyengir sambil mengacungkan dua jarinya, tanda berdamai.
Yuda mendengus melihat pertengkaran antara si duo rusuh, lalu berganti menatap Fajar. "Sekarang gimana nih, Jar? Mau lanjut latihan?" tanyanya mencari kepastian.
Fajar mengangkat bahu. "Nggak tahu. Tapi gue sendiri lagi nggak mood latihan," jawabnya jujur.
Lima orang di hadapan Fajar langsung terperangah dengan sedikit berlebihan mendengar kalimat semacam itu terlontar dari mulut Fajar. Karena setahu mereka, Fajar si kapten klub adalah orang yang paling rajin berangkat latihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jealous
Teen FictionKarena sejatinya, tidak akan ada cerita baru dari masa lalu. Lepaskan. Ikhlaskan. Mulai hidup yang baru, belajar dari yang lama. Semangat. - Jealous by pantoneshin - Start : 18 September 2018 End : 29 Januari 2019