24. Luka Bertabur Garam

2.3K 364 30
                                    

24. Luka Bertabur Garam

***

Aira mengerutkan kening saat motor hitam yang ia tumpangi itu berhenti di parkiran sebuah area pertokoan. Ketika Fajar bergerak menstandarkan motor, gadis keriting itu mengamati suasana di sekitarnya.

Tempat ini hampir mirip dengan deretan pertokoan yang tak jauh dari EHS. Bedanya di sini jauh lebih besar dan didominasi oleh stan makanan.

“Turun, oy. Tidur ya lo?”

Aira mendengus, langsung beranjak dengan wajah mengeruh. “Kok ke sini? Katanya mau ke timezone?” tanyanya dengan nada heran.

Fajar melepaskan helm dari kepalanya, lalu sejenak mengacak rambut. "Udah diem dulu. Emang lo nggak laper?" sahurnya sambil berjalan terlebih dahulu, jelas menghindar untuk memberikan penjelasan.

Aira mengerucutkan bibir. Mau tak mau segera mengikuti Fajar beberapa langkah di belakang cowok tinggi itu.

Meski ketika keduanya sampai di stan-stan penjual makanan, Fajar sedikit memelankan langkahnya agar sejajar dengan Aira.

“Lo kemarin janji traktir gue makan empat porsi, ya?” tagih cowok itu sambil menaik-turunkan alisnya.

Aira memasang wajah polos. “Ha? Apaan?” tanyanya pura-pura lupa.

Fajar mendengus melihat Aira yang mengerjap-ngerjap sok tidak tahu menahu. Tangan cowok itu lalu terangkat mengacak rambut keriting Aira yang hari ini diikat menjadi satu.

Aira refleks bergerak menjauhkan diri. “Ih, Fajar. Berantakan,” keluhnya dengan bibir mencebik.

Fajar tergelak. “Pengen martabak. Lo mau?” tawarnya setelah tawanya mereda.

Aira menurut saja. "Sebenernya lebih suka tahu bulat sih. Tapi martabak juga nggak apa-apa," balasnya yang langsung disambut cibiran mengejek oleh Fajar.

Fajar lalu berbelok ke salah satu stan yang menjual martabak. Cowok itu sesaat memilih menu. “Mau yang apa?” tanyanya pada Aira yang merapat di sebelahnya, ikut membaca menu.

“Martabak manis, yang topping keju sama coklat,” sebut gadis itu menunjuk kecil ke daftar menu pilihannya.

Fajar mengangguk. “Mas, martabak terang bulan topping keju-coklat nya satu ya,” katanya memesan pada penjual yang masih terlihat muda itu.

Sang penjual mengacungkan jempol, meminta untuk sejenak menunggu. Terlihat masih sibuk menyiapkan pesanan lain karena gerainya cukup padat pembeli sore ini.

Berikutnya, Fajar mengajak Aira duduk menunggu di kursi panjang bawah pohon rindang tak jauh dari stan martabak itu.

Aira menggerak-gerakkan kakinya ke depan dan ke belakang sambil menggumam menyanyi perlahan.

Sementara Fajar bergerak kecil untuk mengeluarkan ponsel dari saku jaket. Sejenak memeriksa pesan-pesan baru yang masuk dan belum sempat ia baca.

“Lo mau ajakin gue makan martabak ribet banget ya. Pakai jauh-jauh ke sini segala. Kan di Taman Sari ada tuh yang enak,” kata Aira membuka pembicaraan.

Fajar berdeham samar. “Sekali-kali, Ai. Lo juga udah lama nggak jalan sama gue,” balasnya ringan. "Lagian kayaknya kemarin-kemarin, ada yang minta ke sini deh."

"Ha?" Aira mengernyit, lalu sesaat mengedarkan pandang. Sedetik berikutnya, gadis itu membulatkan mata dan menatap Fajar yang sudah menahan tawa. "Lo beneran bawa gue ke sini?"

Fajar mendengus, tak banyak membalas dan hanya membusungkan dada dengan penuh kesombongan. Cowok jangkung itu melirik, melihat kini Aira sudah membinarkan mata mengamati suasana ramai di sekitarnya.

JealousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang