28. Harga Sebuah Percaya

1.8K 298 78
                                    

28. Harga Sebuah Percaya

***

Hujan turun dengan sangat deras sore ini.

Aira berjalan hati-hati memasuki halaman rumah Fajar. Gadis yang memakai jaket warna kuning cerah dan celana jeans sebatas lutut itu merunduk kecil bersembunyi di bawah payungnya agar tak kebasahan air hujan.

Langkahnya sedikit berjinjit, berusaha keras agar tidak terpeleset.

Begitu sampai dengan selamat di teras rumah, Aira bergegas melempar payungnya ke sembarang arah, lalu melesat masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

“WOY OREO BONUSNYA TADI BUAT GUE YA!”

Gadis itu berteriak nyaring saat melihat Fajar sedang duduk membuka plastik besar Indomaret yang penuh makanan ringan.

Fajar mendelik. “Berisik, elah. Cempreng amat,” hinanya, mencibir pelan.

Aira memberengut. Langsung berjalan mendekat dan mengambil alih plastik Indomaret di atas meja itu.

Fajar termundur refleks. “Kalem, Ai. Kalem,” katanya menyindir kecil.

Aira tak menanggapi. Kini sudah asyik membuka bungkus oreo yang baru ia ambil dari dalam kantong plastik Indomaret itu.

Sedangkan Fajar tak mau terlalu ambil pusing. Cowok tinggi itu menyandarkan punggung pada kepala sofa, lalu menatap lurus menonton televisi yang menyala di hadapannya.

Sampai ketika Aira menggigit keping oreo kelimanya, gadis itu mendadak tertegun, seperti baru saja tersadar akan sesuatu.

Dengan mata melebar, Aira menolehkan kepala. Menatapi Fajar yang masih kalem saja tak merasa terganggu sama sekali.

“He, lo belum mandi?” tanya Aira sambil memukul lengan cowok itu.

Fajar meringis sambil mengusapi lengannya, segera bergerak menjauhkan diri. “Apaan sih, Ai?” tanggapnya tidak tahu menahu.

Aira langsung memasang wajah garang. “Lo itu tadi habis hujan-hujanan. Mandi kek, atau minimal ganti baju gitu loh. Lo nggak ngerasa apa, baju lo udah basah kuyup gitu. Nanti lo masuk angin baru tahu rasa,” omelnya sudah bersungut-sungut.

Fajar menciut. “Males, Ai. Nanti bentar lagi. Kumpulin niat dulu,” balasnya masih membela diri.

Aira semakin melotot, tahu jika Fajar sangat mudah terserang sakit apalagi setelah terkena air hujan. Sementara Fajar hanya menyengir tanpa dosa.

Tadi sepulang dari Indomaret untuk membeli makanan ringan yang akan menemani malam liburan ini, keduanya sempat terjebak hujan deras. Setengah jam menunggu, tetapi hujan tak kunjung mereda, malah semakin deras bercampur angin kencang.

Akhirnya, Fajar nekat menarik Aira dan membawa gadis keriting itu berlari-lari di bawah rinai hujan.

Membuat keduanya tentu saja jadi basah kuyup sesampainya di rumah.

Aira langsung bergegas mandi dan berganti pakaian hangat. Tapi Fajar sepertinya sama sekali tak peduli pada ancaman sakit dan segala antek-anteknya.

Aira mendengkus sebal. “Fajar kalau lo nggak mau mandi, gue tendang nih ya,” ancamnya dengan raut serius.

Namun Fajar tidak mengindahkan ancaman Aira. Seolah tak takut, cowok itu malah mengulet di tempatnya.

Aira mendecak. Tanpa ragu menendang tubuh di samping kirinya itu dengan sekuat tenaga.

Fajar yang tak menyangka serangan mendadak dari Aira, sontak terjatuh berguling dari sofa.

Aira berdiri. Gadis itu berkacak pinggang dengan mata menajam. “MANDI, NGGAK?!” sentaknya kemudian.

JealousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang