5. Kebetulan

4.2K 600 42
                                    

5. Kebetulan

***

"Please, Wa. Sekali ini aja. Dengerin gue, ya?"

Meski permintaan bernada merengek itu sudah datang tiga kali sepanjang hari ini, tapi Aditya Sadewa belum bergeming sama sekali. Cowok kurus itu justru makin larut dalam dunianya sendiri, menggambar sketsa-sketsa kasar dalam sketchbook miliknya yang sudah lusuh.

Membuat gadis bergaris wajah lembut yang usianya mungkin satu-dua tahun lebih tua dari Dewa itu tak tahan untuk tidak mendecak frustasi. Ia lalu duduk tepat di kursi kosong sebelah Dewa dengan wajah mengeruh.

"Lo dengerin gue nggak, sih?"

"Hm."

Gadis itu melengos kecil. Tangannya kini bergerak memainkan palette berisi cat warna di hadapannya dengan pandangan menerawang. "Lagian apa salahnya coba, cuma jenguk doang, kan? Gue juga bakal temenin lo kok."

Dewa mengatupkan bibir. "Setelah apa yang dia lakuin ke gue?" Ia mendengkus sinis, hampir saja tertawa jika tidak menahan diri. "Nggak segampang itu, Bintang."

Gadis yang dipanggil Bintang itu menarik napas panjang. "Lo yang bikin semuanya susah," sahutnya kemudian.

Dewa terkesiap, lalu menoleh dengan pandangan bertanya. "Maksud lo?"

"Lo yang bikin semuanya rumit, Wa." Bintang kembali berdiri, kali ini sambil melipat lengan di depan dada seolah mengintimidasi. "Lo yang lari sampai sejauh ini. Lo yang nggak bisa maafin diri lo sendiri. Lo ... yang selama ini jadi pengecut buat semua orang."

Dewa mengepalkan tangan, lalu mengalihkan wajah tak mau bersitatap lagi dengan Bintang. "Lo nggak akan ngerti," tukasnya dengan nada tegas tak bersahabat.

Tapi bukannya gentar, Bintang justru makin bertekad untuk mendesak Dewa. Karena hanya inilah satu-satunya bantuan yang bisa Bintang berikan pada cowok kurus pucat itu.

"Gue mungkin nggak akan ngerti, Wa. Tapi gue masih cukup waras buat tahu mana yang baik buat lo." Bintang kembali menghela napas, berusaha untuk tidak terlalu keterlaluan. "Mau lari sejauh apalagi sih?"

Dewa mendengkus samar. "Sejauh yang bisa bikin gue lupa kalau gue lagi lari dari semuanya," balasnya dengan suara rendah.

Bintang mengatupkan bibir. "Tetep aja nantinya lo harus balik lagi, kan? Lo nggak bisa lari selamanya," kata gadis itu dengan suara tegas dan lugas. "Gue nggak mau lo kayak gini terus, Wa."

Dewa mencengkeram kuat pensil di tangan kanannya, berusaha untuk menyalurkan emosi dan kelepasan meledak tanpa kendali.

Bukan apa-apa. Dewa hanya tidak mau terlihat lemah.

"Jangan sampai lo bikin kesalahan yang sama cuma gara-gara gengsi sama ego lo sendiri."

Dewa berdecih. Ketika kembali menatap Bintang, matanya berkilat tajam penuh peringatan. "Kayaknya usaha lo buat bujukin gue udah cukup hari ini?" sindirnya kemudian.

Tapi sekali lagi, Bintang masih menatap tenang seolah tak gentar ataupun terpengaruh. "Kenapa, Wa? Lo ngerasa gue udah kelewat batas?"

Dewa mengepalkan tangan. "Gue nggak mau bentak lo lagi, Bintang." Cowok itu menelan ludah, merasa kerongkongannya sudah benar-benar tercekat.

JealousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang