7. Paracetamol
***
Fajar menghela napas berat. Matanya sedikit ditajamkan, berusaha memahami rumus-rumus rumit yang kini tertera di papan tulis.
Cowok jangkung itu menggaruk belakang kepala. Diam-diam merasa takjub memikirkan Aira yang selalu menghadapi rumus-rumus seperti ini tanpa mengeluh sama sekali.
Fajar mendengkus. Setelah dua puluh detik membaca kembali tulisan artistik di depan sana, ia akhirnya menyerah.
Setengah semester belajar di jurusan IPA, Fajar jadi merasa jika dirinya merupakan salah satu dari sekian banyak siswa yang menjadi korban salah jurusan.
Karena demi apa pun. Fajar lebih senang diberi perintah untuk mengelilingi lapangan seratus kali daripada harus duduk tenang di dalam kelas mendengarkan penjelasan yang tak dapat ia tangkap sama sekali.
Sejujurnya pun Fajar juga tak mengerti mengapa ia bisa tersasar di kelas ini. Di jurusan yang kurang sesuai dengan dirinya.
Fajar mengucek mata, jadi mengedarkan pandang mengamati wajah-wajah serius di sekitarnya. Meski ada pula satu-dua orang yang sibuk dengan dunia sendiri; menyusun alat tulis, merunduk khusyuk bermain ponsel di dalam laci meja.
Fajar yang tak tahu harus melakukan apa, karena mendengarkan pun tak akan paham, akhirnya memilih untuk mengeluarkan ponselnya.
Memeriksa grup chat klub futsalnya yang ramai membahas rencana bermain futsal seberes sekolah nanti. Meski kebanyakan berisi chat-chat sampah tidak penting yang merembet ke sana ke mari.
Fajar mengulum bibir bawah. Ibu jarinya kembali menggulir layar, membaca satu persatu balon pesan saling berbalas dari teman-temannya tanpa berniat menyahuti.
"Jangan ada yang mainan hape!"
Fajar berjengkit, refleks melempar pelan ponselnya ke dalam laci meja. Kepalanya lekas diangkat, menatapi punggung sang guru yang tengah menulis di papan tulis sehingga posisinya kini membelakangi para murid.
Cowok itu melirik kecil, memperhatikan raut sok fokus, atau gerakan berpura-pura menulis dari teman-teman di sekitar tempatnya duduk.
Padahal jelas sekali tadi Fajar melihat mereka sibuk melakukan video call di ponsel, entah bersama siapa.
Merasa semakin bosan, Fajar kemudian menopang dagu. Mengerjap pelan dengan pandangan tertuju lurus ke depan. Mendadak merasa mengantuk. Apalagi semalam, Fajar tidur cukup larut karena masih merasa mual sisa bawang putih tempo hari.
Fajar rasanya ingin tidur saja.
Lima menit berselang, Fajar akhirnya menangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, lalu meminta izin ke toilet.
Namun bukannya berbelok ke arah tempat toilet sekolah berada, ketika sudah berjalan di koridor, cowok itu justru berbelok menuju gedung baru.
Menaiki tangga, sembari menguap panjang, Fajar masuk ke ruang UKS.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jealous
Teen FictionKarena sejatinya, tidak akan ada cerita baru dari masa lalu. Lepaskan. Ikhlaskan. Mulai hidup yang baru, belajar dari yang lama. Semangat. - Jealous by pantoneshin - Start : 18 September 2018 End : 29 Januari 2019