17. Baikan

2.7K 395 10
                                    

17. Baikan

***

Aira bangun dengan raut semringah pagi itu. Meski matanya masih terlihat sedikit bengkak sisa menangis semalam, tetapi ia tetap terlihat bahagia dengan senyum yang melengkung di bibirnya.

Seberes membersihkan diri dan mematut diri di depan cermin, Aira bergegas keluar dari kamarnya. Gadis yang mengenakkan seragam biru EHS itu tersenyum lebar sepanjang langkahnya menuruni tangga rumah.

Pemandangan itu tak lepas dari Agnes yang langsung mengerutkan kening melihat wajah cerah sang adik.

Perasaan semalam nangis-nangis... Agnes membatin sambil geleng-geleng kepala.

Tadi malam, Agnes memang sempat mengintip kecil ke kamar Aira karena ikut khawatir juga melihat Fajar tiba-tiba datang dengan wajah panik.

Agnes tentu tahu bahwa hubungan Fajar dan Aira memburuk belakangan ini. Namun ketika mendapati Fajar memeluk Aira, ditambah wajah berseri Aira pagi ini, sepertinya mereka sudah kembali baik-baik saja.

"Seneng banget, Ai?" tegur Agnes kemudian.

Aira mendekat ke arah lemari pendingin untuk mengambil bekal minumnya. "Hehe. Iya dong. Kan setiap hari harus semangat," sahutnya sudah cengengesan tidak jelas.

Agnes semakin menatap curiga. "Oh iya. Semalam Fajar ngapain lari-larian ke kamar kamu?" tanyanya mencoba memancing.

Aira mengangkat bahu seolah tak peduli banyak. "Fajar cuma main kok," jawabnya sambil berbalik menuju pintu. "Aira berangkat ya, Mbak."

Agnes menarik napas. "Gojek kamu emangnya udah datang?" tanyanya kembali memancing.

Aira menoleh sekilas. "Aira bareng Fajar, kok." Gadis itu lalu melambai singkat. "Dadah, Mbak Agnes."

Agnes membalas lambaian tangan itu. Tanpa sadar menghela napas lega karena tahu adiknya itu telah berbaikan dengan Fajar.

Karena bagi Agnes, hanya ada satu orang yang bisa ia percaya untuk menjaga Aira di luar sana.

Dan orang tersebut adalah Alfian Fajar Pamungkas.

Sementara itu, Aira kini sudah membuka perlahan pintu depan rumahnya. Senyum gadis itu langsung terulas begitu melihat Fajar telah duduk menunggu di atas motor merahnya.

Entah sudah berapa lama Aira tak merasa sebahagia ini melihat kehadiran Fajar di depan pagar rumahnya.

Menghela napas, gadis itu segera bergerak mendekat ke arah Fajar.

"Tumben cepet?" celetuk Fajar begitu Aira berdiri tepat di sebelahnya.

Jika pada hari-hari sebelumnya Aira akan mengomel dengan kalimat, "Apasih. Lama salah, cepet juga salah. Kayaknya gue Raisa banget, ya. Serba salah."

Maka hari ini, Aira justru cengengesan menanggapi ucapan Fajar. "Iya dong. Cepet. Kan gue nggak mau telat," ujarnya sudah tertawa-tawa ringan.

Fajar mengangkat alis. Entah mengapa jadi merinding sendiri. "He. Lo salah makan, ya?"

Aira mendengus. Namun karena tak mau moodnya memburuk, gadis itu memilih untuk tak menanggapi dan memakai helm-nya.

"Udah deh. Yuk, berangkat sekolah aja," kata Aira sambil naik ke boncengan motor Fajar. "Tapi mampir ke tukang bubur dulu ya."

Fajar yang baru selesai memakai helm miliknya, langsung menoleh ke samping mendengar kalimat Aira.

"Lo nggak sarapan lagi?"

Aira memasang wajah polos dan menggeleng-gelengkan kepala. "Kan hari ini giliran gue buat traktir lo sarapan bubur. Gimana sih?" sahutnya kemudian.

Fajar terkesiap, lalu tersenyum kecil. Cowok itu berusaha untuk biasa saja. Namun tak dapat dipungkiri, hatinya kini mulai kembali melambung tinggi. Merasa bahwa kehadirannya memiliki nilai yang cukup penting bagi Aira.

JealousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang