30. Pulang

1.8K 305 50
                                    

30. Pulang

***

Aira menarik napas. Berbaring telentang di atas ranjang sambil menatapi langit-langit kamarnya dengan pandangan menerawang jauh. Suara alunan piano samar terdengar, berusaha membuat gadis itu larut dan merasa lebih tenang.

Meski tetap saja kepalanya tak mau berhenti berpikir. Kelebatan masalah yang belakangan menimpanya, kembali muncul tanpa bisa dicegah. Tentang Dewa yang tempo hari ingin benar-benar mengakhiri segalanya. Juga tentang Fajar yang beberapa hari ini menghilang tanpa kabar.

Aira melengos. Diam-diam ingin memutar waktu untuk kembali pada hari sebelum gadis itu jatuh cinta pada Dewa, ketika Aira belum kenal pada patah hati.

Jika saja Aira tak pernah suka pada Dewa. Jika saja Aira bisa mengendalikan perasaannya sendiri. Pasti kesalahan fatal yang Fajar lakukan, dan kepergian Dewa yang meninggalkan banyak luka, tidak akan pernah terjadi.

"Aira?"

Aira menoleh kecil ketika mendengar panggilan yang disertai suara terbukanya pintu kamarnya. Gadis itu dapat melihat sang kakak muncul di ambang pintu dengan pakaian rapi.

"Mau ke mana, Mbak?" tanya Aira sebelum Agnes sempat berkata apa-apa.

"Mau ke tempat temen dulu. Kayaknya nanti sampai malam, jadi jangan lupa kunci pintu sebelum tidur," kata Agnes memberikan pesan yang bernada mengancam. "Terus kalau kamu takut...."

Aira mengernyit, menatap heran pada Agnes yang menggantungkan kalimatnya dan mengedipkan mata beberapa kali. "Kalau Aira takut?" ulangnya tak sabar juga karena Agnes tidak kunjung melanjutkan.

Agnes mendesah kecil. "Nggak jadi deh," katanya kemudian, sedikit mengulum bibir. "Sebenernya mau nyuruh kamu ke rumah Fajar. Tapi kayaknya kalian lagi musuhan?"

Aira tersentak, meski detik berikutnya mencoba untuk mengendalikan ekspresi dan memasang raut datar. "Nggak usah sok tahu deh, Mbak."

Agnes mengangkat bahu, tak mau terlalu ambil pusing karena Aira pasti bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. "Kalau laper pesen online aja. Atau jajan di mana gitu. Nanti uangnya Mbak ganti," sahutnya kembali berpesan, kali ini sambil bersiap untuk beranjak. "Kalau ada yang penting telepon aja ya."

Aira mengangguk seadanya. Ketika Agnes berpamitan akan segera pergi dan benar-benar berbalik, gadis keriting itu berteriak hati-hati sambil melambaikan tangan.

Agnes tak banyak membalas, kini sudah sibuk menerima telepon dari seseorang sambil berjalan cepat keluar dari rumah.

Meninggalkan Aira yang jadi menghela napas. Mendadak merasa semakin kesepian karena sekarang sendirian di rumah. Apalagi jika Aira sudah bosan begini, gadis keriting itu biasanya pergi bersama Fajar.

Iya. Biasanya kecuali hari ini.

Aira merengek kecil, lalu mengubah posisi tidurnya menjadi tengkurap. Bibirnya mencebik, meratapi nasibnya yang harus terjebak di dalam rumah, bahkan pada malam libur seperti sekarang.

 Bibirnya mencebik, meratapi nasibnya yang harus terjebak di dalam rumah, bahkan pada malam libur seperti sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
JealousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang