Bab 7. Gejala

123K 7.2K 306
                                    

"Wah, Phoebe sepertinya sibuk banget ya sekarang? Nggak pernah main ke rumah sakit lagi." Sindir Bintang pada cewek berponi tersebut. Phoebe tersenyum malu-malu, Bintang senang sekali menggodanya.

Phoebe dan Bintang baru saja mengantar kepergian mamanya untuk dinas lagi. Kali ini ke desa terpencil utusan dari pemerintahan untuk mengecek kesehatan para warga yang jarang ke rumah sakit. Biasanya orang-orang pedalaman tidak pernah mengecek kesehatan masing-masing, mereka lebih suka pengobatan alternatif atau di abaikan begitu saja.

Penyakit tidak pandang bulu. Baik yang tinggal di kota maupun di pedalaman, semua kena serang. Meskipun katanya dari bahan makanan terpengaruh, namun jika namanya penyakit tidak akan bisa terelakkan lagi.

"Bee, kan sudah ada temen." Jawabnya cemberut.

Bintang mencibir. "Udah punya temen, terus lupa sama aku? Begitu?" Selidiknya. "Pacar kamu ya?"

"Ih, kakak..." Phoebe bersemu malu.

"Kamu jangan pacaran dulu, bentar lagi lulus lho. Harus rajin belajar biar lulus dan masuk perguruan tinggi." Cowok berjas putih itu menatap Phoebe lembut. Jelas sekali jika dia meyayangi cewek itu melebihi yang ditunjukkan selama ini. "Kalau nggak mau jadi dokter seperti kakak atau mama kamu, seenggaknya jadilah wanita karir. Bisa jadi pekerja kantoran atau pengusaha muda."

Phoebe menggeleng. "Bee mau nikah aja. Nggak mau kuliah." Jawabnya. "Bee capek belajar."

Bintang tergelak, "Nikah sama kakak mau?" Godanya sembari mengedipkan mata.

Phoebe menggeleng lagi. "Bee nggak mau sama kakak. Kak Bintang nyebelin, suka bikin Bee kesal." Jawabnya cemberut.

Cowok itu tergelak. "Kakak baik kok, nggak suka bikin Bee kesal." Elaknya. Tapi Phoebe tetap bersikukuh, Bintang kembali tergelak dan mengajaknya makan di kantin rumah sakit. "Kamu udah minum vitamin belum? Udah lama lho kamu nggak minta lagi. Sibuk melulu, dulu hampi tiap hari. Nggak mau pulang kalau belum ketemu sama kakak." Godanya sekali lagi.

"Bee minum vitamin yang kakak kasih waktu itu. Di rumah masih ada, cuma sering lupa." Cengirnya polos. Bintang selalu memberinya vitamin untuk kekebalan imun tubuh agar Phoebe tidak mudah terserang penyakit.

Mereka duduk di antara kerumuan pengunjung kantin. Phoebe sudah terbiasa ke sana sehingga tidak canggung lagi duduk bersama para dokter di kantin. Dia tetap santai meski awalnya banyak yang memperhatikannya.

"Gimana sekolah kamu? Aman kan? Kamu nggak pernah masuk ruang BK?"

Phoebe mendengkus judes. "Kak, Bee kan nggak sebandel itu sampe harus masuk ruangan BK." Elaknya.

Bintang kembali tergelak. Cewek itu memang selalu bisa menghibur dengan kepolosannya. Bintang salut pada Arindita, wanita itu mampu menjaga Phoebe selama ini sehingga terhindar dari pergaulan bebas.

Sejak kecil Phoebe selalu ke rumah sakit setelah pulang sekolah. Dia sudah terbiasa bermain dengan pasien-pasien Arindita dan juga dokter-dokter lain. Dulu dia sering menjadikan rumah sakit sebagai rumah keduanya. Arindita membawa pakaian ganti Phoebe ke sana karena dia sangat sibuk dengan piketnya.

Tetapi sejak Phoebe tidak takut tinggal di rumah sendiri, cewek itu selalu pulang kala malam hari jika Arin piket malam.

Arin orang tua single. Lebih suka menghabiskan waktu di rumah sakit dari pada berlibur di rumah. Separuh hidupnya di abdikan untuk rumah sakit sehingga Phoebe sering kali seperti terabaikan.

Phoebe tidak mengenal ayahnya. Cewek itu tidak tahu banyak tentang cerita masa lalu Arin karena wanita itu selalu tertutup. Tetapi Phoebe mendengar sedikit tentang ayahnya yang katanya berselingkuh ketika Arin masih mengandung Phoebe.

Klasik. Wanita itu pergi bersama selingkuhannya dan hingga hari ini tidak pernah menunjukkan diri lagi. Arin frustasi, katanya dulu hampir keguguran. Tetapi masih banyak yang meyayanginya sehingga wanita itu bisa bangkit hingga seperti sekarang. Mampu menyelesaikan pendidikan kedokteran ahli gizi. Dokter spesialis yang bertugas memberikan saran-saran kepada pasien mengenai dampak-dampak dari makan berukut nutrisi bagi kesehatan mereka secara keseluruhan.

"Kak, Bee boleh tanya gejala-gejala kehamilan?"

Bintang tersedak ketika mimum. Menatap horror Phoebe yang masih menunjukkan wajah polos di depannya. "Siapa yang hamil? Kamu jangan macam-macam, Bee. Kamu masih sekolah!!" Bintang marah.

Phoebe menggelng. "Kebiasaan kakak suka baper sendiri!" Cewek itu mencibir. "Bee nanya bukan berarti Bee hamil." Phoebe cemberut. "Bee cerita sama temen sekelas, kalau Bee punya temen dokter kandungan. Kakak temen Bee baru menikah. Mereka butuh dokter berpengalaman."

Bintang menghela nafas lega. "Untung! Kakak kira kamu yang hamil." Ucapnya penuh syukur. "Bee jangan macam-macam ya. Bee masih sekolah, masih kecil. Jangan pacaran bebas. Kalau bisa jangan pacaran!"

"Kakak lebay."

Bintang menatapnya serius. "Kakak akan bunuh pacar kamu kalau sampe macam-macam!"

Phoebe meneguk saliva bersusah payah. Jika Bintang sudah mengancam seperti ini, cowok itu tidak pernah main-main terhadap ucapannya meskipun suka bercanda. Phoebe mengetatkan jaketnya, sejak tadi sama sekali tidak mau membukanya. Phoebe memang sudah terbiasa mengenakan jaket sehingga tidak asing lagi bagi Bintang.



***


Jakarta, 20.09.18


Hayoloh..., Bintang suka Bee.

Bee suka Barta

Barta suka Lea

Lo suka siapa??

Hayoloh, jawab jujur hihi


Follow ig. ila_dira dan novel.dira



His Girlfriend [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang