"Bee..."
Phoebe tersentak dan mendorong dada Barta di atas tubuhnya. Pintu kamarnya diketuk oleh Arin dari luar. Cewek itu langsung gementaran dan keringat dingin, meskipun sudah berstatus suami istri, namun jika seseorang mengetahui mereka sedang melakukan sesuatu di dalam kamar, tetap saja Phoebe merasa ketakutan.
"Tu-tunggu. Mama..." Phoebe kembali menghentikan Barta yang sepertinya tidak mendengar ketukan di pintu. Barta berdecak, tapi dia tidak protes. "I-iya, ma. Sebentar ya." Ucapnya meninggikan suara.
Suara ketukan dan panggilan Arin tidak ada lagi. Phoebe buru-buru mendorong Barta yang masih enggan beranjak dari atasnya.
"Nanti lagi ya. Kayaknya mama udah mau jalan."
Barta mendengkus, menatap bibir Phoebe dan mengecup dalam. Phoebe membiarkan, membalas beberapa saat lalu mendorongnya lagi. Barta menggeser tubuhnya tanpa minat tapi cewek itu tidak menyadari perubahan Barta yang sedang kesal. Percintaan mereka harus menjeda beberapa saat, meskipun sudah tahu sebelumnya akan terganggu. Karena kedatangan mereka ke rumah Arin untuk berpamitan. Arin akan pergi dinas selama beberapa hari keluar kota seperti biasa.
"Baju Bee mana?" Phoebe mencari-cari bajunya di bawah tempat tidur. Baju mereka berserakan di sekitarnya. "Bar, kenapa baju Bee dirobek?" Tanyanya.
"Pake baju aku dulu. Cepet, mama kamu udah nungguin." Barta menunjukkan kaosnya yang terlempar di bagian kaki tempat tidur. Phoebe mengangguk dan langsung mengenakannya, Barta kembali memanggilnya. "Hapus keringat kamu dulu." Cowok itu bangun dan menarik tangan Phoebe, mengelap dahinya yang masih dibanjiri keringat. "Sisiran dulu baru keluar." Barta meringis melihat penampilan Phoebe yang acak-acakan.
"Nggak apa-apa. Bee sering keluar kamar baru bangun." Jawabnya polos. Barta tidak menjawab lagi.
Lalu Phoebe keluar kamar untuk menghampiri Arin yang sudah bersiap-siap di ruang tamu. Wanita itu semakin sibuk dalam kesendiriannya, sering keluar kota untuk membantu rumah sakit yang kekurangan dokter.
Kali ini wanita itu hendak ke Makassar bersama timnya. Memang sengaja jalan malam agar tidak macet.
"Ma, udah mau jalan ya?"
Arin tersenyum hangat pada Phoebe, dia mengangguk dan memeluk erat cewek itu. "Iya. Baik-baik ya selama mama tinggal."
Phoebe cemberut manja. "Ma, kenapa harus pergi-pergi sih? Bee kan kangen."
Arin terkekeh. "Sekarang kamu udah punya suami. Mama nggak khawatir lagi, ada suami kamu yang jagain."
"Tetap aja beda, ma. Bee maunya mama."
"Jangan manja ih." Arin menyentil hidungnya. Wanita itu kemudian berdehem, "Bee kalau di rumah mertua kamu jangan keluar kamar pake baju ginian ya." Phoebe mengerutkan dahi. Dia mengecek pakaiannya sendiri. Hanya mengenakan kaos sebatas paha milik Barta tanpa mengenakan apapun lagi di dalamnya. "Bee harus sopan, malu kalau ada mertua Bee." Cewek itu menyengir merasa bersalah. "Kalau di rumah mama nggak apa-apa. Di sini nggak ada orang lain selain mama."
"Iya, ma. Bee nggak akan keluar kamar pake ginian lagi."
Arin tersenyum lembut. Phoebe masih kekanak-kanakan, selama tinggal bersama Arin, wanita itu tidak pernah mempermasalahkan baju rumahan seperti apa yang dikenakannya. Hanya mereka berdua saja di rumah, kadang ada asisten rumah tangga, itu juga wanita.
Tapi sekarang sudah berbeda, Phoebe memiliki suami dan mertua laki-laki. Tidak etis kalau cewek itu menganggap rumah mertuanya seperti rumah Arin. Semena-mena keluar kamar dengan pakaian tidak sopan.
"Yaudah, mama jalan dulu ya." Phoebe mengangguk, memeluk erat pinggang Arin ketika mereka keluar rumah. Arin tersenyum lembut, salah satu tangannya menggeret koper dan tangan yang lain merangkul putrinya. "Jaga cucu mama ya. Jangan kecapean, makan di atur, istirahat secukupnya dan vitaminnya jangan lupa minum." Arin mengusap lembut perut Phoebe yang mulai menonjol kecil. Orang biasa belum bisa merasakannya, namun Arin sudah bisa. "Bilang sama Barta, tidurnya jangan kemaleman ya."
"Iya, ma." Phoebe kembali mengangguk patuh.
Wanita itu memeluk sembari mengecupnya. Lalu membawa kopernya ke halaman rumah. Memasukkan ke dalam bagasi mobil, lalu wanita itu masuk ke kursi kemudi.
Menekan klakson, Arin kemudian pergi meninggalkan Phoebe yang masih setia mengantar kepergiannya. Setelah bayangannya tidak terlihat lagi, barulah Phoebe masuk ke dalam rumah. Mengunci pintu dan kembali ke kamar.
Barta duduk sambil memainkan ponselnya. Dia mengangkat kepala ketika mendengar suara langkah Phoebe semakin mendekat. Cewek iti tersenyum, lalu menaiki tempat tidur bergabung dengannya.
"Mama kamu udah pergi?"
Phoebe mengangguk mengiyakan. "Iya, udah." Jawabnya.
Barta menyeringai, menarik cewek itu duduk di pangkuannya dan langsung melepas kaos yang dikenakan oleh Phoebe. Cewek itu diam saja, membalas dekapan Barta serta ciumannya, melanjutkan percintaan mereka yang tertunda.
Barta sudah menukar posisi mereka. Cewek itu berada tepat di bawahnya, kembali mengecup dan menjelajahi bagian leher. Tidak sabar melahap hingga dia benar-benar puas.
"Bar..." Phoebe menghentikan Barta lagi dengan menahan dadanya. "Kata mama tidurnya jangan kemaleman. Bee harus banyak istirahan biar dede bayinya sehat."
Barta berdecak. Paling kesal jika Phoebe sudah menganggu keinginannya. "Bentar lagi, Bee. Ini tanggung banget!" Katanya tidak mau dibantah. "Nanti kalau udah selesai, baru langsung tidur!" Janjinya.
Phoebe mengangguk dan tidak berbicara lagi. Barta menyeringai senang dan melanjutkan lagi. Phoebe meleguh, sekarang tidak perlu ditahan-tahan lagi seperti sebelumnya. Barta menyuruhnya untuk tidak berisik agar tidak ketahuan.
***
Jakarta, 05.10.18
Ciyeee...
lagi ngapain tuh mereka?
follo ig
ila_dira
novel.dira

KAMU SEDANG MEMBACA
His Girlfriend [TERBIT]
Teen FictionSUPAYA NGGAK BINGUNG, BACA SESUAI URUTAN! 1. CRAZY POSSESSIVE (TERBIT) - SELF PUBLISH, PESAN DI GUA AJA - 2. EX (TERBIT) - ADA DI GRAMEDIA - 3. HIS GIRLFRIEND (TERBIT) - ADA DI GRAMEDIA - 4. QUEEN (PROSES TERBIT) ADA JUGA SPIN OF YANG BERHUBUNGAN DE...