Bab 9. Ajakan Gila

114K 7.4K 457
                                    

            "Phoebe, pingsan di kelas!"

Nafas Barta tercekat, menajamkan pendengarannya dari cerita anak-anak yang baru masuk ke kanton sekolah. Mereka mulai berbisik-bisik penyebab cewek itu pingsan. Selama ini tubuh Phoebe cukup kuat dan tidak pernah pingsan.

"Phoebe, cewek yang lagi deket sama lo itu, Bar, maksud mereka?" Romeo mengerutkan dahi. Barta mengangkat bahu acuh. Kembali menyeruput es teh dari gelasnya. "Dia kenapa? Tumbenan tuh." Lanjutnya lagi.

"Bar, lo nggak mau ngecek? Itu cewek lo yang tanggung jawab kalau ada apa-apanya. Lo kan yang dekat selama ini sama dia!" Stef mengingatkan. "Kali aja kan dia udah lo apa-apain?!"

"Sarap!" Barta mengumpat. Cewek itu sekarang menyusahkan setelah hampir seminggu mereka tidak bertemu. Cowok itu menghindar meskipun setiap hari Phoebe menelponnya. Dengan teganya, Barta menyuruh mereka untuk mengambil jarak.

Barta beranjak dari kursinya, meninggalkan teman-temannya sedang mengerutkan dahi. Saling melirik lalu tergelak bersama. Sedangkan Barta semakin kesal, menemui cewek itu di ruang kesehatan sekolah.

Bukan karena takut menjadi tersangka utama jika terjadi sesuatu pada Phoebe. Barta khawatir jika pihak sekolah mengetahui keadaan cewek itu, sehingga masalah akan berimbas padanya juga. Gila saja, ujian kelulusan tinggal menghitung minggu lagi. Barta tidak akan terima jika harus dikeluarkan karena Phoebe ketahuan mengandung anaknya.

Barta melihat penjaga UKS mengecek keadaan Phoebe, cewek itu membantu memijit kening Phoebe agar cepat sadar. Barta masuk sehingga pandangan mereka beralih padanya.

"Kakak temennya kakak Phoebe?" Tanya Putri, penjaga piket UKS.

Barta mengangguk ragu. "Biar gue aja yang ngurus. Udah bel masuk tuh."

Putri mengerutkan dahi. "Beneran, kak, nggak apa-apa kami tinggal?"

"Iya." Barta kembali mengiyakan.

Putri tersenyum tipis. "Kayaknya kak Phoebe kurang asupan makanan. Badannya lemah banget. Nanti kalau kak Phoebe sudah bangun, kakak kasih minum teh manis dulu. Semua ada di rak itu, gelas, kantung teh dan gula."

"Iya. Terima kasih."

Setelah kedua cewek itu pergi, Barta duduk di samping bangsal, dia menatap wajah cewek itu lama. Phoebe semakin kurus dan pucat dari terakhir mereka bertemu. Cowok itu berdecak lalu meringis pelan.

Barta melakukan seperti yang dilakukan Putri dan temannya lagi. Menggunakan minyak angin untuk memijit dahi hingga pelipis. Sesekali mendekatkan ujung kemasan minyak tersebut ke hidung Phoebe.

Cewek itu akhirnya mulai bergerak sekitar lima belas menit kemudian. Dia membuka mata perlahan, menyesuaikan cahaya memasuki retina. Phoebe meringis sembari memijit pelipis, lalu cemberut kemudian meneteskan air mata.

Barta masih diam, langsung membuat teh manis untuknya seperti perintah Putri tadi. Cowok itu kemudian menghampiri Phoebe dan membantu cewek itu menghabiskan teh manis tersebut.

Phoebe terengah-engah setelah menghabiskan setengah gelas. Dia menggeleng dan Barta meletakkan di atas meja samping bangsal.

"Kamu ngapain ke sini?" Tanyanya serak. "Kamu kan nggak mau lagi ketemu sama, Bee." Lanjutnya sedih.

"Kenapa kamu pingsan?" Barta bertanya tenang.

"Bukan urusan kamu."

"Tadi pagi kamu sarapan?"

"Nggak tahu." Jawab Phoebe ketus.

Barta berdecak. "Siapa lagi yang tahu kalau bukan kamu?!" Tanyanya meninggikan suara.

Phoebe mengerucutkan bibirnya, kembali meneteskan air mata sedih. "Bee nggak nafsu makan. Bee setiap hari muntah-muntah. Bee udah minum vitamin tapi tetap aja nggak bisa." Phoebe sesegukan sembari menatap Barta. "Bee nggak mau terus-terusan gini. Bee takut mama curiga."

Barta mencelos. "Kamu masih mau pertahanin bayinya?" Phoebe mengangguk pelan. "Cepat atau lambat mama kamu akan tahu, untuk apa disembunyiin lagi?"

"Bee nggak mau disuruh berhenti sekolah sebelum lulus. Tinggal sebentar lagi."

"Yakin mama kamu mau nerima?"

"Bee ke rumah nenek kalau mama nggak nerima Bee lagi."

"Nenek kamu di mana?"

"Di Singapura."

Barta menghela nafas berat. "Kenapa kamu keras kepala? Aku udah kasih solusi biar kamu tetap aman. Kamu malah pilih yang bikin kamu repot." Semprotnya. "Kamu nggak mau keadaan kamu gini, tapi tetap aja mau pertahanin bayinya."

"Bayinya nggak bersalah. Bee yang salah mau making love sama kamu." Ucapnya sedih. "Bee nggak akan mau kalau kamu nggak mau tanggung jawab." Cewek itu berhenti sebentar untuk mengatur nafasnya. "Kata kamu, Bee nggak akan hamil, udah pake pengaman nggak mungkin bisa kebobolan."

Barta terdiam sesaat. Merutuki kebodohannya yang sudah terlanjur menikmati tubuh Phoebe. Melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri karena nafsu remajanya yang masih menggebu.

"Ayo pulang sekarang." Ajak Barta kemudian.

"Nggak mau. Bee mau tidur di sini."

"Aku anter pulang."

"Nggak! Mama ada di rumah, nanti makin curiga." Elaknya menggeleng. Phoebe sudah mulai main kucing-kucingan dengan Arin. Dia langsung tidur jika Arin sudah pulang dari rumah sakit.

Barta menghela nafas sekali lagi, dia menatap cewek itu serius. Mereka diam beberapa saat, Phoebe masih sesegukan dan sesekali mengelap wajahnya kasar. Air matanya tidak berhenti mengalir. Phoebe benci pada dirinya yang cengeng.

"Kalau aku ke rumah kamu buat lamar kamu, terus nanti setelah kamu lahiran kita cerai, kamu mau?"

Phoebe mengangkat kepala menatap cowok itu serius. Dia melayang, namun terhempas dalam hitungan detik itu juga.

Cowok brengsek itu sama sekali tidak memiliki hati. Setelah merusaknya tidak mau bertanggung jawab. Malah menawarkan perjanjian bodoh yang tetap saja merugikan Phoebe. Cewek itu makin sedih pada dirinya sendiri. Mengapa harus mencintai cowok brengsek macem Barta?!

Phoebe menggeleng. "Nggak mau. Lebih baik Bee tanggung dari sekarang."

"Kenapa?" Barta bertanya serak. Sialan. Cewek itu tidak bisa dipermainkan. Barta sudah menimbang-nimbang sejak beberapa hari ini jika suatu saat nanti Phoebe datang minta pertanggungjawaban.

"Bee nggak mau nikah kalau ujung-ujungnya cerai."




***

Jakarta, 23.09.18



Gila emang si Barta -_-

Tapi cari aman sih :P


Kalo lu di posisi Bee, gimana responnya sama ajakan Barta?


ig. ila_dira dan novel.dira


His Girlfriend [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang