34%

3K 503 21
                                    

Focus: 97 Line

18 Desember 2018

22.54

Jungkook mengusap sudut matanya yang berair. Tawanya menggelegar di penjuru ruangan. Tidak hanya Jungkook, bahkan Mingyu dan Dokyeom sudah terpingkal-pingkal di lantai. Lelaki bernama Lee Seokmin itu sudah tidak peduli lagi dengan tangannya yang masih terbalut oleh gips, yang penting ia bisa tertawa sepuasnya.

Dengan sekuat tenaga, Eunwoo menahan tawanya. Lelaki itu menyerahkan sebuah cermin genggam pada Yugyeom yang tengah menatap teman-temannya kebingungan.

"Pada kenapa, sih, anjir??"

Mina langsung merebut cermin genggam dari Eunwoo. "Gak kenapa-napa," jawab gadis itu sambil tertawa kecil. "Udah, ya, mending lu istirahat aja dulu. Kan lu baru siuman—pffft."

Yugyeom menyipitkan matanya. Ia menatap teman-temannya dengan curiga. "Ada yang aneh, ya, sama muka gua?"

Tawa Jungkook makin menggelegar.

"Tuh, kan! Siniin cerminnya!"

Mina menyerahkan cermin tersebut pada Yugyeom sambil menutup mulutnya dengan satu tangan.

Perlahan, Yugyeom mengarahkan cermin itu ke wajahnya dengan sangat berhati-hati.

"...."

"BANGSAAAAAAT!"

"HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHHAHA ADUH ANJIR PUAS GUA, PUAS!"

"PARAH BANGET ANJIR TEMENNYA LAGI DIRAWAT BUKANNYA DIBAIK-BAIKIN MALAH DI BULLY. TEMEN MACAM APA KALIAN HAH?!"

"UDAH WOE ANJING NTAR ABS GUA MAKIN KEBENTUK GEGARA KETAWA MULU!"

Yuju hanya tertawa pelan melihat tingkah absurd teman-temannya. Lehernya masih nyeri, sulit baginya untuk tertawa lepas. Gadis itu mengangkat alisnya, merasa ada bagian yang hilang di ruangan ini.

"Eunha sama Minghao mana?"


Focus: Minghao, Eunha

18 Desember 2017

22.49

"Lu yakin gak ada yang nyadar?"

Eunha mengangguk mantap. Gadis itu membenarkan kostum perawat yang tengah dipakainya, yang sengaja ia curi di ruangan para staff.

Minghao menatap kertas berisi denah rumah sakit di tangannya. Ia menatap pintu di hadapannya. "Kalo gak salah, ruangannya di sini."

"Sip. Kuy masuk."

Eunha membuka pintu tersebut. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri kemudian melangkahkan kakinya masuk. Minghao mengekori gadis itu dari belakang.

"Permisi, suster."

Eunha membeku di tempat. Gadis itu menoleh ke kanan. Menatap dengan gugup sosok lelaki dengan badan semampai yang terbalut oleh jas dokter.

"Y-ya?"

Dokter tersebut melirik Minghao. "Kenapa pasien berkeliaran jam segini? Seharusnya dia istirahat, kan?"

"I-iya... tapi—"

"Saya hanya ingin minta fotocopy-an dari riwayat perawatan ayah saya yang juga dirawat di sini seminggu yang lalu, dokter," jawab Minghao dengan santai. Eunha mengangguk kikuk.

Dokter itu tersenyum. "Baiklah. Jangan tidur terlalu larut, ya." Lelaki itu berjalan melewati Minghao dan Eunha, kemudian bergumam tepat di samping telinga Minghao. "Kalau sampai sesuatu terjadi dengan tubuh pasien, kami yang akan rugi."

«¹» Elevator Game ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang