THREE

23.9K 1.5K 25
                                    


Jangan lupa klik tanda ☆ ya. Makasih

"Sky! Apa kau sudah selesai merangkai bunganya?!" teriakan seseorang terdengar sampai ketelinga Skylar yang saat itu sedang merangkai bunga.

"Aku Sudah selesai Jess, " Skylar lalu berdiri menunggu Jesselyn untuk mengambil bunganya.

Jesselyn adalah putri Ny. Emily yang seumuran dengan Skylar. Namun sikapnya tidak seramah Ny. Emily,

"Bagus. Aku akan pergi keluar sebentar. Kau jagalah tokonya dan jangan kemanapun". Skylar mengangguk tanda mengerti.

Jessy akhirnya pergi dengan beberapa temannya yang sudah menjemputnya. Skylar menghela nafas lelah. Hari ini begitu banyak pesanan sampai keluar kota. Sampai- sampai Skylar lupa untuk sarapan tadi pagi, Ny. Emily sedang sedikit tidak enak badan jadi dia tidak datang ke toko hari ini.

"Aku lapar sekali" Skylar mengeluh dengan meremas sedikit perutnya.

Skylar mengambil bekal yang dia letakan di tasnya. Ada sepotong roti panggang yang tadi pagi belum sempat ia makan. Skylar pun menghabiskannya dengan cepat sebelum melanjutkan pekerjaanya yang tertunda.

Skylar sedikit bersenandung saat kembali merangkai bunga. Meskipun ia tidak bisa melihat. Skylar sangat pandai merangkai bunga, wanita itu membedakan bunga-bunganya dengan menciumnya. Skylar sangat peka dengan indra penciumannya. Karena saat ini hanya tangan, hidung dan mulutnya saja yang bisa ia manfaatkan dalam keadaannya yang buta.

Seperti saat ini, aroma maskulin tiba-tiba tercium dari indranya. Skylar berdiri.

"Selamat datang, ada yang bisa kubantu?" Skylar tersenyum menghadap seseorang yang mungkin ada didepannya. Atau mungkin disebelah kanan kirinya.

"Senyuman itu lagi..."

"Apa?" Marco mengernyit.

Nickolas dan Marco berada di Florencia flowers. Marco tidak tau kenapa Nickolas tiba-tiba ingin membeli bunga. "Kenapa kau tidak memesannya saja seperti biasa?" bisik Marco tidak suka.

"Aku ingin membelikannya khusus untuk kakek. Ah ya, Co kau bisa telepon sopir untuk menjemput kita kemari kan. Aku akan memilih bunganya. Sebaiknya kau telepon diluar saja " Nickolas tidak melepaskan tatapannya dari gadis yang ada didepannya itu saat mendorong Marco keluar toko bunga.

Skylar mengangkat tongkatnya, mencari seseorang yang tadi masuk ketokonya.

"Ada yang bisa kubantu??" Tanyanya lagi.

Nickolas masih terdiam. Terkadang menjauh ketika wqnita itu sudah dekat dengannya.

"Jika Kau sedang bermain-main denganku, sebaiknya hentikan," ucap Skylar sedikit merendah. "Maaf tapi hari ini aku sangat lelah. Kau jangan mempermainkanku yang tidak bisa melihat ini" ia lalu membalikan tubuhnya  kembali ke tempat duduknya. Namun sebelum Skylar sampai ke tempat duduknya, Nickolas menjawab pertanyaan Skylar.

"Aku..."

"Aku mencari bunga yang paling indah disini, untuk kakekku "

Skylar jadi tidak enak hati.

"Ah, begitu" Skylar mengerti. "Apa kau dari tadi sedang mencari? Maafkan atas ketidak sopanannku, mencurigaimu seperti tadi. Aku sangat menyesal"

"Tidak apa apa, berikan aku bunga Dandelion kuning yang terindah "

"Baiklah. Aku akan merangkainya untukmu, tunggu sebentar. Ini tidak lama. Kau bisa duduk di depanku jika bosan" Skylar kembali tersenyum dan mempersilahkan pembeli itu untuk duduk.

Tersenyum lagi? heh. Nickolas terus menggerutu heran karena gadis ini begitu mengganggunya.

Seperti tadi, Nickolas yang tiba-tiba melihat gadis pengantar bunga yang menganggunya di pesta Javan. Diseberang jalan sedang tersenyum dengan beberapa orang yang melewatinya. Membuat kakinya tiba-tiba melangkah kesini. Dan sekarang, ia berada di flower shop! Dan bunga Dandelion? bahkan kakeknya belum tentu menyukai bunga Dandelion.

Gadis pengantar bunga itu tampak sibuk merapikan bunganya, sedangkan Nickolas memperhatikan wanita di hadapannya dengan seksama. Hanya berjarak satu langkah dari kursinya .

Matanya hijau.

Bibirnya sangat tipis dan tidak menggoda sama sekali.

Kulitnya putih pucat.

Kurus. Namun gendut dibagian tertentu.

Nickolas menutup mulutnya ketika hatinya sibuk mengomentari penampilan wanita di hadapannya. Bahkan saat tidak sengaja melihat belahan dadanya yang sedikit menonjol itu.

Oh ayolah! Nickolas bahkan biasa melihat penari striptis bahkan bugil. Tapi melihat payudara gadis buta sedikit menyembul saja pikirannya jadi kemana-mana.

'Aku terlihat seperti penjahat!' Pikir Nick.

"Shit!" Umpat Nickolas lirih . Nickolas mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

"Ada apa tuan?" Skylar kemudian berusaha menatap Nickolas.

"Tidak. Tidak apa apa. " Nickolas berusaha menutupi rasa gugupnya.

"Ini sudah selesai tuan. Kau bisa membawanya. Dan bisakah kau memberiku uang yang pas saja? Temanku sedang tidak ada disini untuk memberikanmu kembalian"

"Tentu. Ambil saja kembaliannya." Nickolas memberikan beberapa lembar uang dollar kepada skylar.

"Tapi sepertinya ini terlalu banyak tuan?" Skylar meraba-raba uang yang diberikan Nickolas kepadanya. Ia berpikir mungkin pembelinya merasa kasihan kepadanya sehingga dia memberikan uang yang cukup banyak untuknya.

"Aku tidak bisa menerimanya jika anda sedang mengasihaniku tuan. Tapi terimakasih banyak atas perhatian anda"

Nickolas mengerutkan alisnya heran. Namun berusaha mengerti. "Ya sudah, kalau kau tidak mau. Aku tidak akan memaksa, tapi bisakah kau mengantar bunga besok ke alamat yang akan aku kirimkan padamu nantinya?"

Skylar tersenyum.

"Tentu saja. Kau bisa menghubungi tempat kami jika kau membutuhkan bunga lagi"

"Kalau begitu berikan nomor ponselmu" Nickolas menatap Sky nanar, mulutnya tiba-tiba memaksa dirinya untuk meminta nomor ponsel wanita yang bahkan tidak ia ketahui namanya sama sekali.

"Aku tidak memiliki ponsel. Kau bisa menghubungi nomor yang tertera di papan depan kalau mau" sebelum Skylar melanjutkan perkataannya, Marco datang memanggil Nickolas karena mobilnya sudah datang.

"Nick, ayo kita pergi"

Nickolas mengangguk mengerti. Lalu pergi begitu saja dengan membawa bunga Dandelion pembeliannya tadi.

"Setahuku tuan William alergi dengan bunga" gumam Marco pada Nick. "Aku yakin sekali karena saat pesta tahun lalu, dia tidak bisa menerima bunga dari siapapun karena kakekmu akan terus bersin"

"Begitu ya?" Nickolas lalu menatap bunga yang kini ada di depannya itu. Ia mengedikan bahunya. "Sebenarnya aku juga tidak tahu untuk apa aku membeli bunga itu"

Jawaban Nickolas membuat Marco melotot kaget dan kesal. "Jangan bilang kau kesana hanya untuk gadis penjual bunga itu?"

"Mana mungkin Co, dia bahkan tidak bisa melihatku. Untuk apa aku menggoda gadis yang bahkan tidak bisa melihatku sama sekali" penjelasan Nickolas membuat Marco mengerti.

"Jadi dia buta?? Aku tidak menyadarinya. Sayang sekali padahal dia lumayan cantik.
Tapi bisa saja kau yang akan tergoda olehnya Nick"

"Aku?" Nickolas mengernyit.

"Tentu saja kau! Untuk apa kau ke toko bunga jika kau tau kalau kakekmu alergi terhadap bunga?"

Nickolas meneguk sampanye yang ada ditangannya. Ia selalu membawanya kemana-mana. "Mana mungkin aku tergoda padanya. Dia hanya gadis buta, dan aku hanya merasa iba melihatnya. Lagipula kau tau seleraku bukan? Gadis itu jauh dari tipeku. Kau tau? putri Diana bahkan tidak akan bisa menolak pesonaku"

Mendengar Nickolas terus membanggakan dirinya Marco hanya memutar kedua matanya jengah. Nickolas memang tidak pernah kehilangan akal untuk membuat dirinya menang dalam hal apapun.

Nickolas tersenyum menang saat Marco tidak kembali mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal itu. Ia menatap jalanan lewat jendela mobilnya dengan tenang,

Yah... sangat tidak masuk akal. Apa kata dunia jika aku tergoda oleh gadis buta semacam dia. Gumamnya dalam hati.

MY NAME IS NICK! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang