PROLOG

28.9K 1.4K 96
                                    

Dentingan beberapa gelas itu bertemu, disertai dengan riuhan para gadis yang kini mulai meneguk minuman mereka.

Suasana di sekitar mereka cukup ramai, mengingat saat ini keempatnya berada di sebuah club malam dengan musik yang begitu memekakkan telinga. Tapi itu tak menjadi masalah bagi mereka, kembali tertawa bersama untuk setidaknya menghilangkan jenuh yang tengah mereka rasakan.

"Ya, kau lihat pria di sana?"

Salah satu dari mereka berbicara, membuat ketiga gadis yang lainnya ikut menatap ke arah yang ditunjuk oleh teman mereka sebelumnya.

"Aku punya permainan menarik. Ada yang mau ikut denganku?"

Ketiganya sama sekali tak tahu mengapa sang sahabat tiba-tiba memiliki sebuah permainan. Tapi akhirnya, ketiganya memilih mengangguk untuk menyetujuinya.

"Kalian tahu? Ada dua penyebab mengapa pria minum sendirian saat sedang berada di club."

Ketiganya masih memperhatikan, tak mau mengintrupsi ucapan gadis dengan mata kucingnya itu.

"Pertama, karena dia putus cinta. Yang kedua, karena dia berusaha untuk menarik perhatian para gadis-gadis yang ada di club."

"Lalu, apa permainan yang sedang kau bicarakan tadi?"

Gummy smile gadis itu terbentuk, semakin mendekatkan dirinya pada ketiga temannya tersebut.

"Dari yang kulihat sedari tadi, pria itu termasuk ke dalam tipe pria pertama. Karena sedari tadi, dia selalu menolak gadis-gadis yang berusaha mendekatinya."

"Lalu?"

"Kita bertaruh. Siapa di antara kita yang bisa mengajaknya untuk tidur bersama," ada jeda sejenak saat gadis itu berucap. Hingga akhirnya ia memiliki ide yang langsung terlintas dalam benaknya. "Kalian bisa memilih koleksi tas dan pakaian di kamarku."

Gadis lain mengangkat tangannya, menarik perhatian teman-temannya itu.

"Aku ikut dengan Jennie eonni. Dan ingat eonni, kau harus menepati janjimu. Coat yang saat itu aku katakan padamu, kau harus menyiapkannya untukku."

Jennie tampak tersenyum, seolah meremehkan. "Easy, Lalisa. Kau hanya harus buktikan perkataanmu tentang kau yang bisa menarik perhatian semua lelaki. Jadi, kau akan pertaruhkan apa, hmm?"

Gadis dengan nama Lalisa itu tampak berpikir. "Aku sama dengan Jennie eonni." Lalu menatap pada gadis di sampingnya. "Bukankah Jisoo eonni menginginkan salah satu dress yang ku miliki?"

Gadis Kim lainnya --Kim Jisoo-- hanya menampakkan senyumnya. "Kau akan menyesal karena bertaruh hal itu padaku, Lalisa." Lalu menatap pada Jennie. "Aku ikut, Jen."

"Bagus. Lalu, bagaimana denganmu, Rosie?"

Satu tegukan lain telah gadis bernama Rose itu habiskan. Menatap tak minat pada rencana yang sebelumnya Jennie rencanakan.

"Aku tidak ikut, eonni. Hanya membuang waktuku saja."

"Oh, ayolah. Ini pasti akan sangat menyenangkan."

Rose hanya menggeleng. Dan membuat Jennie memberengut kesal setelahnya. Hingga Jennie mempunyai ide lain agar Rose mau ikut dalam taruhan mereka.

Oh ya, Jennie dan semua ide briliannya.

Ia beranjak, duduk di samping Rose dan membisikkan sesuatu pada gadis itu. Hingga membuat Rose yang ingin kembali minumannya harus menghentikan dirinya. Dan kini tatapannya melirik pada Jennie yang tersenyum, dengan sebuah kedipan mata yang gadis itu berikan.

Rose tampak berdehem, menatap pada Jisoo dan Lisa yang hanya menatap keduanya dengan bingung.

"Baiklah, aku ikut."

.

.

"Ah, sial. Dia benar-benar keras kepala. Pantas saja gadis-gadis pergi begitu saja ketika berusaha untuk mendekatinya."

Tawa Jennie dan Lisa terdengar setelah itu, membuat Jisoo semakin kesal di sana dan menatap tajam kedua sahabatnya itu. Dan keduanya hanya mengendikkan bahu mereka, dengan berusaha untuk tetap menahan tawa mereka.

"Rosie, it's your turn."

Rose hanya menghela napasnya ketika mendengar perintah Jennie tadi. Sebenarnya, ia sama sekali tak berminat untuk ikut dalam taruhan bodoh para sahabatnya itu. Namun mengingat kembali bagaimana tawaran Jennie sebelumnya membuatnya tak punya pilihan lain selain beranjak dari duduknya.

"Jennie eonni, ingat janjimu padaku."

Jennie hanya mengangguk, membentuk tanda oke dengan ibu jari dan telunjuknya. Pun dengan Rose yang kini sudah berjalan menuju pria yang menjadi incaran keempat gadis itu setelahnya.

Rose kembali harus menghela napasnya, entah mengapa ia harus gugup saat ini. Ia memperbaiki penampilannya, menyentuh bahu pria yang duduk membelakanginya.

Rose tak tahu apa yang terjadi padanya saat ini. Ada sebuah perasaan aneh ketika ia memegang bahu pria itu. Pun ketika tatapannya bertemu dengan kedua mata itu, ia terdiam. Seolah dunia di sekelilingnya juga ikut terhenti saat ini.

Selama beberapa menit, keduanya tak ada yang berbicara. Tak merasa terganggu pula dengan keramaian club yang mengelilingi keduanya.

"B-Bisakah aku duduk di sini?"

Itu ucapan pertama Rose, setelah sebelumnya ia bisa menetralkan dirinya. Dan pria yang berada di hadapannya hanya mengangguk pelan, sama sekali tak mengalihkan pandangannya pada Rose. Dan Rose sekali lagi harus merasakan perasaan bergejolak di dalam tubuhnya ketika tatapan itu seolah memasuki kedua matanya.

"Nama."

Rose menatap bingung pada pria itu. "Huh?"

"Aku ingin tahu namamu."

"Ah, itu. Rose, Park Rose. D-Dan kau?"

"Jimin, Park Jimin."

Rose tersenyum tanpa sadar, entah mengapa begitu bahagia mendengar suara lembut pria itu mengalun melewati pendengarannya.

"Boleh aku mengenalmu?"

Rose mengangkat satu alisnya. "Kau baru saja mengenalku tadi. Sekitar sepuluh detik yang lalu."

Jimin beranjak dari duduknya, mendekat pada Rose yang mendongak menatap pria itu dimana posisinya yang memang sedikit rendah dari Jimin.

Entah mengapa, Rose sama sekali tak mau mengalihkan pandangannya. Begitu menyukai kedua mata milik pria yang bahkan baru pertama kali ia temui. Ini bahkan belum beberapa jam dari mereka bertatap muka dan baru beberapa patah kata yang mereka keluarkan. Namun keduanya seolah merasakan sebuah gejolak berbeda ketika berada saling dekat seperti ini.

Dan keduanya tak tahu apa itu.

Rose tak menolak, ketika Jimin menyentuhkan telapak tangannya pada pipi kirinya. Mengelus pipi itu dengan ibu jarinya dengan begitu lembut dan membuat gadis itu harus menutup matanya.

Sementara Jimin semakin mendekat, membisikkan sesuatu pada telinga gadis itu.

"Aku ingin mengenalmu. Secara keseluruhan dan tak ada yang tersisa."


--To Be Continued--

Hay hay hay
Aku membawa cerita utk para bucinnya jirose nih stelah lebih dari setahun dari cerita jirose terakhirku.

Aku butuh support dari kalian, dan smoga kalian juga menyukai cerita ini. Dan jangan lupa ya, berikan apresiasinya untukku.

Salam kecup dari author tercinta kalian 😘😘😘

Note 2020 : bucinnya jirose mana nih??? Aku publish lagi cerita ini nih 🤭🤭

lil touch ❌ jiroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang