Jennie baru saja turun dari kamarnya. Wajahnya kusut dengan lingkaran hitam di sekeliling mata. Berulang kali ia nampak menguap.
"Hoam.."
"Lo kenapa sih, nyet." Jinan menarik kursi di samping Jennie. Keluarga Jennie sedang sarapan bersama.
"Diem lo, gue lagi nggak pengen debat."
"Jennie, sama kakaknya nggak boleh gitu." Mama datang dari dapur membawa sepiring buah-buahan segar yang sudah dipotong. Mama sibuk bolak-balik dapur untuk mengambil makanan.
Jennie tidak peduli. Ia memilih tidur sambil menyilangkan kedua tangannya di meja. Ia menenggelamkan wajahnya di balik tangan.
"Jen, duduknya jangan gitu. Nggak bagus buat tulang kamu." Papa Jennie ikut bergabung.
"Jennie ngantuk, Pah." gerutu Jennie karena sedari tadi keluarganya tidak berhenti mengomel.
"Lagian lo jam segini masih ngantuk, semalem ngapain lo? Gantiin Mang Ujang jaga malem di pos ronda?"
Jennie memandang sinis ke arah Jinan yang tertawa sambil memakan roti panggangnya.
"Bacot lo."
"JENNIE!"
"Aduhh, Ma. Sakit sakit! Iya maaf maaf." pekik Jennie saat telinganya ditarik.
Dibelakangnya, Mama berkacak pinggang dengan satu tangan menarik telinga putri bungsunya yang baru saja berkata kasar itu.
"Rasain." Jinan tertawa puas.
Papa hanya melihat tingkah keluarganya itu sambil geleng-geleng kepala. Ada saja kelakuan kedua anak kesayangannya itu. Mungkin itu maksud orang tua, tanpa anak rumah akan terasa sepi.
***
Jennie keluar dari mobil Jinan. Hari ini dia datang terlalu pagi karena harus berangkat bersama Jinan. Mata kuliah pertamanya baru akan dimulai dua jam lagi. Mereka bersandar pada bagian depan mobil."Kak,"
"Hm?" Jinan tak mengalihkan pandangan dari ponselnya.
"Kok bisa kenal Hanbin?"
"Temen waktu semester 1. Kenapa?" Jinan masih berkutat dengan ponselnya.
"Kak Hanbin dulu gimana?"
"Manusia dia."
"Yeh sialan lo, itu juga gue tau."
Jinan mengunci layar ponsel miliknya. Ia menghela nafas dan tersenyum. "Lo kenapa pengen tahu?"
Jennie berpikir. Belum waktunya Jinan tahu tentang itu. Ia masih sibuk mencari alasan.
"Bin!"
Jennie sontak mengubah posisi bersandarnya menjadi berdiri tegak. Tubuhnya menegang. Detak jantungnya mulai berpacu.
Hanbin merasa ada seseorang yang memanggilnya. Penglihatannya menangkap sosok Jinan dan.. Jennie sedang bersandar pada mobil.
Hanbin memilih menghampiri mereka. Dengan gaya mempesona khas miliknya, Hanbin berjalan ke arah dua kakak beradik itu.
"Pas banget. Panjang umur lo."
Hanbin mengernyit bingung tak mengerti makna yang terlontar dari mulut Jinan.
"Jennie ngomongin lo mulu, males gue. Kan gue kaga tau."
Tatapan Hanbin beralih pada Jennie. Wajahnya masih datar tanpa ekspresi. Berbeda dengan yang ditatap. Jennie sibuk mengatur degup jantung.
Hanbin menatap Jinan dan Jennie bergantian. Ekspresi bingung terlihat pada wajah kedua kakak beradik itu.
3 menit kemudian, Jinan tertawa. "Gue lupa belum bilang sama anak-anak. Jennie adik gue."

KAMU SEDANG MEMBACA
Found You [ Jenbin ]
Fiksi Penggemar"Takdir yang mempertemukan kita, bukankah sangat tidak adil jika tiba-tiba ia juga yang memisahkan kita?" - Kim Hanbin "Jika takdir memang menghendaki kita untuk bersama, aku yakin suatu saat ia akan mempertemukan kita lagi. Kita hanya perlu waktu...