moeka terperanjat dalam diam. tidak boleh berteriak di dalam kedai yang sepi, moeka.
"w-what?!" moeka mendesis dengan nada tinggi.
"kaget aja silakan, gue tahu itu memang bisa bikin jantung orang mencuat ke luar dari tempat asalnya."
balasan santai dari jisung membuat moeka sedikit sebal. "be serious, park jisung! kamu bercanda ya?"
moeka masih tidak percaya, iya tidak percaya bahwa sebahaya ini takdirnya sekarang karena dilibatkan oleh anak dari seorang penjual manusia?
jisung melayangkan satu pernyataan yang membuat jantung moeka benar-benar ingin melompat keluar. "mungkin saja, adik sama mama lo, ayah gue yang culik."
moeka memijat pelipisnya, berusaha mencerna semua pernyataan-pernyataan yang park jisung bicarakan itu. "bentar, aku pusing..."
"eh, lo gak apa-apa 'kan?" jisung berpindah tempat, yang tadinya di depan moeka kini berada di sampingnya.
beberapa detik setelah jisung berpindah, ia kemudian menangkupkan kepalanya di dada jisung sembari meremas baju laki-laki itu.
"aku takut..., aku nggak mau kehilangan keluargaku. satupun, nggak mau."
moeka menangis, lagi, tetapi kali ini tidak begitu keras. hanya terdengar sebuah isakan, yang tidak mengenakkan.
jisung mengusap lembut pucuk kepala moeka. "i know, maka dari itu gue udah ada rencana buat nemuin ibu dan adik lo."
moeka mendongak sigap. "beneran?"
"tapi...," jisung berhenti sejenak ketika memundurkan tubuh moeka dari dadanya. "gue gak yakin, rencana ini bakal berhasil atau nggak."
"apapun," sahut moeka. "apapun itu, aku akan bantu kamu buat nge-berhasilin rencana itu," lanjutnya.
sebuah matahari setengah lingkar terbit di wajah gadis itu, jisung merasa senang melihat lekukan indah tersebut terukir di wajah moeka—alhasil ia juga melakukan hal yang sama.
"aku nggak tahu, kalau kamu sebenarnya punya sisi yang manis kayak gini, park jisung," kata si gadis setelah melihat senyuman manis dari sang lawan main.
loh, sebentar, kok rasanya wajah jisung jadi panas seperti terbakar bara api? tidak mungkin 'kan kalau dia lagi malu sekarang?
akhirnya jisung menyanggah, "apaan sih, gue memang kayak gini, lo aja yang nggak peka sama sifat asli gue."
"lo inget? saat lo mencoba masuk ke dalam gudang waktu itu?" katanya. "gue narik tangan lo dan bilang jangan pernah kesana lagi, karena gue nggak mau lo dimainin sama teman-teman gue."
moeka memutar kedua bola matanya. "tapi cara itu kasar, park jisung. harusnya lebih halus lagi, 'kan bisa."
jisung menggeleng. "sudahlah gak usah dibahas. mending kita pulang sekarang."
moeka manggut-manggut, tetapi bukannya ikut bangun dari duduknya bersama jisung.
ia justru menarik pelan baju yang jisung tengah kenakan. "jisung..., mulai sekarang boleh nggak kalau aku...,"
moeka ragu untuk mengatakannya, tapi kalau tidak ia katakan hatinya tidak akan tenang.
"kenapa?"
"aku...,
anggap kamu sebagai sahabat aku?"
↺—to be continued. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
AGE.
Fanfiction❝park jisung? oh, yang jago dance tapi berandal itu, kan?❞ ❝park jisung? oh, dia kan cucu kepala sekolah, klasik banget. makanya nakal nya gak hilang-hilang, dimanja terus sih.❞ ❝park jisung? wah, itu 'kan adik kelas yang tampannya melebihi kakak ke...