Two - A Lawyer

153K 5.3K 26
                                    


Kemarin Adara mendapat laporan dari orang suruhannya. Orang itu bilang jika Wulan sedang menikmati liburan dengan selingkuhannya di luar kota. Kata-kata kasar tak terhindari dari mulut manisnya untuk memaki wanita tidak tahu diri itu.

Setelah seminggu berlalu sejak terjadinya insiden itu. Adara memutuskan untuk mengambil jalur hukum. Walau Ayahnya tetap tidak mau bercerai tetapi Adara tetap melaporkan perbuatan buruk Wulan dan selingkuhannya tentang penggelapan uang di kantor.

Kini disebuah kafe kecil di kawasan Ibukota Adara berada. Menunggu pengacara yang akan membantunya dalam masalah ini.

"Maaf menunggu lama."

Adara mengangkat pandangannya dari layar ponsel kepada seorang pria betubuh jangkung dihadapannya.

"Saya Deva Abimanyu, pengacara yang kamu hubungi kemarin," kata Deva, memperkenalkan diri sebelum Adara bertanya.

"Ohh, iya silakan duduk."

Deva duduk di kursi dihadapan Adara.

Seorang pelayan kafe menghampiri mereka dan bertanya menu apa yang akan mereka pesan.

"Mango soda!" sahut keduanya berbarengan.

Baik Adara maupun Deva saling bertatap dan tak lama kemudian tawa pecah diantara mereka. Tawa Deva yang renyah membuat Adara tak bisa membendung tawanya.

"Mango soda-nya dua ya, Mbak."

Pelayan itu mencatat menu yang dipesan Deva dan segera pergi.

"Tadi ada rapat mendadak dengan klien saya yang lain jadi agak telat. Maaf ya, Adara," kata Deva.

"Nggak apa-apa. Saya juga belum lama di sini. Hmm, bisa langsung kita mulai?" tanya Adara yang enggan berbasa-basi lama karena harus pulang dan menemani Ayahnya.

"Tentu."

Adara menceritakan kronologi permasalahannya dengan jelas. Tak sedikit pun yang ia lewatkan dan semua bukti yang ia miliki walaupun bukan dari tangannya sendiri. Bahkan masalah perselingkuhan Wulan pun tetap Adara ceritakan.

"Cukup berat masalah kamu. Ditambah Ayah kamu juga nggak mau cerai dengan istrinya," komentar Deva, setelah mendengar cerita Adara.

"Tapi, saya cuma ingin melaporkan tentang dia yang telah melakukan korupsi di kantor ayah saya. Saya nggak peduli dengan skandal perselingkuhan yang dia lakukan. Kamu bisa bantu saya?"

"Saya usahakan, Dara. Selama saya ada dipihak yang benar, maka kemungkinan saya kalah sangat kecil. Saya perlu banyak bukti dan data-data hasil korupsi yang dilakukan beliau. Baru kita ajukan laporan ke polisi," tutur Deva, dengan mantap.

Masalah korupsi dan pencurian lainnya sudah sering ditangani pria itu. Bahkan dia pernah menangani kasus besar di Indonesia tentang pengusaha yang pernah mengambil uang yang bukan miliknya dan berakhir menang. Pengusaha itu dijatuhkan hukuman seberat-beratnya.

Deva juga pernah menangani kasus pencurian barang berharga senilai ratusan juta yang dilakukan orang sekelempok pencuri andal. Seperti yang selalu ia katakan pada kliennya, jika dia ada dipihal yang benar maka kemungkinan untuk kalah sangatlah kecil yang artinya dia selalu menang apabila membela orang yang benar. Pencuri itu bernasib sama dengan pengusaha tadi.

"Kalau begitu kapan saya bisa serahkan bukti-bukti itu sama kamu?"

"Secepatnya agar bisa saya pelajari dan dilaporkan."

"Lusa? Kita ketemu di kafe ini lagi. Bagaimana?" tawar Adara.

"Boleh. Tapi malam, saya nggak bisa kalau pagi, siang, atau sore," kata Deva.

Dara terkekeh. "Saya tahu. Kamu memang pengacara hebat yang sibuknya pasti gila-gilaan."

Deva tertawa kecil. "Cita-cita saya mau jadi seperti Hotman Paris."

Dara tertawa. "Kayaknya nanti Hotman Paris deh yang mau jadi kayak kamu."

Deva tertawa lepas. Kedua matanya tenggelam, mungkin karena sipit.

"Dara, kamu jangan mikirin masalah ini terus menerus. Percayakan sama saya. Saya nggak akan mengecewakan kamu," ujar Deva.

Adara sedikit bingung mengapa Deva bisa mengatakan itu. Adara hanya membalas dengan seulas senyuman.

"Kamu kelihatan lelah. Saya tahu dari mata kamu. Khas klien yang sedang pusing setengah mati. Tawa kamu jauh lebih cantik daripada rautmu saat ini."

Tawa Adara kembali pecah. Begitu juga dengan Deva.

Adara menemukan satu fakta. Selain hebat, pengacara ini juga humoris.

°°°

"Mbak Adara, ini semua bukti udah saya cetak termasuk potongan gambar dari cctv," kata Tito—karyawan terpecaya Dara—, ia menyerahkan sebuah amplop besar cokelat pada Adara.

"Oke. Makasih, Tito. Saya langsung pergi, ya."

Tito mengangguk sopan. "Semoga dapat hasil yang baik, Mbak."

Adara membalas dengan senyuman.

Dia tidak salah memohon pada Ayahnya lima tahun lalu untuk mempekerjakan dan menyekolahkan Tito di kantor Ayahnya. Karena terbukti dengan sekarang, Tito mampu bekerja dengan sangat baik dan sedang membantu Adara untuk kembali menstabilkan penghasilan kantor yang tadinya terus menerus menurun. Dan yang Adara paling syukuri adalah karena Tito tidak pernah meninggalkannya dalam keadaan apapun.

Selama perjalanan pikiran Adara terfokus pada dua hal, yaitu jalan raya dan masalah yang saat ini tengah ia hadapi. Seumur hidupnya, ini adalah pertama kali bagi Adara berurusan dengan penegak hukum selain ditilang oleh polisi di jalan raya.

Setengah jam kemudian Adara sampai di kafe yang telat ia setujui dengan Deva. Ia tak sabar untuk memproses masalah ini agar cepat selesai dan benalu dalam hidupnya cepat pergi.

Adara segera menyerahkan amplop cokelat itu pada Deva. Pria itu memeriksa beberapa saat, hanya sekadar melihat kemudian menutup kembali. Dia juga berjanji pada Adara untuk tidak terlalu khawatir.

"Kamu suka minum apa?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut si pengacara ketika meeting mereka selesai.

Dara terlihat berpikir sebentar. "Milkshake or coffee, maybe."

"Kalau gitu kita harus cari milkshake atau kopi yang enak biar suasana hati kamu lebih lega," ucap Deva.

Adara berpikir Deva bercanda namun ternyata tidak. Pria itu bersungguh-sungguh ketika mengajak Adara untuk mencari minuman favorit gadis itu.

"Heh? Ke mana?" tanya Adara, sedikit terkejut saat Deva mengulurkam tangannya.

"Cari kafe yang seru. Kamu suntuk sama masalah kamu, saya juga," jawab Deva, realistis.

"Tapi muka kamu nggak kelihatan suntuk," tukas Dara.

"Pikiran saya yang suntuk," kata Deva, sambil salah satu tangannya memegang dahi. Adara tertawa kecil.

"Okay."

Akhirnya wanita itu menyetujui dan mereka benar-benar mencari tempat yang cocok. Adara tidak banyak bicara saat di perjalanan, ia percaya saja pada Deva. Deva sudah memberi kesan pertama yang baik bagi wanita itu, maka tak perlu banyak cara untuk bisa mendapatkan sikap ramah tamah dari seorang Adara Wirasti Maheswari.

•••

Hello! Jangan lupa vote dan komen ya ❤

→Kalian boleh kok kasih kritik dan saran ke saya lewat pesan pribadi :)

Because Of You ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang