Tiga bulan terlewati. Adara dengan susah payah dibantu dukungan dari sahabat dan keluarga serta ucapan Deva kemarin telah berhasil melewati dua bulan tanpa Ayah tercinta. Hari-hari awal terasa berat dan menyakitkan, segala hal masih mengingatkan dirinya akan Wisnu dan kemudian menangis namun semakin ke sini setiap dia ingat Wisnu, bukan lagi tangisan yang hadir melainkam rapalan doa yang tak putus untuk Ayahnya.
Rutinitasnya pun sudah kembali seperti semula. Bekerja dari pagi hingga sore di kantor dan sesekali mengunjungi butik Ella atau kedai kopi Theo. Kasus korupsi di kantornya juga sudah selesai dan mereka yang terlibat sudah mendapat hukumannya masing-masing.
"Kalian harus datang dipembukaan kedai baru gue besok. Jangan sampai lupa," kata Theo, pada dua sahabatnya.
"Iye. Rewel banget lo. Kan tadi lo sudah bilang," sahut Ella, kesal.
"Yaa, gue cuma ingetin doang. Lo nih terutama, La. Masih muda tapi pikun kayak nenek-nenek."
"Sial lo!" Ella melempar gumpalan tisu ke wajah Theo dan disambut tawa Adara.
"Tenang aja, kita pasti datang kok."
"Yang dekat apa sih, tempatnya?" tanya Ella, setelah meneguk kopi dinginnya.
"Tuh kan! Baru diomongin 10 menit yang lalu, sudah lupa lagi dia," ujar Theo, kesal.
Adara semakin terbahak. "Itu lho, yang sebelah Kedai Bebek Kremes Hj. Tujirman, S.H, S.E, sama S apa lagi?" tanya Adara melirik Theo.
"S... S.. S," Theo juga tampak berpikir. Yang dia ingat hanya gelar yang banyak namun dia tak hafal detailnya.
"Es cendol!" seru Ella sambil tertawa. Disusul tawa Adara.
"S.. Ah tahulah. Pokoknya yang gelarnya kayak jalan tol."
"Motivasi apa itu orang punya gelar sepanjang jalan kenangan tapi malah jual bebek kremes," kata Ella, asal.
"Mana tahu emang hobi dia ngoleksi gelar sarjana," kata Adara.
"Siapa yang punya hobi semulia itu? Kelar S1 aja udah bersyukur gue."
Komentar Theo membuat kedua sahabatnya tertawa. Kemudian mereka larut dalam cerita masing-masing. Ella yang berkeluh kesah ingin cepat-cepat mengakhiri masa jomlonya dan Theo yang sekarang mulai jenuh dengan ONS serta Adara yang mengaku tengah merindukan seseorang tanpa ia ketahui pasti siapa orangnya.
"Deva?" Semua diam saat Theo menyebut nama pria itu. Sudah lama sekali rasanya Adara tidak mendengar nama itu.
Ella memberi tatapan bertanya pada Adara.
"Gue pikir kalian akan jadian. Apalagi pas Deva semangatin lo waktu Om Wisnu wafat. Dia kelihatan selalu khawatir sama lo bahkan dia selalu meluangkan waktunya buat lo kapanpun lo butuh. Dia idaman abis sih, Dar," kata Ella, dengan tatapan berbinar.
"Lo suka sama dia, Dar?" Theo bertanya.
"Pakai ditanya," sela Ella, sambil menyikut Theo.
"Entah. Dia cukup berkesan buat gue. Dia satu-satunya cowok asing yang masuk ke kehidupan gue setelah lo," jawab Adara.
"Iyalah. Sangat berkesan," ujar Ella, ia menekan dua kata terakhir dengan makna tersirat.
Diantara ketiganya memang hanya Ella yang mengetahui hubungan 'lawyer with benefit' diantara Deva dan Adara.
"He is good guy, kelihatannya." Theo menaikkan bahunya, tidak terlalu peduli dengan kepribadian Deva. Yang penting baginya, pria itu tidak membuat Adara menangis. Sudah cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of You ✅
Любовные романыKeduanya telah melewati batas takdir. Deva dan Adara harusnya hanya terlibat dalam hubungan pekerjaan, tetapi rasa penasaran membawa mereka berjalan lebih jauh hingga melibatkan perasaan. Tak mudah untuk bertahan kala masalah terus menghadang. Akank...