:Thirty:

57.1K 2.9K 202
                                    


Bagian tersulit dari mencintai adalah merelakan. Setidaknya itu yang Adara tahu dari film dan buku yang ia tonton dan baca. Sama sekali tidak menyangka bahwa dirinya akan mengalami hal tersebut. Dulu dia menganggap kalimat itu hanya omong kosong namun ternyata benar dan jauh lebih sulit dari sekadar tulisan.

"Tunggu hujannya reda dulu aja, Dev," kata Adara.

Deva mengangguk. "Aku juga malas nyetir pas hujan deras begini."

Keduanya sudah ada di dalam mobil. Niat awalnya hanya ingin mengisi perut dengan membeli nasi goreng di pinggir jalan dan setelah selesai, hujan turun cukup deras. Mereka memutuskan untuk menunggu hingga hujan reda karena terlalu deras hingga membuat penglihatan tidak jelas dan keduanya tak ingin mengambil risiko.

"How's your day?" tanya Deva. Dia meletakkan kedua tangannya di belakang kepala sambil menatap Adara.

"Biasa aja. Tapi tadi ada tambahan meeting sama perusahaan televisi. Bulan depan aku mau ke Jogja juga," ujar Adara.

"Jogja? Berapa lama dan pergi sama siapa?" Deva kembali bertanya.

"Kepo banget," canda Adara, ketika melihat ekspresi Deva yang sangat ingin tahu.

"Bukannya kepo, Dar ..."

"Cuma pengin tahu?" goda Adara.

Deva membenarkan posisi duduknya dan sedikit memalingkan wajah ke arah jendela. Niatnya tertangkap basah oleh Adara.

"Iya nih aku kasih tahu. Aku di sana empat hari dan pergi sama Kamila—sekretarisku. Ada lagi yang mau ditanyakan, Bapak Deva?" Sehabis menggoda kekasihnya, gadis itu tergelak.

Deva hanya menatapnya dengan masam. Tapi senang karena melihat Adara tertawa.

"Jahil banget sih," ujar Deva sambil mengacak rambut Adara.

"Ihh! Kusut nanti," kata Adara.

"Biar."

Adara merapikan rambutnya yang hampir kusut akibat ulah Deva.

"Tuhkan! Kusut!" gerutu Adara.

"Iya deh, maaf. Sini aku sisirin," kata Deva.

Pria itu membiarkan kepala kekasihnya bersandar didadanya. Lalu ia mulai menyisir rambut Adara dengan jemari. Tak benar-benar fokus merapikan rambut Adara, sesungguhnya ia hanya sedang menikmati situasi yang akhir-akhir jarang terjadi diantara mereka.

Salah satu tangannya ia gunakan untuk mendekap Adara dan satunya untuk menyisir rambut wanita itu. Dia menghirup dalam-dalam aroma sampo Adara yang sangat ia rindukan. Kali ini aroma stroberi.

"Kangen," gumam pria itu.

Adara dengar. Sangat jelas tapi ia tak menggubris.

"Aku nggak tahu gimana kosongnya hidupku tanpa kamu. Aku masih bisa hidup tapi mungkin nggak sehidup saat ini," kata Deva, lagi.

Lama keduanya terdiam. Hanya suara mesin mobil yang berdengung dan air hujan yang jatuh dengan kasar diatas kaca mobil.

"Aku penasaran apa alasan kamu nggak mau menikah sama Ella selain karena kamu punya pacar," kata Adara.

Topik ini lagi.

Deva ingin mengumpat. Tapi tak mungkin ia lakukan.

"Aku juga mikir ratusan kali tentang alasannya," jawab Deva.

"Apa karena kamu kasihan sama aku?" kata Adara, lagi.

"Mungkin. Aku kasihan sama kamu yang sudah telanjur jatuh cinta sama aku dan aku juga kasihan sama diriku sendiri, kenapa harus terjebak dalam situasi sialan begini." Deva menopang dagunya di ubun-ubun Adara.

Because Of You ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang