"Lo yakin mau lanjut makan di sini? Kalau mau cari tempat lain juga nggak apauapa, kok," kata Xavier, tak enak hati.
Karena ajakannya untuk makan di restoran pasta, Deva harus menyaksikan kekasihnya duduk bersama orang lain tanpa sepengetahuan dirinya. Raut wajah kesal tentu saja terlihat jelas dimatanya namun dia berusaha tak mencampurkan urusan priabdinya kedalam pertemanan.
"Nggak apa-apa. Yasudah lanjut, lo pesan apa?"
Seolah tak terjadi apa-apa, Deva pun berusaha mengenyahkan pikiran macam-macam terhadap Adara. Mungkin saja mereka benar-benar hanya teman atau mungkin juga Adara lupa memberi tahu. Semua bisa terjadi, mengingat hubungan mereka yang memang belum bisa dikatakan baik, sudah pasti banyak kemungkinan-kemungkinan buruk yang Deva pikirkan.
Dia tahu dirinya terlalu lemah untuk menjadi sisi yang kuat dalam hubungannya, tapi bukan berarti dia tak punya usaha untuk mempertahankan. Ada diposisi serba salah membuatnya bingung bergerak ke arah mana.
Setelah memesan, 20 menit kemudian pesanan mereka sampai. Sembari makan, Xavier sesekali berceloteh mengenai masalah di persidangan tadi pagi, Deva juga tak ingin larut maka dia pun turut bercerita tentang kliennya yang meributkan harta gono gini.
"Asli, tadi itu tegangnya berasa banget. Gila aja, si istri anak menteri, si suami anak pengusaha terkenal. Keduanya sama-sama mempertahankan image mereka biar nggak buruk setelah bercerai dengan saling menyalahkan. Gila banget!" ujar Xavier.
"Jadi yang diributkan cuma masalah image?" tanya Deva.
Xavier mengangguk. "Mereka punya anak satu. Lucu banget, baru umur tiga tahun dan selama persidangan nggak ada satu pun dari orang tuanya yang bahas masalah hak asuh. Mereka seolah nggak peduli baik asuh anak akan jatuh ke siapa. Mungkin mereka juga berharap setelah cerai maka anak yang mereka lahirkan juga ikut tiada."
"Sakit orang tua kayak gitu." Deva benar-benar tak habis pikir dengan orang-orang seperti itu.
Ia kadang bertanya-tanya, atas dasar apa keduanya menikah jika harus berakhir seperti ini? Apakah mereka tak mengingat jika pernah saling cinta?
"Terus, hak asuh anaknya jatuh ke siapa?" tanya Deva.
"Terpaksa jatuh ke nyokapnya karena umur dia dibawah 17 tahun. Tapi tadi gue dengar, anaknya bakal tinggal sama kakek neneknya. Miris banget," kata Xavier lalu kembali melanjutkan makan.
Deva melilitkan pastanya digarpu namun tak kunjungi dia makan. Pikirannya malah terpusat pada pernikahan. Selama ia menangani masalah perceraian, kasus paling banyak ialah faktor ekonomi dan kekerasan. Deva awalnya merasa dia tak masuk ke dalam jajaran pria brengsek yang suka memukul wanita dan menelantarkan keluar serta tak menafkahi mereka. Tetapi semakin ke sini, semakin banyak kasus perceraian dengan alasan yang aneh namun walau begitu dia jadi tahu bagaimana menyelesaikan apabila masalah tersebut menghampiri pernikahannya kelak.
Dulu Deva memang tak pernah takut. Namun sekarang terbesit dibenaknya, apakah nanti jika dia sudah menikah akan mendapat masalah yang tak terduga? Yang tak bisa ia atasi?
"Putra whatsapp's nih, katanya ada Bu Nadya datang ke kantor," kata Xavier.
"Ohh yasudah, kita langsung balik aja habis ini. Nggak enak kalau Bu Nadya kelamaan nunggu," ujar Deva.
"Lo sudah selesai?"
Deva mengangguk. Dia mengambil sehelai tisu untuk mengelap mulutnya. Setelah meminta bill pada pelayan dan kemudian membayar, keduanya turun dari lantai atas. Reflek Deva menoleh ke arah dimana ia menemukan Adara dan ternyata gadis itu masih ada bersama dengan pria tadi. Namun ada yang berbeda karena saat ini gadis itu membalas tatapan Deva.
![](https://img.wattpad.com/cover/164269216-288-k58972.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of You ✅
RomantikKeduanya telah melewati batas takdir. Deva dan Adara harusnya hanya terlibat dalam hubungan pekerjaan, tetapi rasa penasaran membawa mereka berjalan lebih jauh hingga melibatkan perasaan. Tak mudah untuk bertahan kala masalah terus menghadang. Akank...