Bab 17

63 10 0
                                    

Cuaca Terik Menyengat,Keringat bercucuran di Seluruh tubuh ,Riman Risangsang mengusap keringat di leher-nya, yang keluar dengan deras,bahkan dahi ,pipi,punggung dan perut,semua basah.

Diyah Roro Andeng terpana,sebegitu besar cintanya,se-hingga ber-kilometer jauhnya,tetap terpancang erat di hatinya,sang pujaan pengelana suci,di tepian Sungai Dato tempat men-sucikan diri bertumpuk resah me-nunai gelisah.

Sang Matahari masih ber tengger lurus menancap di-ubun-ubun,berhambur sinar gemerlap ,menyilaukan mata berharap,satu tatapan dengan sang pujaan,di seberang yang entah di mana,meraba-raba mata dengan indra perasa.

Ghoreh tanpa henti,ingin rasanya ia berlari,melebihi sinar lampu,yang terbang cepat laksana wallet abu-abu,entah-lah di mana sekarang tempat hati bergantung,penyemangat rindu yang singgah mengurai mimpi-mimpi.

Jalan terasa sunyi,sebegitu parahnya kekosongan mengisi hati,hingga daun melayang jatuhpun terdengar,seperti isakan lembut kerinduan.

Wahai bidadariku,pemuas raga rindu,yang selalu tercetak lekat di kalbu,kenapa selalu hinggap di depan mataku,membentuk paras nan cantik,yang menimbulkan rasa kangen dan terkenang,senyum-mu,manja-mu,mengurung semua langkahku.

Wahai dewiku,di pusaran air bening,dirimu tersenyum tak berpaling,di atas awan yang tinggi menjulang tangan-mu tak henti me-manggil-manggil,di tengah malam engkau datang mendekap semua mimpiku.

Sebegitu rindu diri ini akan keberadaan-mu,untuk bergayut di pundak-ku,mengelus pipi merahmu,dan menikmati genggaman jemari lentik-mu.

Memilin rambut yang jatuh,berserak serai,penutup tengkuk,bergulung- ikatan tali benang di jalin, penuh aroma harum semerbak,mengisi rongga indraku.

Yang kesepian,dada semakin berdegup sepeti lari kencang,gemetar tangan kokoh ini tak karuan,hingga lepas senyum-mu memecah kesepian.

Oohh,Roro andeng jantung hatiku,wajahmu yang ayu telah menjerat pertahanan hatiku,hingga ku tak mampu membongkar cengkeraman indah cintamu.

Riman risangsang blingsatan,dalam keremangan malam,begitu dekat wajah ayu Diyah roro andeng,menghujami kelopak matanya.mungkin sudah puluhan kali ia mengibaskan senyum bidadari itu.

Rasa berkecamuk menyulut-nyulut,bingung dan pikun menggenggam erat ,hingga perih mulai merambat.

Duuh!!!!
Wanitaku,pemberat timbangan lakuku,jangan buat tangis badan ini,yang selalu meronta ingin meraih asmaramu,hingga langkahku semakin rapuh.

Berkilo meter jarak kita tempuh,hingga dapat bergandengan menjalin jiwa yang keruh,kini berjuta langkah menjauh ,di seberang laut,dihiliran sungai yang susut,juga jalanan licin yang carut marut,menguap ke angkasa raya.

Kenangan musim panas membara hingga sedingin salju berdua,kini lepas entah kemana,terbawa kabut.

Sang Pengembara Riman Risangsang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang