Bab 12

71 18 0
                                    


Riman Risangsang menyalurkan ajian Guntur geni,tanganya gemetar,mata nya menatap tajam,memancarkan warna biru berhawa dingin namun mematikan,kala ajian mengalir di pergelangan tangan,si Ular yang sebesar Pohon kelapa kembali menyerang ,menukik tajam.

''wuuuus!!!!''

Riman risang-sang mengelak diturun kan badan-nya satu jengkal ke belakang,Rasa amarah dan geram,si Ular kembali menyerang, ''wuuussss!!!!'',yang kedua kalinya,hanya men dapatkan angin kosong.

Pertempuran semakin sengit, apalagi yang sedang berlaga semakin ingin menuntaskan pertempuran,nafsu membunuh sudah sama sama merasuki amarahnya yang me -luap-luap.

Beberapa kali Ular sebesar Pohon kelapa ber kelok-kelok,ber putar-putar,menyerang dari samping,kiri dan kanan,tapi dengan gesit Riman Risangsang bisa mengelak secepat kilat,dan itu semakin membuat kemarahan semakin parah.

Sudah beberapa jurus di pertaruhkan,Berapa langkah dan tinju dikepalkan,namun tak juga menghasilkan kesakitan yang berkepanjangan.semua tampak biasa saja.

Belum ada yang kelelahan.
Tapi pada menit ke tiga puluh ,tampak matahari sudah mulai condong ke barat,tanah di sekitar sudah kelihatan berantakan,porak-poranda,malang-melintang bentuknya sudah tidak karuan ,diseluruh kawasan pertempuran.

Semua pohon,ranting,daun,sampah,kotoran tersingkirkan ,membentuk lingkaran seperti sarang raksasa, membentang di lapangan.

Pertempuran sengit seperti letusan petasan sebesar tiga kiloan,sungguh dahsyat suara tendangan seperti halilintar yang memekak-kan gendang telinga.

Kilatan hawa panas dan serangan -serangan yang me-matikan membunuh semua re-rumputan-an di sekitar yang hangus terbakar,seperti bekas kena letusan gunung ber-api,berantakan.

Sunyi,tak ada lagi sautan burung,tak ada kupu beterbangan,tak ada tupai ber lari-an,tak ada suara se kecil-apa-pun,sepi-sepiiii,sekali,hingga gesekan daun pun tak mampu bersuara ,sepi sangat -sangat sepi.

Sang Pengembara Riman Risangsang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang