Bab 36

19 3 0
                                    

Sepeninggalan Kakek Guru cik Kalidoni dan Raden Gandus dan beserta pengiringnya,di kamar peristirahatan Pemuda gagah Riman Risangsang menghelai napas panjang ,rasa lega yang datang.

Terasa beda keaadaan di ibukota,begitu rame terasa,semua sibuk dengan kegiatan masing-masing,semua serba terburu-buru,seperti di kejar waktu.

Yang berdagang sibuk dengan dagangan-nya,melayani pembeli yang tak pernah berhenti,Yang di rumah makan sibuk melayani pelanggan,yang di toko pakaian,melayani tuan juragan yang pesan pakaian dan perhiasan.

Perlahan-lahan Riman risangsang melihat ke - kiri dan kanan,Tas berisi perbekalan di sampirkan di pundaknya yang kekar,berjalan menyusuri tepian jalan yang lalu -lalang,menikmati keramaian kota,yang penuh warna.

Tak sadar tiga pasang mata dari tadi mengintainya,melihat gelagatnya,seperti menginginkan perbekalan yang di bawa diatas pundaknya.

Kelihatan dari gerak geriknya,yang satu seperti memberi aba-aba,seperti mau menyergapnya,Riman risangsang dengan sengaja,menggiring mereka bertiga ke daerah pinggiran nan sepi,pojok rumah tua,berdinding tinggi kanan -kiri.

Benar saja,begitu masuk ke dalam jalan rumah tua,yang berdinding tinggi kanan-dan kiri,seseorang berjambang lebat,dengan rambut tebal panjang sampai ke pundak,mengawasi dengan mata garang.siap menghadang.

Tangannya yang gempal mempermainkan pisau mengkilap bergagang kayu,sambil di putar-putar dengan jarinya.menimbulkan suara berdesing di udara.

Tangan kirinya pada jari manisnya,bertengger cincin batu mulia,berwarna merah saga,memancarkan sinar pedih di mata.

Riman risangsang bersiaga,di-belakangnya menyusul orang yang tadi mengikutinya,sambil memangggul balok kayu,entah ambil dari mana.

Rupanya mereka bukan hanya bertiga,tapi sudah berlima,menghadang Riman risangsang dari depan dan belakang.

Tanpa kata tanpa tegur sapa,langsung menyerang si jambang dengan rambut tebal sampai ke pundak,menarik barang perbekalan Riman risangsang yang ada di pundak,tangan kekar menjulur cepat.

Riman risangsang memiringkan badan,Nampak tangan kekar hanya memegang ruang kosong,tak dapat menangkap apa yang di-inginkan.

Mukanya langsung merah biru,karena malu,selama ini apa yang di ingini selalu terpenuhi,dengan secepat kilat kakinya melayang memutar kebelakang mengarah ke rahang Riman risangsang.

Kurang Tiga jari tangan mungkin akan tumbang,tapi Riman risangsang terselamatkan,kaki kekar bersepatu kulit itu,kembali menendang ruangan kosong.

Rasa penasaran kian besar,kembali di sodokan tangan kanan mengincar dada lawan,dengan cepat Riman risangsang surut kebelakang,posisi sekarang terbalik dibawah ketiak ia berdiri kuat,

Segera ,sekuat tenaga di sorongkan badan-nya dengan kaki membentuk siku,si jambang berambut panjang mengaduh kesakitan,berputar -putar seperti di pusaran.

Mukanya berlepotan,mencium kotoran yang ada di Halaman,semakin geram,menjadikan beringas tidak karuan.

Serta merta teman-teman melihat kejadian langsung berlompatan,menyerang Riman risangsang ber-barengan,si baju biru menyabetkan balok kayu,dengan kaki kiri bertumpu pada dinding batu.

Memutar badan menyabet kea rah belakang ,Riman riasangsang mengelak kaki disapukan,mudah di tebak si baju biru jatuh terjengkang di bawah perutnya tertimpa balok kayu yang ia ayunkan.

Meringis-ringis sambil memegang selangkangan anunya seperti sudah hilang,pada jurus ke lima,pengeroyok sudah mulai tumbang.

Semua mengaduh seperti kesakitan,bahkan si Baju biru sudah tidak lagi mengerang kelihatanya pingsan.

Si jambang berambut panjang,memohon-mohon minta ampunan,tidak sesuai dengan tampang yang seperti jagoan.

Riman risangsang Tegap berdiri di tengah para pecundang,tersenyum manis sambil melanjutkan perjalanan.

Di ambilnya pisau bergagang panjang kepunya-an si Jambang berambut panjang dilemparkan pisau kea arah tiang,menancap separuh seperti pada pohon pisang.

Si jambang berambut panjang hanya bisa melotot,hatinya tak karuan,Ia bergumam,Seandainya pemuda gagah ini berperangai jelek mungkin badan-ku sudah sobek menyobek.

Atau mungkin pisau yang ia banggakan sudah bersarang di dada tembus ke jantung,tapi untungnya tidak ia lakukan,Bahkan mengangguk hormat dan tersenyum.

Sang Pengembara Riman Risangsang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang