Bab 23

18 4 0
                                    

Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, terletak di sebelah barat daya pusat kota Palembang.Situs ini membentuk poros yang menghubungkan Bukit Seguntang  dan tepian Sungai Musi.

Sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi dan berpendapat bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan  sekarang), tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, Pendapat ini didasarkan dari foto udara tahun 1984 yang menunjukkan bahwa situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal, parit, kolam serta pulau buatan yang disusun rapi yang dipastikan situs ini adalah buatan manusia.

Bangunan air ini terdiri atas kolam dan dua pulau berbentuk bujur sangkar dan empat persegi panjang, serta jaringan kanal dengan luas areal meliputi 20 hektare.

Di kawasan ini ditemukan banyak peninggalan purbakala yang menunjukkan bahwa kawasan ini pernah menjadi pusat permukiman dan pusat aktivitas manusia

Namun sebelumnya  Soekmono  berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada kawasan sehiliran  Batang hari  antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi Jambi sekarang), dengan catatan  Melayu tidak berada di kawasan tersebut.

Jika Malayu berada pada kawasan tersebut, ia cendrung kepada pendapat Moens, yang sebelumnya juga telah berpendapat bahwa letak dari pusat kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus    (provinsi Riau  sekarang),
dengan asumsi petunjuk arah perjalanan dalam catatan I Tsing  serta hal ini dapat juga dikaitkan dengan berita tentang pembangunan candi yang dipersembahkan oleh raja Sriwijaya.

(Se li chu la wu ni fu ma tian hwa atau Sri Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada kaisar Cina yang dinamakan cheng tien wan shou (Candi Bungsu, salah satu bagian dari candi yang terletak di Muara Takus) Poerbatjaraka.mendukung pendapat Moens.

Ia berpendapat bahwa Minanga Tamwan disamakan dengan daerah pertemuan  Sungai Kampar  Kanan dan Kampar Kiri, Riau, tempat di mana Candi Muara Takus kini berdiri.

Menurutnya, kata tamwan berasal dari kata "temu", lalu ditafsirkannya "daerah tempat sungai bertemu".Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola I berdasarkan prasasti Tanjore  Sriwijaya telah beribukota di Kadaram ( Kedah sekarang).

Akan tetapi, pada tahun 2013, penelitian arkeologi yang digelar oleh  Unifersitas Indonesia   menemukan beberapa situs keagamaan dan tempat tinggal di  Muaro Jambi   Hal ini menunjukkan bahwa pusat awal Sriwijaya mungkin terletak di Kabupaten Muaro Jambi,Jambi  pada tepian sungai Batang Hari,dan bukanlah di Sungai Musi seperti anggapan sebelumnya.

Situs arkeologi mencakup delapan candi yang sudah digali, di kawasan seluas sekitar 12 kilometer persegi, membentang 7,5 kilometer di sepanjang Sungai Batang Hari, serta 80 menapo atau gundukan reruntuhan candi yang belum dipugar.

Situs Muaro Jambi bercorak Buddha Mahayana-Wajrayana.
Hal ini menunjukkan bahwa situs tersebut adalah pusat pembelajaran Buddhis, yang dikaitkan dengan tokoh cendekiawan Buddhis terkenal  Suvarnadvipi Dharmakirti dari abad ke-10.

Catatan sejarah dari Tiongkok juga menyebutkan bahwa Sriwijaya menampung ribuan biksu.
Teori lain mengajukan pendapat bahwa Dapunta Hyang berasal dari pantai timur Semenanjung Malaya, bahwa Chaiya di Surat Thani,Thailand Selatan  adalah pusat kerajaan Sriwijaya.

Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa nama kota Chaiya berasal dari kata "Cahaya" dalam bahasa Melayu.

Ada pula yang percaya bahwa nama Chaiya berasal dari Sri Wijaya, dan kota ini adalah pusat Sriwijaya.

Teori ini kebanyakan didukung oleh sejarahwan Thailand,meskipun secara umum teori ini dianggap kurang kuat. *(sumber dari Wikipedia  Indonesia)

Dewi Bentayasari sangat terbayang-bayang,dengan raut muka nan rupawan Riman risangsang,entah kenapa benang-benang cinta mulai merajut di dalam hatinya,semenjak dulu mengenalnya,waktu acara pesta desa.

Pertama kali dalam hidupnya,duduk bersebelahan dengan seorang pemuda yang santun ,gagah,dan mempesona,menonton bersama  Ayahanda kriyo atau lurah Dukuh  Bentayan waktu mengadakan pesta desa.

Dengan Tasyakuran kepada yang Maha Esa atas panen yang melimpah,semua warga datang,duduk manis di halaman,sambil se-sekali makan kacang rebus hangat baru di tuang,

Sang Pengembara Riman Risangsang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang