[40] Maaf dari Angkasa

6.1K 369 12
                                    

"Jika cahaya dihidupmu telah sirna, bisakah aku menggantinya dengan sebuah kisah
cinta yang selalu bahagia?"

***

Bintang melangkahkan kakinya keluar dari gerbang sekolahnya, langit gelap dengan angin yang semakin kencang. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan, membuat Bintang dengan segera pergi ke halte bus di depan sekolahnya untuk berteduh.

"Bang sam." ucap Bintang dengan lirih sambil mencoba menghubungi kakak pertamanya.

Angkasa yang baru saja keluar dari gerbang, menghampiri Bintang dengan motornya. Angkasa menghentikan motornya tepat di depan Bintamg berdiri membuat Bintang ingin pergi dari sana.

"Bin." panggil Angkasa namun Bintang malah memalingkan pandanganya ke arah lain berusaha tidak menatap Angkasa.

"Lo masih marah sama gue?" tanya Angkasa sambil turun dari motornya dan melepaskan helmnya.

"Menurut lo?" tanya Bintang dengan ketus sambil melipat kedua tanganya di depan dada.

"Maaf." balas Angkasa.

"Lo pikir dengan lo minta maaf, mamah bakal kembali hidup?" tanya Bintang dengan kesal.

"Gue ga bakal ganggu hidup lo lagi setelah lo maafin gue, tolong maafin gue Bin." pinta Angkasa memohon. Bintang hanya diam tidak merespon dengan wajahnya yang kesal. Angkasa menghela nafasnya karena tak kunjung mendapat respon dari Bintang.

"Gue harus apa biar lo maafin gue?" tanya Angkasa.

"Lo punya otak? Pikir aja sendiri." ketus Bintang kemudian dia menghampiri mobil milik Samudera yang sudah datang menjemputnya.

***

Hujan deras mengguyur kota saat ini, angin kencang menemani turunya hujan membuat lalu lintas menjadi terhambat. Di kamar, Bintang duduk memandangi luar jendela sambil menikmati turunya hujan di sore hari. Samudera datang membawa sebuah buku yang Bintang tidak tau pasti buku apa itu.

"Itu buku apa bang?" tanya Bintang mengernyitkan keningnya.

"Ini buku diarynya mamah, mungkin dengan baca ini lo bisa buka hati buat maafin Angkasa." balas Samudera sambil meletakan buku dengan cover tebal berwarna coklat ke meja di depan Bintang.

Bintang dengan pelan membuka lembar pertama dan membacanya dengan teliti, dengan membaca buku itu Bintang tahu semua rahasia rahasia ibunya dan beberapa kejadian menyedihkan yang ibunya pernah alami begitu juga tentang dirinya dan Angkasa dari sudut pandang ibunya. Semua tentang kehidupan Laura tertulis rapih di buku itu, Bintang tidak bisa menahan air matanya untuk tidak keluar membuatnya sekarang menangis memeluk buku coklat milik mendiang ibunya.

Sepenggal kata yang Bintang ingat setelah dia membacanya tadi. 'Kamu tau kenapa mamah namain kamu Bintang? Itu karena ada Angkasa. Mamah pengen kamu sama Angkasa jadi sahabat yang baik. Kamu sama Angkasa jangan bertengkar, kan Bintang butuh Angkasa buat bersinar. Jangan pernah jauh dari Angkasa ya sayang. Mamah sayang sama kalian. Mamah bakal seneng kalo kalian itu main bareng sambil ketawa ketawa.'

Bintang tak kunjung berhenti menangis, Samudera yang merasa iba mendekati Bintang dan menenangkan Bintang. Ponsel Bintang berdering membuat Bintang langsung mengangkatnya dengan tangan yang gemetar. Langit menelponya.

"BINTANG." teriak Langit dari sebrang sana.

"Kenapa lang?" tanya Bintang yang masih terisak.

"Lo ke bukit Angkasa sekarang." pinta Langit.

"Kenapa?" tanya Bintang kebingungan.

"Angkasa dari tadi disini, lo ngga baca chatnya Angkasa?"

"Gue blokir dia."

"Gila, cepet kesini kalo lo masih sayang sama Angkasa. Dia hujan hujanan dari tadi gamau neduh dia bilang, Angkasa bakal berhenti kalo kamu udah maafin Angkasa."

Bintang dengan cepat menutup telpon itu dan meletakan buku coklat ke atas meja. Bintang berdiri. "Bang anter ke bukit Angkasa." pinta Bintang kemudian Samudera mengangguk.

Mereka pergi ke bukit yang ditemukan Angkasa waktu kecil dan ditunjukanya ke Bintang hingga dinamai Bukit Angkasa. Sesampainya disana, Bintang langsung turun tidak peduli dirinya terguyur hujan, Bintang langsung berlari menghampiri Angkasa yang berdiri dengan kokoh terguyur hujan dan dibawah pohon ada Langit dengan payung berwarna hitam.

"Angkasa." teriak Bintang yang sudah berdiri di depan Angkasa.

"Lo bego apa gimana si?" tanya Bintang sambil meraih kerah baju Angkasa. "Lo ngapain berdiri disini? Lo ngapain nyakitin diri lo sendiri?" teriak Bintang dengan kesal karena menurutnya sahabatnya itu kelewat bego.

"Bego ! Kalo ntar lo sakit gimana? Lo ihh." kesal Bintang sambil menghentakan kakinya kemudian dia memeluk Angkasa.

"Gue ga peduli mau gue sakit mau gue mati sekalipun gue bakal disini sampai lo maafin gue." balas Angkasa sambil melepaskan pelukan Bintang dan menatap Bintang lekat lekat.

"Lo tau ga si? Kenapa gue susah buat maafin lo? Itu karna lo malah lari dari kesalahan lo sendiri. Lo kurung diri lo 3 tahun, lo ngga jujur sama gue. Lo sendiri yang buat gue susah maafin lo." balas Bintang.

"Gue sadar bin, gue udah hancurin kehidupan lo. Gue tau gue udah ngelakuin kesalahan paling fatal. Gue juga tau ga ada hal yang bisa gantiin tante Laura." balas Angkasa sambil memegang kedua bahu Bintang.

"Gue itu jahat bin, gue psikopat. Gue ga pantes ada di hidup lo yang berwarna karna hidup gue itu gelap cuma ada warna hitam dihidup gue sedangkan hidup lo itu penuh warna dan kalo gue ada di hidup lo gue cuma bisa hancurin warna warna indah di hidup lo." balas Angkasa.

"Gue ga pantes bahagia, Bin. Mana ada pembunuh yang bahagia setelah dia bunuh orang? Psikologis gue hancur, gue trauma. Gue sembunyi 3 tahun karna gue bener bener takut sama dunia luar yang bakal buat gue kehilangan masa depan gue. Gue takut dipenjara." balas Angkasa dan perlahan mata Angkasa berkaca kaca.

"Gue pernah mikir buat akhirin kehidupan gue, gue udah ga kuat. Gue tertekan sama semua bayang bayang kegelapan yang bakal hampirin gue suatu saat nanti. Gue pengecut. Gue terlalu takut buat hadapin masalah yang gue buat sendiri. Gue malah lari dari masalah." lanjut Angkasa, Bintang mengusap pipi Angkasa agar Angkasa tenang.

Rahang Angkasa yang kokoh mengeras, tanganya terkepal kuat menahan emosinya. Dia mencoba untuk tidak menangis di depan Bintang meski jika Angkasa menangis sekalipun Bintang tidak akan tahu karena hujan masih cukup deras. Bintang memeluk Angkasa mencoba menenangkan Angkasa, perlahan Angkasa menjadi tenang dan luluh.

"Gue bakal maafin lo kok, tapi lo jangan sakitin diri lo sendiri. Gue gamau liat orang yang gue sayang pergi buat yang ketiga kalinya." ucap Bintang sambil memeluk Angkasa dengan erat.

"Thanks." ucap Angkasa lalu dia membalas pelukan Bintang. "Gue janji ga bakal nyakitin lo lagi dan ga bakal ganggu hidup lo lagi." lanjut Angkasa.

***

Jangan lupa vomment
Mau lanjut cepet atau lama nih?
Hehe
Angkasa, Bintang, Pelangi dan Langit
😙😙
Salam dari Author

Angkasa✓ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang