Kania berusaha untuk menahan emosi dan air matanya agar tidak keluar saat adegan lamaran di restoran barusan. Kania tak ingin merusak suasana mereka sekarang. Satu minggu mereka tidak bertemu dan seharusnya ini menjadi waktu yang berharga buat mereka dan bukan untuk mengasihani dirinya yang masih terjebak nostalgia.
Kania permisi ke toilet. Air matanya tak terbendung lagi. Hatinya sakit karna kenangan manis yang kini terasa pahit seperti terulang kembali.
Saat pamit ke toilet Kania masih bisa menahan air matanya namun tidak dengan raut wajahnya yang terlihat jelas oleh kedua sahabatnya kecuali Fania. Beberapa langkah menjauhi mereka airmata Kania jatuh becucuran sangat deras. Pandangannya menjadi kabur sehingga beberapa kali secara tak sengaja Kania menyambar orang-orang yang berjalan di dekatnya. Kata maaf selalu keluar dari mulutnya tanpa memandang wajah orang-orang tersebut dan terus melangkah tanpa arah yang pasti. Dipikirannya sekarang hanya menghindar dan menuju ketempat dimana kaki ini berhenti untuk melangkah.
Kaki Kania melangkah hingga pintu keluar hotel. Kania tak sadar sepenuhnya kemana kaki ini membawahnya. Pikirannya blank dan seperti dirundung kabut tebal. Dia tidak tau dimana dia sekarang, apa yang ada disekitarnya dan bahaya apa yang bisa terjadi padanya hingga suatu teriakan dan tarikan yang membuat Kania jatuh tersungkur dalam sebuah dekapan.
"Awaaaaassss....!!!" teriak seseorang dan segera menarik tangan Kania kuat hingga tersungkur di atas aspal.
Kania hampir di tabrak oleh mobil dan untungnya lagi si supir bisa mengendalikan mobilnya berhenti secara mendadak.
Kania hanya diam. Tatapannya kosong dan pandangannya tak menentu. Seperti orang linglung. Kepala Kania terasa berat dan berputar-putar. Ingin rasanya dia memejamkan matanya tapi otaknya tidak memerintahkan matanya untuk tertutup.
Si pria yang menolong Kania menatapnya lekat. Sambil menanyakan keadaannya.
"Kamu gak apa-apa?"
Kania tetap membisu. Anggukan pun tak ada.
Si pria itu mengerti dan memahami kenapa Kania tak menjawabnya. Yah, mungkin karena shock hingga belum bisa merespon pertanyaannya.
Si pria itu akhirnya bangkit bersama Kania dan membopongnya menuju salah satu taman di hotel.
Mereka berdua duduk di bawah pohon besar yang rindang. Matahari tak bisa menembusinya sehingga suasananya teduh.Di depan mereka ada sebuah danau kecil yang dihiasi beberapa air mancur. dan beberapa bebek angsa sedang berenang kesana kemari.
Selama setengah jam sejak kedatangan mereka tapi Kania belum juga membuka mulutnya. Yang dia lakukan hanya menundukkan kepalanya sambil, diam dan kedua tangannya meremas rok yang dipakainya. Jari telunjuk dan ibu jarinya terlihat bergerak mengucak-ngucak kain yang digenggamnya erat. Pria itu memperhatikan semua gerak gerik Kania tanpa menginsterupsi sama sekali. Dengan setia dia menemani Kania dan diam menunggunya buka suara.
Tak berselang lama setelah 30 menit diam membisu, akhirnya Kania mengeluarkan suara. Tapi...
Tangisan.
Kania menahan tangisannya dan sesekali terdengar suara tangisan yang ditahannya.
Si pria itu mendekat dan merangkul Kania serta mendekapnya dalam pelukan.
"Jangan ditahan" kata pria itu saat Kania sudah dalam dekapannya.
"Menangislah selama airmata itu masih ada. Keluarkan semuanya hingga tak ada satupun yang tersisa dan anggaplah setiap tetesan yang jatuh adalah sakit yang kamu rasakan sekarang hingga menghilang seperti airmata yang jatuh habis dan mengering." katanya penuh lembut sambil membelai rambutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Four Seasons
ChickLitKehidupan 4 orang wanita yang telah bersahabat sejak masih kecil dan memiliki kisah cinta yang pedih. Mereka mendirikan sebuah EO yang berasal dari modal mereka sendiri tanpa adanya campur tangan dari para orang tua mereka yang terbilang sangat suks...