Dddrrrttt...ddrtttt...
Handphone Kania bergetar dan itu yang membuatnya terbangun dari tidurnya.
"Halo..." sapa Kania ketika mengangkat panggilannya.
"Kaaaa....!!! Kamu dimana?" Tanya suara diseberang.
Kania menjauhkan handphonenya yang memekakan telinga. Tanpa melihat siapa yang menghubunginya, Kania sudah mengenal dari nada suara dan cara bicaranya itu. Yah, siapa lagi kalau bukan Shania sahabatnya.
"Kamu dimana bu dokter? Jangan bilang kamu lupa kalo pagi ini kita ada pertemuan?"
Kania bangkit dari tempat tidurnya dan duduk di sisi ranjang.
"Ia, Sha. Aku gak lupa kok. Hanya saja aku baru bangun karena semalam aku..." ucapan Kania terhenti karena tiba-tiba teringat kejadian semalam yang membuatnya tidur larut.
"Semalam kenapa?" Tanya Shania penasaran karena perkataan Kania yang menggantung.
"Halo... Kania? Kamu masih disitu?" Kembali Shania bertanya karena tak ada jawaban dari Kania.
"Eh... Ia Sha... Aku masih disini. Maaf, sepertinya aku masih belum sadar sepenuhnya." Kania tersadar dari lamunannya. Kemudian lanjut menjawab pertanyaan Shania atas pernyataannya yang menggantung tadi. "Aku baru bangun karena semalam harus berada di ruang operasi selama 10 jam lebih. Ada seorang wanita yang mencoba bunuh diri dari lantai 5 sebuah rumah susun. Mungkin karena itu sampai membuatku lelah dan baru terbangun sekarang."
"Ya, udah kalo kamu masih capek dan perlu istirahat lebih baik gak usah datang. Atau kalau kamu bisa qt skype-an aja biar kamu gak ketinggalan kabarnya." Ujar Shania setelah mendengar penjelasan Kania.
"Nggak perlu, Sha. Karena aku akan kesana sekarang."
"Ya, udah kalau itu mau kamu. Tapi hati-hati ya bu dokter. Kalo masih capek kamu pakai taksi aja." Ujar Shania mengingatkan.
"Ok. Kalau begitu aku siap-siap dulu. Makasih ya Sha buat perhatian kamu. See you there." Kata Kania beranjak dari tempat tidur dan menuju loker tempat dimana dia sering menyimpan baju cadangan ketika menginap di kamar tidur khusus para dokter.
"Your welcome dokter cantik. See you..."
Kania mengakhiri sambungan teleponnya. Saat hendak membuka lokernya, tiba-tiba dia teringat dengan kejadian semalam. Selama menjadi dokter di Rumah Sakit ini Kania sangat jarang menggunakan fasilitas ruang tidur para dokter. Bisa di hitung dengan jari berapa kali dia menginap disini. Meskipun tugasnya baru selesai larut malam bahkan subuh sekalipun, Kania akan tetap memilih pulang ke rumahnya. Kalau dia sampai menginap itupun karena hal yang sangat mendesak dan tidak memungkinkan dia pulang.
Kania menutup matanya dan berusaha memutar kembali kejadian semalam.
Flashback
Sesudah keluar dari ruang operasi Kania melihat Angga sedang duduk dengan wajah gelisah yang ternyata dia adalah orang yang bertanggungjawab atas pasien yang baru dioperasi. Kania membeli hot chocolate untuk Angga dan dirinya. Dia memutuskan untuk duduk disamping Angga dan memberikan minuman tersebut agar supaya membuat Angga sedikit tenang. Kemudian mereka mendengarkan musik di ipodnya, dan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Angga sendirian ketika pertahanan pria tersebut mulai goyah. Tampak menahan tangisannya namun tubuhnya bergetar. Kania tahu, ego seorang Angga berusaha dipertahankan dengan menahan tangisannya. Kania memberi ruang kepada Angga untuk melepaskan semuanya dengan meninggalkannya sendiri.
Setelah beberapa waktu kemudian Kania kembali mendekati Angga bukan sebagai seseorang yang dikenalnya namun sebagai seorang dokter. Ya, Kania diberi tugas oleh dokter Patrickh untuk menjadi dokter penanggung jawab atas pasien yang baru dioperasi tadi. Kania harus selalu memantau keadaan pasien tersebut dan melaporkannya kepada dokter Patrick. Hal itu membuat Kania harus bertemu dengan Angga setiap saat yang merupakan penanggung jawab atas pasien tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Four Seasons
चिक-लिटKehidupan 4 orang wanita yang telah bersahabat sejak masih kecil dan memiliki kisah cinta yang pedih. Mereka mendirikan sebuah EO yang berasal dari modal mereka sendiri tanpa adanya campur tangan dari para orang tua mereka yang terbilang sangat suks...