Chapter 23

1.5K 74 7
                                    

Cerita sebelumnya :

"Izinkan aku menjadi pria yang selalu bisa kau andalkan, yang bisa kau jadikan sandaran ketika penat menghinggapimu, yang selalu ada saat kau butuh dan... Ajarkan aku untuk mengerti perasaan wanita tanpa menyakitinya."

***

Kania seperti disambar gledek. Tak bergeming, kaget dan shock stadium akhir. Dia tak menyangka Angga akan berkata seperti itu. Mustahil jika seorang Angga meminta hal seperti itu.

"Aku tahu ini sounds weird but i really want to do it... If you don't mind..." kata Angga tanpa menatapku.

"Kamu pasti tidak percaya denganku. Aku tahu itu... Aku tidak memaksa, semua terserah sama kamu. Anggap saja apa yang kukatakan ta..." kata Angga terpotong.

"Ia...Aku memang nggak percaya sama kamu. Bertemanpun jauh dari bayanganku. Sejak sma, aku dan teman2 gak suka sama kalian dan sekarangpun kita bertemu itu hanyalah sebuah kebetulan. Mana mungkin aku bisa percaya dengan omongan kamu barusan. Rasa percaya itu timbul ketika ada sebuah konektivitas yang intens dan lama terjalin. Rasa percaya tidak timbul begitu saja. Itu butuh proses dan keyakinan yang penuh..." ujar Kania panjang lebar.

"Being trusted need a time to proove it..." lanjut Kania.

"Give me the time and i'll proove it. Time. Yeah, i think, time is the answer. Just give me that." Kata Angga dengan yakin dan tegas sambil menatap wanita yang ada di sampingnya.

Kania melihat kesungguhan Angga yang terlihat dari sorotan matanya dan rawut wajahnya. Dia bingung. Apa ia harus beri kesempatan kepada Angga? batin Kania bertanya-tanya.

Kania menutup matanya, menarik nafas dalam dan mengeluarkannya.

"Ok... Silahkan... Dan anggaplah ini sebagai balasan atas kebaikan kamu. Tapi ingat...Ini tidak berarti lebih dan jangan pernah berpikiran aneh. Aku anggap kata-katamu barusan adalah ajakan untuk menjalin hubungan persahabatan. Menjadi sahabat yang bisa diandalkan, sebagai tempat sandaran dan sahabat yang selalu ada ketika dibutuhkan. Yup. Just a friendship no more."

Angga akhirnya tersenyum mendengar hal tersebut. Akan tetapi, sebersit rasa kecewa yang entah datang darimana saat kata "Just a friendship no more" terucap dari bibir Kania.

"Makasih Kania. Terima kasih untuk kesempađtan yang kamu berikan. Akan aku buktikan kalau aku bisa menjadi pria, bukan, tapi sahabat yang bisa kamu percayai. Yah, sahabat..." Ungkap Angga senang namun kata terakhir terkesan kurang bahagia dan pasrah.

Kania tersenyum. Senyumnya sangat manis. Dan Kania berusaha untuk menerima kesepakatan mereka barusan. Berusaha untuk bisa menerima Angga sebagai seorang sahabat meskipun belum sekarang tapi perlahan-lahan karena semua butuh proses.

Angga menjulurkan tangannya kepada Kania sebagai tanda deal dan Kania memberi tangannya hingga merekapun bersalaman sambil tersenyum penuh arti.

***

"Sha, apaan sih...???" tanya Andhika yg heran dengan kelakuan Shania sekarang.

Shania tidak menggubris pertanyaan Andhika.

"Sha, ngapain kamu kayak gitu...??? Kepo banget sih jadi orang. Kampungan banget sih.." Ucap Andhika.

Shania melotot kepada Andhika tanda untuk diam.

"Sudah. Jangan urusin urusan orang." kata Andhika sambil menarik Shania menjauh dari pintu balkon.

"Apaan sih kamu... Lepasin gak..?!?" seru Shania dengan suara

"Enggak...Selama kamu masih kepoin mereka gak akan aku lepasin..."

"Gak mau. Kamu yang jangan ikut campur. Aku mau apa kek terserah aku. So, lepasin tanganku." ucap Shania gak mau kalah dengan suara yang masih tertahan.

Four SeasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang