14. HARAPAN KECIL

1.3K 112 56
                                    

SUDAH VOTE?

VOTE DULU YA...

DAN JANGAN LUPA RAMAIKAN TIAP KOLOM KOMENTAR❣️

HAYOO, KALIAN PADA PUASA KAN? GIMANA PUASANYA? LANCAR?

°°°

Tubuh Melody menegang begitu sampai rumah, yang pertama kali ia lihat adalah wajah ayahnya yang bersiap untuk menghukumnya. Melody menunduk, merapalkan doa dalam hati agar ibunya segera pulang dan mengusir ayahnya dari rumah ini. Melody ingin istirahat sebentar saja. Bisakah ia diberi jeda waktu untuk merasakan luka yang begitu membebani?

"Sini kamu!" panggil Bondan. Perlahan, Melody menghampiri, seakan pasrah bila dirinya akan mati detik ini juga.

Ia dapat mudah menebak jika setelah ini Bondan akan memberinya hukuman yang lebih mengerikan. Melody tak bisa berharap untuk menghindar saat ini, karena di rumah tak ada ibu dan kakaknya. Dalam hati Melody berharap agar mereka cepat pulang dan segera menyelamatkannya.

Alih-alih menghindar, Melody justru memasrahkan dirinya ketika tangan Bondan mendarat tragis di pipinya.

PLAKKK!!!

Bondan menampar Melody begitu keras hingga tubuh gadis itu sampai terhuyung ke lantai. Selang beberapa detik, Melody kembali bangkit di hadapan Bondan. Memberi ayahnya kesempatan luas untuk melampiaskan segalanya. Ya, lebih baik ia mati langsung ketimbang terus menderita dan menjadi bayang-bayang hidup orang lain.

"Setelah ini kamu masih mau memberi Papa masalah baru? HAH?!" bentak Bondan.

Melody menunduk. "Maaf, Pa. Melody cuma gak bisa tahan diri buat gak nyakitin anak itu. Melody gak bisa ngeliat dia bahagia di atas penderitaan aku." Melody membela diri.

Mendengar itu, Bondan tertawa keras seraya bertepuk tangan kencang. "HAHA HEBAT SEKALI KAMU YA? BERANINYA MENYAKITI ANAK ITU?" kini raut wajah Melody mulai takut begitu melihat Bondan melepas gesper dan memukulnya separah dulu.

Melody tertawa pelan sembari meringis ngilu. "Apa cuma aku yang berpikir kalau tangan Papa diciptain cuma buat nampar aku?" tanya gadis itu, menerka dengan bodoh. 

Mata Melody semakin berkaca, menggelengkan kepala tak habis pikir. "Kapan Papa mau berhenti nampar aku? Seolah, aku memiliki dosa yang besar di mata Papa."

Tamparan seperti ini sudah biasa bagi Melody. Ia mampu menahan rasa sakitnya. Lagipula, tamparan biasa seperti ini hanyalah hukuman kecil dari ayahnya. 

BLAM!!!

"Hukuman ini untuk anak pembangkang seperti kamu yang berani melawan!" teriak Bondan, membuat Melody menjerit histeris begitu cambukan pertama mendarat di punggungnya.

Bisa ia pastikan, lukanya akan terasa perih sampai berminggu-minggu.

"Pa, maaf. Melody nggak kuat lagi..." teriak Melody dengan jerit tangis yang tak lagi bisa tertahan.

Sementara Bondan seakan menulikan telinganya. Pria itu tetap kalap dan mencambuk tubuh Melody berkali-kali. Padahal, luka yang Melody rasakan belum seutuhnya sembuh namun pria itu justru kembali memeberinya luka baru.

Bondan menunduk, mengangkat wajah Melody dengan paksa kemudian menampar wajah gadis itu dengan keras hingga sudut bibirnya berdarah. "Dan tamparan ini untuk kamu yang berani menjadi pahlawan super di sekolah!"

"AAAA, SAKIT PAPA...." Melody menjerit begitu Bondan menjambak rambutnya dengan keras.

Bondan tetap mengabaikan jeritan anaknya. Semakin kalap, pria itu memaksa Melody menegakkan tubuhnya.

Melody Kata [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang