"Gue jadi heran deh, kenapa sih makin hari muka gue makin ganteng gini." Andre berujar dengan pede ketinggian seraya mengusap jambulnya di depan cermin UKS.
"Najis, pengen muntah gue dengernya!"
Melihat Andre kembali menampilkan raut wajah sok imutnya di depan cermin, membuat Rey muak berkali-kali lipat hingga berakhir melemparkan bungkus snack yang sudah diremas-remas.
"Ada banget ya? Temen yang ngiri dan nggak mau ngakuin ketampanan temennya sendiri? Gini-gini Zayn Malik kalah sama gue," ujar Andre seraya melirik Rey yang kini menatapnya dengan tatapan tak sudi.
"Kalau lebih gantengko dari Zayn, kenapa Gigi tidak mau sama kau?" Midun menyemprot asal.
"Gigi mah mantan pacar doang, dia milih Zayn karna nggak enak dan merasa minder sama ketampanan gue."
"Boro-boro ngaku kalau Gigi mantan lo, Kinan aja nggak pernah kesampean jadi pacar!" cibir Rey.
"Serah lo, Rey, iri bilang sahabat," ujar Andre yang kini merubah posisi menjadi baring di atas ranjang.
Pelajaran sejarah yang di bawakan oleh Pak Manto membuat keempat laki-laki ini membolos pelajaran karena dilanda kantuk dan bosan. Bukan hanya itu, materi yang ia ceritakan hanya seputar hal-hal yang sudah berulang kali guru tua itu ceritakan.
Ternyata benar. Ruang UKS adalah tempat ternyaman sepanjang sejarah yang belum pernah diceritakan pak Manto untuk membolos pelajaran.
Melihat bagaimana teman-temannya menganggap jika membolos hal yang biasa, Alvaro semakin paham bahwa mereka hanya perlu perhatian lebih. Dibentak dan diberi hukuman ratusan kali tidak akan membuat mereka lelah, melainkan memberi mereka sensasi yang lebih asyik dan penuh tantangan. Mereka hanya ingin sebagian orang-orang mengerti posisi mereka, bukan justru hanya mereka yang dipaksa mengerti. Bukankah dunia ini harus berjalan sesuai roda yang seimbang, bukan?
Alvaro semakin percaya. Teman seperti mereka adalah rumah. Alextor adalah rumah yang sudah menetap lekat dalam dirinya. Bagaimana cara mereka saling menjaga, melindungi dan berbagi membuat Alvaro merasakan apa itu kehangatan untuk pertama kalinya.
Dengan paksaan ketiga temannya yang kurang akhlak, alhasil Alvaro kini duduk menyandar di kursi seraya memejamkan kedua matanya mengabaikan ocehan teman-temannya.
Alvaro menghela napas. Membolos di jam pertama kali ini tidak merugikan baginya karena pikirannya saat ini memang sedang bercabang-cabang. Memikirkan perkataan Samudra yang begitu serius sedikit membuatnya menegang kala saudaranya itu membawa nama gadis yang kerap ia sapa sebagai 'Melody'.
Perang dingin antara saudara itu memang seringkali terjadi. Di mulai dari hal-hal kecil hingga dibesar-besarkan. Akibatnya-- Alvaro dan Samudra tidak pernah terlihat akur dan bersahabat.
Apakah Samudra mencintai Melody hingga nekat untuk melindungi dan terus menjaga gadis itu dengan baik? Entahlah, Alvaro tidak ingin memikirkannya.
Mendengar ocehan ketiga temannya yang belum berakhir karena beralih topik membahas lagu trending yang tidak sengaja ia dengar berjudul 'Keke bukan boneka', Alvaro memilih bangkit lalu berjalan keluar dari UKS. Ketiga teman yang melihatnya melempar pertanyaan beruntun, namun hanya dibalas singkat oleh Alvaro dengan jawaban andalannya. "Luar, bentar."
Mendengar jawaban singkat dari Alvaro, ketiga temannya kini tak lagi bertanya lebih karena memang sudah paham dengan kebiasaan temannya itu.
Alvaro berjalan dengan langkah lebarnya menyusuri sepanjang koridor. Karena pikirannya berkelana ke mana-mana, ia sampai lambat menyadari jika guru berkacamata bulat dengan kepala botak dan perut buncit yang kerap di sapa 'Pak Atom' memanggilnya dari arah belakang. Jangan lupakan pula, guru tua itu dijuluki Pak Atom karena ia adalah guru kimia yang ribet dan membosankan bagi sebagian murid-murid.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody Kata [COMPLETED]
Teen Fiction"Samudra, pertemuan kita layaknya sebuah kebisuan yang tersesat dalam keheningan yang membelenggu. Hanya sebuah angan, yang kini hanya menjelma bayang-bayang." "Kepergianmu, mengapa membuatku semakin mati rasa?" ...