Aneh. Aku memang membenci kedatangan kamu dalam hidupku, namun kenapa rasanya begitu sakit saat melihatmu menangis hanya karenaku?
-Alvaro Anggara.
Alvaro duduk di kursi meja belajarnya dengan kondisi rambut yang masih basah dan handuk menggantung di leher. Beberapa jam lalu ia baru saja pulang dari lapangan futsal hingga mengharuskan ia mandi agar bebas dari rasa gerah. Laki-laki itu kemudian menatap kotak hitam berukuran sedang yang selalu bertengger manis di mejanya. Meskipuh arah pandangnya lurus menatap kotak itu, tetapi pikirannya melayang pada memori-memori indah yang tersimpan di dalamnya.
Tangannya kemudian meraih benda kotak itu lalu mengambil salah satu dari sekian banyaknya barang yang ada di dalamnya. Ia meraih lipatan kertas yang kini sudah menguning bersama dengan coretan tintanya yang kian luntur termakan waktu. Tiap bait puisi yang ia baca dari coretan kertas itu selalu membuatnya tersenyum kala ia mengenangnya.
Nada Cinta
Langit itu pekat tanpa siluet cahaya
Kelabu mengundang sunyi di dermaga
Duduk di tepi laut bersama tuan muda
Yang sudah lama tidak bersuaMalam ini mengantar galaksi ke bima sakti
Melihat tuan menyebur bersama ombak di lautan mimpi
Berlari dan meloncat tinggi
Bahagia layaknya makhluk yang tak pernah tersakitiRasa ini tak pernah andam karam
Tak redup dimakan jarak kelam
Tak juga lusuh bagai wajah kusam
Dan tak pula pernah kejamPlanet Mars, di hari yang indah dan tak terlupakan.
Alvaro kembali melipat kertas lusuh itu. Kemudian menyelipkannya di dalam lembaran buku hitam yang entah apa isinya.
Ia merindukan Nada. Nada dengan suara merdu, lagu klasik dan puisi-puisi indahnya. Ia merindukan semuanya. Sudah 3 tahun gadis itu meninggalkannya. Selama itu pula ia bingung mau melangkah kemana.
Alvaro tidak tahu harus apa. Ingin bermain musik sendirian tapi separuh dari potongan nadanya telah hilang ditelan bumi.
"Pulang, Nada. Apa kamu nggak lelah berpetualang? Nggak kasihan liat aku berjalan tanpa arahan? Nggak kasihan liat aku bermain gitar dan nyanyi sendirian? Potongan nadaku juga ikut hilang bersama kepergianmu. Aku janji akan membawamu ke planet Mars. Seperti yang kamu inginkan dulu. Tolong segera pulang," ucap Alvaro dalam hati kecilnya.
Saat matanya menangkap gantungan kunci Doraemon yang juga tersimpan rapi di kotak itu, ia tersenyum hambar. Benda itu sudah lama ia simpan baik-baik. Bahkan gantungan itu tidak pernah ikut lusuh dipenuhi butiran debu karena tiap saat ia merawatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody Kata [COMPLETED]
Novela Juvenil"Samudra, pertemuan kita layaknya sebuah kebisuan yang tersesat dalam keheningan yang membelenggu. Hanya sebuah angan, yang kini hanya menjelma bayang-bayang." "Kepergianmu, mengapa membuatku semakin mati rasa?" ...