Terlalu naif percaya akan besarnya balasan perasaan setelah memperjuangkan cinta, membuat manusia lupa jika tiap perasaan tak selamanya harus terbalaskan.
****
"Alvaro?"
Alvaro menaikkan sebelah alisnya menatap Melody. Gadis itu masih saja berani menampakkan dirinya di depan Alvaro. Alvaro pikir, semenjak kejadian kemarin lalu itu mungkin membuat Melody malu untuk sekedar bertatap muka lagi dengannya. Nyatanya tidak sama sekali.
"Kamu nggak lihat, ada yang berbeda dari aku hari ini?" tanya Melody. Hari ini, gadis itu membuat poni. Wajahnya pun terlihat semakin chubby, sampai-sampai teman kelasnya mengira ia adalah anak SD yang sedang menyamar dengan memakai seragam SMA. Dan seketika, aura antagonis yang biasa terpancar pada sosoknya, kini telah sirna.
"Apanya yang beda?" Alvaro malah balik bertanya. Entah karena dia pura-pura tidak tahu, atau memang sebenarnya tidak tahu dan tidak mau tahu. Padahal, Melody sangat berharap bila Alvaro akan memujinya.
"Kamu beneran sama sekali gak liat ada yang beda dari aku?" tanya Melody sekali lagi.
"Nggak, Melody," jawab laki-laki itu dengan malas dan terpaksa.
"Kemarin, jalan bareng Aleta lagi?" tanya Melody hati-hati. Ia takut membuat Alvaro marah lagi.
"Bukan urusan lo." Alvaro menyahut dingin membuat Melody semakin menunduk sedih.
"Ngapain lo masih di sini? Lo mengganggu belajar gue, Mel," ucap Alvaro.
Mereka berdua memang sedang ada di perpustakaan. Sejak tadi, Melody hanya terus memperhatikan laki-laki itu yang begitu sibuk dengan buku-buku tebalnya. Menatapnya dari jauh, lalu pada akhirnya kembali memberanikan diri untuk menghampiri. Senekat itulah seorang Melody.
Dengan ragu-ragu, Melody menyodorkan sebatang coklat yang sudah ia hias dengan pita. Sejak tadi, coklat itu hanya mampu ia sembunyikan di belakangnya. Tertolak? Melody sudah terbiasa padahal. Namun situasi kali ini entah mengapa sangat membuatnya merasa gugup.
"I--ini buat kamu," ujar Melody dengan gugup, berusaha menahan sudut bibirnya agar tak memudarkan senyumannya.
Melihat itu, Alvaro menghela napas dengan muak. Tangannya langsung beralih dengan cepat merampas coklat di tangan Melody. Lelaki itu memperhatikan coklat pemberian Melody dengan lekat seraya tersenyum remeh.
"Coklat itu permintaan maaf karena a--" ucapan Melody terpotong begitu melihat Alvaro langsung membuang coklat darinya begitu saja.
Gadis itu terpaku beberapa saat, memandang Alvaro dengan tatapan kecewa.
"Basi!"
Melihat ekspresi kecewa gadis itu, tak membuat Alvaro merasa bersalah. Sudah sepantasnya ia harus bersikap seperti ini, bukan?
"Alvaro kenapa harus dibuang?" tanya Melody tak percaya.
Alvaro berdecih pelan seraya menatap Melody dengan tegas. Lelaki itu kemudian meraih pergelangan tangan Melody dan menariknya hingga semakin mendekat ke arahnya. Alvaro menunduk menjajarkan wajahnya dengan wajah gadis itu sembari berbisik. "Sama seperti perasaan lo ke gue, harus dibuang jauh-jauh."
"Aku cuma butuh jawaban kamu, Alvaro. Gimana perasaan kamu ke aku?"
Alvaro akhirnya menatap Melody. Mereka berdua kini saling tatap dalam keheningan yang membelenggu.
"Kalau gue jawab enggak, lo bakal berhenti gangguin gue gak?!" ucap Alvaro dengan lantang dan tegas. Membuat Melody spontan terkejut, apalagi kini raut wajah Alvaro semakin dingin seperti salju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody Kata [COMPLETED]
Fiksi Remaja"Samudra, pertemuan kita layaknya sebuah kebisuan yang tersesat dalam keheningan yang membelenggu. Hanya sebuah angan, yang kini hanya menjelma bayang-bayang." "Kepergianmu, mengapa membuatku semakin mati rasa?" ...