48. KUNANG-KUNANG YANG MALANG

423 40 22
                                    

Hujan baru saja usai, pelangiku muncul sebentar membawa warna yang begitu sendu tak seindah hari-hari lalu. Kini, pelangiku perlahan padam dan menghilang meletup terbawa angin sore. Pelangiku pergi meninggalkan rindu yang begitu menggebu. Menyisakan aku, kunang-kunang malang seorang diri dengan cahaya yang mulai meredup termakan harapan yang sekadar angan.

***

Ujung dari rasa cinta tidak selamanya berakhir dengan indah. Samudra selalu percaya akan hal itu. Hatinya yang semula utuh, ia biarkan patah dengan sendirinya saat memilih memutuskan untuk jatuh cinta pada seorang gadis yang tidak ingin mencintainya. Samudra hanya membiarkan hatinya tetap sakit, meski sudah tahu bagaimana ujung yang paling menyakitkan itu. Entah sampai kapan ia harus berpura-pura untuk baik-baik saja ketika hatinya dijatuhkan lalu dipatahkan berulang kali. 

Samudra kini berjalan beriringan dengan Melody menuju salah satu mall ibu kota. Ya, gadis itu meminta Samudra menemaninya untuk memilih hadiah ulang tahun untuk Alvaro minggu depan. Meski masih minggu depan, yang namanya Melody akan selalu semangat dan tidak sabaran mempersiapkan segalanya yang berhubungan dengan Alvaro. Dan sepertinya, keputusan untuk mengajak Samudra untuk membantunya memilih hadiah ialah keputusan yang tepat. Mengetahui, laki-laki itu pasti banyak mengetahui tentang barang kesukaan adiknya. 

Samudra yang melirik Melody sekilas, hanya bisa bergumam dalam hati. Akan ada saatnya di mana hatinya dipatahkan oleh rasa cintanya sendiri. Seutuhnya dunia miliknya yang diberikan kepada Melody, akan kalah pada separuh hati milik gadis itu yang kini ia titipkan pada Alvaro. Sejauh manapun ia ingin menggapai, posisi Alvaro yang begitu bertahta baginya tidak akan bisa tergantikan. Termasuk oleh diriku sendiri.

Melody yang merasa dirinya berbicara sendiri sejak tadi, kini menggerutu kesal. "Samudra, kamu dengerin aku nggomong nggak sih? Aku tuh berasa jadi bocah kesasar yang ngomong sendiri dari tadi!"

Lamunan Samudra kini membuyar, dengan segera ia kembali membuang jauh-jauh pikiran dan perasaan yang semakin ke sini semakin membuatnya merasa sesak sendiri. Melody tak perlu tahu dan tak perlu menyadari sepilu apa luka yang semakin hari semakin membuat Samudra terasa jauh lebih buruk.

"iya, Indah. Saya dengerin kamu kok."

"Menurut kamu, apa yang paling Alvaro suka selain sate kambing, bubur ayam, steak, salad buah dan telur gulung buatan Mang Telung?"

"Tuh, kamu tahu semua. Saya aja nggak tahu banyak loh, Indah."

"Masa kamu gak tahu sih, Sam. Kalian kan dari kecil gede bareng."

Samudra kembali diam tampak berpikir. Matanya dengan nyalang menatap seisi mall dengan pandangan berganti. Tetapi saat matanya berhenti pada satu tokoh yang tak jauh dari mereka, Samudra tersenyum lega. Sedetik kemudian ia menarik pergelangan tangan Melody agar segera mengikutinya. 

"Alvaro butuh jam tangan, biar dia bisa mengingat waktu. Di rumah, jam tangannya udah banyak, sih. Tapi mungkin kesannya beda lagi kalau kamu yang ngasih langsung," papar Samudra hingga membuat Melody manggut-manggut mengerti.

Gadis itu kemudian tersenyum lalu berjinjit mengelus-elus kepala Samudra tanpa tahu efek samping apa yang dirasakan Samudra saat ini.

"Kamu pinter juga, deh. Makin ke sini, aku bakal bergantung terus sama kamu kalau gini. Kamu gak takut kerepotan emang?"

Samudra terkekeh pelan. "Mana bisa saya merasa repot sama dunia saya sendiri, Indah?" Samudra bertanya balik, dan tanpa sadar membuat Melody kini memilih diam dan memberi seulas senyum kaku pada Samudra yang terus memandangnya dengan pandangan yang begitu tulus.

Melody Kata [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang