44. BERHASIL JATUH

459 47 30
                                    

SIAP BACA PART INI? 

YAKIN GAK DEG-DEG SAMA ALVARO NANTI?

UDAH KLIK BINTANG DI UJUNG KIRI BAWAH? 

OKE, BOLEH BACA!

****

"Dari mana lo?"

Alvaro yang baru saja menginjakkan kaki di rumah langsung diberi pertanyaan serta pandangan intimidasi dari Samudra.

Kedua laki-laki itu kini saling melempar tatapan dingin. Alvaro sangat sadar, mereka bukan anak kecil lagi. Kini, tidak ada alasan untuk terus menghindari Samudra. Apapun situasinya, ia tidak akan lagi menjauh dan menghindar. 

"Lo buat dia nangis lagi?"

Saat baru saja melepas sebelah sepatu converse nya, Alvaro menghentikan kegiatannya sejenak ketika kalimat tanya dari Samudra terdengar olehnya.

"Dia ngomong apa sama lo? Dia gak nangis, jangan melebih-lebihkan."

"Sampai kapan lo mau nyakitin dia terus? Sampai kapan lo bakal buat dia tersesat di tengah jalan yang sedang dia ingin lalui?" tanya Samudra lagi. Kali ini, laki-laki itu mulai berjalan pelan ke arah Alvaro.

"Di mata lo, Melody adalah sosok jahat yang egois bahkan paling menyebalkan. Ya, gue jujur kalau dia memang seperti itu. Tapi di sisi lain, apa lo nggak nyadar udah sejauh mana Melody memperjuangkan lo? Dia bahkan terlalu baik buat cowok gak berperasaan seperti lo." Samudra berujar meremehkan.

"Dia emang orang jahat yang suka nyakitin cewek lain yang berani deketin lo. Tapi semakin gue kenal dia, gue melihat sisi kelam yang selama ini dia pendam sendiri. Luka yang dia sembunyiin bahkan lebih besar dari rasa sakit saat lo mempermalukan dia di depan banyak orang."

Alvaro terdiam, membiarkan Samudra mengeluarkan segalanya. 

Sementara Samudra, laki-laki itu justru kembali mengingat masa saat dirinya pertama kali melihat Melody di bawah hujan. Gadis itu membiarkan dirinya basah, menangis seorang diri. Dan Samudra semakin tidak tahan melihat luka yang dipendam gadis itu sendiri. 

"Sejak kecil Melody selalu disiksa sama Papanya, selalu dibandingin bahkan selalu diremehkan karena nggak bisa seperti saudranya yang sekarang udah nggak ada. Bahkan saat saudaranya pergi, ayahnya menekan dan menuntun dia buat bisa sempurna seperti saudaranya. Sekarang, ayahnya pisahin dia dari abangnya. Lo mungkin tahu sebesar apa dia sekarang membutuhkan teman buat bercerita. Lo nggak pernah mau ngertiin dia, Al. Bukan Melody yang egois, tapi lo!"

"Lo nggak perlu nyusahin diri lo sendiri buat masuk dan mencampuri hidup Melody," ujar Alvaro dengan wajah menantang.

"jangan jadiin dia pelampiasan dari kepedihan kisah cinta lo!"

"Gak usah bawa-bawa masa lalu gue, Sam!"

"Lalu apa mau lo? Melody terlalu banyak memikul luka tapi lo dengan tanpa berdosanya ngasih dia luka yang lebih parah lagi."

"Apa maksud lo? Gak perlu berlagak seolah-olah lo tahu semuanya tentang Melody!" ujar Alvaro dengan suara lantang. Kali ini, nada bicaranya tersirat dengan penekanan.

Samudra justru terkekeh mendengarnya. Sesaat, laki-laki itu mengusap wajahnya tak habis pikir. "Lo menyedihkan. Gue tahu lo lebih suka menciptakan dunia lo sendiri. Tapi seenggaknya lo mesti tahu latar belakang dan apa aja yang udah di alami Melody! Dia punya trauma, Al! Dan dengan begonya lo justru nyakitin perempuan rapuh seperti dia? Gue tahu, yang lo lihat dia cuma bisa hahahihi di luar sana bahkan kadang nyusahin lo. Tapi apa lo nggak pernah sadar sedikit aja kalau Melody butuh tempat buat bercerita segalanya? Dia juga manusia, Al, dia nggak selamanya kuat buat menampung kegelisahan hatinya."

Melody Kata [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang