54. ES KRIM TANPA PEMILIK

335 38 0
                                    

Melody meninggalkan teman-temannya yang masih stay di kelas dengan langkah terburu-buru. Satu hal yang membosankan karena ia lelah mendengar segala kalimat tanya dan introgasi tentang kondisi Alvaro yang membuatnya semakin merasa memburuk.

Kini Melody berpikir jika dirinya benar-benar beban dalam hidup Alvaro. Kehidupan tenang laki-laki itu perlahan hilang saat ia masuk ke dalamnya. Harusnya sejak awal Melody perlu bersikap tahu diri. Segalanya bermula hanya dalam waktu sedetik itu. Saat ia berhasil jatuh dalam pesona milik Alvaro, saat ia melakukan aksi untuk mengejarnya dan saat ia berani melakukan hal gila yang nyaris membuat laki-laki itu semakin tak percaya.

Ketika Melody mencium Alvaro di hadapan banyak orang.

Melody sendiri bahkan tak mengira mengapa dirinya bisa melakukan hal di luar kepala seperti itu. Namun Melody tidak pernah menyesalinya. Baginya, bertemu Alvaro ialah sebuah keberuntungan yang ia miliki. Ia sangat senang menikmati ketika Alvaro beribu kali menolaknya, mengancamnya bahkan menganggapnya sebagai sumber masalah dalam hidupnya. Alvaro ialah dunia yang penuh tantangan bagi Melody. Tantangan itulah yang membuat Melody semakin gencar untuk berniat meraih hati Alvaro dalam genggamannya.

Selama ini, Melody telah melewati batas besar yang Alvaro ciptakan. Melody telah berhasil meruntuhkan tembok kokoh yang perlahan dibangun Alvaro dengan susah payah. Dan dengan sekejap Melody bisa meruntuhkan segalanya yang Alvaro miliki.

Ingatan Melody kembali teringat pada satu waktu ketika Alvaro menolaknya dengan kalimat yang amat sarkas disertai gelombang suara yang meninggi. Bahkan saat itu, Melody nyaris menangis jika saja Maura tidak datang membawanya pergi menjauh dari jangkauan Alvaro.

Seperti saat setahun lebih ketika Melody pulang sekolah, gadis itu langsung menghalang jalan Alvaro ketika laki-laki itu hendak melangkah menuju parkiran. Ketika itu Melody hanya merasa sepi dan ingin mengajak Alvaro bermain-main sebentar, namun hanya omongan pedas yang ia dapatkan dari Alvaro, ditambah ia seperti sedang mengadakan sebuah kontes gratis untuk mempermalukan dirinya sendiri.

"Hai, calon pacar. Main bentar yuk?" Sapaan tiba-tiba dari gadis yang ia sangka gila, yang nyaris membuatnya terkejut karena langsung mencul dihadapannya, membuat Alvaro berusaha untuk menahan diri. Lagi.

Alvaro hanya mengabaikan sambil terus berjalan, sementara Melody masih tetap setia melangkah mundur sambil menyesuaikan langkahnya mengikuti Alvaro yang berjalan di hadapannya. 

"ALVARO AKU JANGAN DICUEKIN DONG, MASA MANUSIA SECANTIK JELITA INI DIANGGURIN? MUBAZIR TAU," ujar Melody dengan langkah yang masih berjalan mundur sambil menatap wajah ketus milik Alvaro dengan pandangan ceria. 

"Minggir gak?" kini Alvaro bersuara dengan nada yang meninggi lantas membuat Melody menggeleng sempurna.

"NGGAK MAU!"

Namun tanpa diduga, punggung Melody justru menabrak tiang pembatas yang tidak ia sadari ternyata selalu berdiri kokoh di depan lorong pembelokan menuju parkiran sekolah. Dan ketahuilah, di tempat duduk yang berjajar di dekat tiang itu, ada banyak anak eskul basket yang melihatnya menabrak tiang karena aksi bodohnya sendiri.

"ADUH ALVARO SAKIT, KENAPA KAMU NGGAK NGOMONG KALAU DI SINI ADA TIANG!" Melody melirih kesal sambil mengusap punggungnya yang terasa nyut-nyutan

"Lo cewek sakit, salah lo sendiri kenapa mesti ngintilin gue mulu," ujar Alvaro dengan lantang tanpa ragu membentak Melody dihadapan banyak orang.

"Selain gila, lo gak tahu diri. Harusnya lo bersikap sebagai manusia normal yang punya rasa malu. Kalau emang lo masih punya malu, berhenti bersikap mempermalukan diri lo sendiri."

"Gue kasihan liat lo, kalau lo emang haus perhatian, nggak gini caranya."

Perkataan itu, bentakan itu, membuat mata Melody berkaca-kaca bahkan kini setetes air matanya merembes keluar mendengar kalimat itu. Apalagi beberapa pasang mata memperhatikannya dengan pandangan penuh iba. 

Melody Kata [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang