4.Pengkhianatan

28.9K 2.3K 32
                                    

"Apa yang kau lakukan disini?" Sebenarnya Thanasa tidak terkejut kalau Delano mendengar pembicaraannya dengan Xenya. Bahkan dia tidak peduli. Hanya saja yang membuatnya bingung untuk apa pria itu kesini?

Mungkin memang sudah wataknya yang irit bicara. Delano menuju ke arah Thanasa yang direspon oleh gadis itu dengan berdiri dari meja rias dan mundur perlahan.

Tatapan mematikan.

Tidak ada ekspresi.

Delano seperti pembunuh berdarah dingin. Jujur, Thanasa sedikit merinding.

"Berhenti!"

Delano tetap maju.

"Mau apa kau?!"

Delano tidak menjawab.

"Pergi!"

Delano semakin mendekat.

Bugh

Punggung Thanasa menyentuh tembok. Pasti Delano akan membunuhnya kali ini. Lihatlah, netra kelam pria tersebut sangat menghantui. Degup jantung Thanasa berpacu cepat saat Delano menaruh tangan disisi kiri tembok. Thanasa menutup mata, gadis itu tidak ingin menyaksikan kematiannya dengan mata sendiri. Berulang kali dia merapalkan doa semoga ada yang menolong. Jika pun tidak ada penyelamat, Thanasa berharap saat dibunuh nanti ia tidak merasakan rasa sakit.

Begitu polos. Delano senang memandangi ekspresi Thanasa sekarang. Tuan Putri Lucian tersebut menutup mata begitu erat seolah-olah Delano akan membantainya.

Satu tangan Delano yang bebas terangkat dan menyentuh wajah ayu gadis didepannya, bersamaan hal itu Thanasa langsung membuka mata.

Saling beradu pandang.

Thanasa hanya diam saat Delano mulai memajukan kepala, bergerak saja bagi Thanasa sangat sulit. Lalu, terasa benda asing menempeli bibirnya.

Cium?

Benda kenyal aroma mint sedang mengulum bibir ranumnya. Thanasa masih belum bisa mencerna apa yang tengah Delano lakukan.

Dia dicium?

Ciuman dari Delano begitu lembut dan menuntut, ini adalah pengalaman pertamanya dalam seumur hidup.

"Ahhh!"

Thanasa memekik saat lehernya diremas kuat oleh Delano.

Tercekat. Ia bahkan sulit bernafas dan berbicara.

Delano melepaskan tangan setelah beberapa menit, memberi atensi kepada gadis bermanik coklat itu. Thanasa yang lolos dari Delano, segera menghirup udara sebanyak-banyaknya. Si gadis tersenggal-senggal akibat ulah sang Raja. Thanasa murka, melotot tajam pada Delano.

"Dah...sar brengsek! Ka-kau mau membunuh kuh?!" Belum sepenuhnya normal, Thanasa terengah-engah saat melayangkan protes pada Delano.

"Bukankah kau yang bilang lebih baik dibunuh?" Suara bariton sang Raja terdengar begitu tegas, apalagi di tempat sunyi seperti ini. Tapi perkataannya tidak salah, jika mengingat ucapan Thanasa kemarin, Thanasa merasa malu sekali.

"Aku tidak bilang begitu, kapan aku bilang seperti itu? Apa kau punya buktinya?" Thanasa menyangkal, padahal ia ingat betul apa yang ia lontarkan.

Menunggu jawaban dari Delano ternyata bisa membuat seorang Thanasa cepat naik darah. Bukannya jawab, pria itu malah memperhatikan dirinya.

"Hei Raja sialan! Jawablah pertanyaan ku! Ak-"

Tunggu dulu.

Alis Thanasa mengkerut. Gadis itu melihat wajah Raja seksama. Menelisir dan mencermati. Sedetik kemudian netra coklat milik si empu melebar.

MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang