Pernikahan Dilan dan Grace akan dilaksanakan dalam dua hari lagi. Segala persiapan sudah tersajikan dengan baik, dan kedua sejoli itu akan menikah dengan tradisi dari Kerajaan Grey.
Pihak Altair hari ini datang berkunjung untuk ikut menjadi bagian perayaan. Seperti Lilia, Kalva sang pengasuh Dilan, serta para Mentri Altair dan petinggi lainnya.
Sejak membahas pemegang kekuasaan, Grey telah memutuskan akan mengangkat Dilan menjadi Raja baru di Negrinya dalam pernikahan nanti. Tekat dan kekuatan adik Delano tersebut sudah tidak diragukan lagi. Pernikahan yang akan diadakan tersebut, bukan sekadar jalinan cinta antara Dilan dan Grace, melainkan ada diplomatik dan aliansi dari kedua Kerajaan.
"Kau bilang Lilia tidak akan ikut kita kesini?"
"Semua keluarga inti wajib datang dalam pernikahan bangsawan dari Altair. Lilia merupakan selir ku, tentu dia harus hadir untuk menghormati tradisi."
Mengerling bosan, Thanasa enggan menanggapi penjelasan.
"Bilang saja ingin berduaan dengan dia." Lirih Thanasa pelan namun dapat didengar oleh Delano. Pria itu tersenyum melihat tingkah cemburu Thanasa. Jujur saja, istrinya saat ini sangat menggemaskan.
Berjalan pelan, tangan kekar tersebut melingkari perut si gadis dari belakang. Ikut melihat kebawah, dimana rombongan Altair tengah disambut memasuki Kerajaan. Tentu saja disana juga ada Lilia yang berhasil mengusik ketenangan Thanasa.
"Jangan berpikiran yang aneh-aneh. Percayalah, aku tidak punya perasaan khusus padanya. Mungkin kau sudah dengar kalau ia sering disiksa di Kerajaannya. Aku menikahinya karena ingin mengambil alih Koxira. Dulu Koxira berkhianat pada Altair. Mereka diam-diam mundur dan tidak membantu Altair saat dibantai Ayahmu."
Mengernyit heran, Thanasa membalik badan. Posisi mereka sekarang saling berhadapan ditemani tangan Delano yang masih setia bertahan disana.
"Kau ingin balas dendam pada Koxira juga? Itu artinya Lilia juga sama seperti ku?"
Menggeleng pelan, Delano mengangkat suara. "Sebenarnya Lilia adalah pewaris sah dari Koxira. Kedua orang tuanya sudah meninggal. Ayahnya yang sekarang adalah pamannya. Gadis itu tidak tau kalau kedua orang tuanya dibunuh pamannya sendiri."
"Rupanya kau tau banyak tentang Lilia."
Hidung Delano menyentuh hidung Thanasa. Memupuk tatapan lembut nan dalam. "Kau cemburu?"
"Ya."
Terkekeh, Delano melanjutkan. "Tumben sekali mengaku?"
"Jadi aku tidak boleh cem-"
Belum sempat menyelesaikan kalimat, Delano sudah membungkam Thanasa dengan sebuah ciuman.
***
Sejak pagi, raut Thanasa tidak banyak berubah. Dongkol dan sesak, hanya itu yang dirasakannya.
Apalagi saat ini Lilia tertawa lepas saat berbicara dengan Delano. Yah walaupun disana ada Dilan dan Grace juga.
Tidak tahan lagi, Thanasa memilih minggat dan segera bergegas kekamar.
Bayangan masa lalu mengingatkan Thanasa kembali tentang momennya bersama Delano dikamar ini. Saat itu mereka masih diliputi rasa benci dan dendam.
Sebenarnya Thanasa masih sedih jika terus memikirkan bagaimana kematian sang Ayah. Lantas mau bagaimana lagi? Andai saja bisa balik ke masa lalu.
***
Gadis itu tampak meracau dan oleng. Seharian menemani Delano, Grace dan Dilan serta ikut menghabiskan minuman yang cukup banyak. Ya apa daya, padahal dia tidak begitu kuat minum. Tapi tetap saja untuk menghormati Delano dan yang lain, ia mau tak mau harus melakukannya.
"Mungkin kau harus mengantarkannya ke kamar, kurasa dia sudah mabuk berat." Ujar Grace kepada Delano.
Yang disuruh melihat sekilas pada Lilia. Muka gadis itu merah, sedari tadi mengeluarkan kalimat-kalimat berupa curhatan. Mungkin benak hati gadis itu yang selama ini tidak pernah diutarakan.
"Kenapa semua orang tidak menginginkan ku? Apa salah ku?"
Memejamkan mata sebentar, Delano langsung merangkul tubuh Lilia untuk memapah gadis itu kekamar.
"Kau tidak menggendongnya saja?"
"Istriku akan membunuh ku jika aku melakukan itu." Sahut Delano disambut jenaka oleh Dilan dan Grace.
Sesampainya dilorong Istana, Delano terus berjalan dan mendengar pembicaraan Lilia yang sudah kemana-mana.
"Aku tau suamiku menikahi ku hanya untuk kepentingan pribadinya. Aku tau kau tidak benar-benar menginginkan ku, Yang Mulia."
Langkah Delano terhenti. Entahlah, ekspresinya datar dan dingin. Tidak tahu apa yang sedang dipikirkan pria itu.
Lilia ambruk dan itu membuat Delano terkesiap. Tanpa pikir panjang lagi, ia langsung menggendong Lilia. Tidak mungkin terus merangkul gadis itu dengan berjalan.
Setelah masuk kekamar, Delano segera membaringkan Lilia dengan hati-hati.
"Yang Mulia."
Baru saja Delano ingin pergi, tapi suara Lilia membuat lelaki tersebut memupuk perhatian lebih. Jarak mereka yang sangat dekat, memudahkan Delano untuk mengeksplor wajah selirnya. Bisa dibilang Lilia gadis baik, ia juga cantik. Putih, mancung, tirus, mata yang besar dan dilengkapi bibir merah delima.
Semenjak Lilia menjadi selirnya, dirasa-rasa mungkin Delano hampir tidak pernah berbicara dengan gadis tersebut.
"Yang Mulia."
"Aku mencintai mu."
Mata Delano melebar tak percaya, walau ditutupi eksprisi dingin. Tapi itulah yang diungkapkan Lilia.
Bukankah orang saat mabuk akan berkata jujur?
"Yang Mulia, aku mencintai mu. Tapi aku tidak ingin memiliki mu. Hanya mencintai mu dalam jauh. Melihat mu dalam jauh."
Delano masih tidak menjauhkan diri. Malah ia membiarkan Lilia menyalurkan semua hal yang dipendam oleh gadis itu selama ini.
"Yang Mulia, aku berterima kasih kau menjadikan ku sebagai selirmu. Itu menyelamatkan ku dari kekejaman keluargaku. Terima kasih."
"Yang Mulia, kau tampan." Dengan kesadaran yang tidak bisa dikendalikan, tiba-tiba saja Delano memagut bibir dibawahnya.
Entah dia terbawa keadaan, atau perasaan?
Tidak ada yang tahu.
Yang jelas lelaki itu melakukan kewajibannya sebagai seorang suami.
Sesaat, ia telah melupakan janjinya pada Thanasa.
Yuhuu bentar lagi tamat. Sequelnya uda jadi 3 part. Lumayan ribet alurnya dibandingkan MKME.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓
FantasyRAJA KU MUSUH KU "Jangan berharap lebih pada ku. Aku menjadikan mu permaisuri ku, karena aku ingin menyiksa mu lebih leluasa." "Perintah ku adalah mutlak. Melanggar, tidak akan ada ampunan." "Aku tidak suka berbagi. Jika kau berani menatap pria lain...