37. Perjuangan

23.2K 1.3K 108
                                    

Sudah empat tahun berlalu semenjak kematian Lilia. Tidak seperti hangat-hangatnya saat dulu, banyak orang tidak percaya akan kematian Lilia yang disebabkan penyakit. Mereka yakin ada hal lain yang sengaja disembunyikan. Namun, semua sudah meredam termakan oleh waktu. Enam tahun bukanlah masa yang sebentar. Kini, rakyat dan petinggi lebih berfokus pada sang Putra Mahkota tercinta.

Naff Altair.

Anak itu tumbuh dengan sehat dan berkembang pesat walau diusia yang baru menginjak enam tahun. Naff sudah bisa berjalan dan melakukan banyak hal. Tentu saja ia juga sudah bisa bicara dan terkadang membuat sebagian besar orang gemas dan kagum karena cara bicaranya. Naff merupakan anak yang sangat aktif dan ceria. Dari segi paras, Naff benar-benar mewarisi seratus persen dari pahatan wajah sang Ayah. Rakyat begitu mencintai Pangeran Naff. Terbukti setiap ulang tahunnya, rakyat akan berbondong-bondong mengirim hadiah dan mendoakan Naff. Bahkan hari ulang tahun Naff diperingati sebagai Hari Diadochos yang berarti kelahiran Putra Mahkota.

"Ibu, adik itu apa?"

Thanasa dan Delano tertawa kecil. Setiap perkataan yang Naff lontarkan, mampu membuat mereka geleng-geleng kepala. Sesekali, omongan Naff juga seperti orang dewasa. Tak ada yang menampik bagaimana kehadiran Naff justru bikin Thanasa dan Delano tambah mesra.

Saat ini mereka bertiga sedang menonton pertunjukkan seni tari pedang yang baru saja dimulai.

Tersenyum, Thanasa mengelus kepala Naff. Anak itu duduk diantara dirinya dan Delano. "Adik artinya saudara mu yang lebih muda. Jika Ibu mempunyai anak lagi, maka ia adalah adikmu."

Naff mendongak pada Thanasa dengan antusias. "Lalu apa aku akan mempunyai adik? Aku ingin punya adik."

Mengacak rambut Naff, Delano mendekatkan wajah pada lelaki versi mininya itu. "Apa kau sangat ingin mempunyai adik?"

Naff mengangguk senang. "Aku ingin punya banyak adik." Naff menyatukan hidungnya dengan hidung Delano. "Aku mau sepuluh adik."

Lagi-lagi Delano dan Thanasa tertawa. "Baiklah, kami akan memberimu banyak adik." Delano mengerling nakal pada Thanasa. "Kau siap dengan prosesnya?"

Reflek saja tangan Thanasa menepuk kepala si suami. "Hentikan pikiran mesum mu."

"Ibu, mesum itu apa?" Seketika raut wajah Thanasa memerah akibat pertanyaan Naff. Delano tertawa melihat ekspresi itu.

"Mesum artinya kasih sayang Ayah pada Ibu." Senang sekali mengerjai Thanasa seperti ini. Lihatlah wajah putih yang semakin merah itu karena menahan malu.

"Hentikanlah. Jangan bicara yang tidak-tidak didepan anakku."

Delano semakin tertawa. Cuaca hari ini tampak lebih cerah dua kali lipat. Entalah, lelaki itu sangat bahagia. Layaknya sebuah keluarga, mereka tampak harmonis menikmati peragaan tarian.

***

"Sebentar lagi akan memasuki musim gugur. Aku berencana mengajakmu dan Naff berlibur ke tempat Dilan."

Udara dimalam hari terasa dingin. Apalagi Delano dan Thanasa berada dekat jendela yang memudahkan angin berhembus masuk. Thanasa mengelus kedua lengannya untuk mencari kehangatan.

"Sudah lama kita tidak kesana. Kurasa Naff akan sangat senang karena bisa bermain dengan Maxime." Membuang nafas pelan. "Apa kita harus memberi Naff adik? Dia tidak mempunyai teman selain Hazel. Itupun jika Hazel ada di Altair terus. Aku tidak ingin Naff kesepian tidak punya teman."

Menaruh kepala diatas bahu Thanasa, Delano melingkarkan tangan diperut si gadis. Ia ikut memandangi perawakan kota Altair dibawah sana yang diramaikan dengan penerangan kediaman rakyatnya.

MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang