"Kenapa?"
"Aku ingin menduduki tahta kerajaan. Ayah terlalu sayang kepada mu, dimasa depan kau pasti akan dipilih menjadi penerusnya. Kau tau? Rumor tentang dirimu yang pembangkang dan keras kepala dibicarakan oleh semua rakyat kita. Apa yang akan terjadi jika Ayah memilih mu sebagai pewaris? Dengan sifat mu itu, kerajaan kita bisa diserang kapan saja. Kau seseorang yang terlalu gegabah. Jika kau menjadi Ratu nanti, kau bisa membahayakan semuanya. Apa kau pernah membayangkan bagaimana jika kerajaan kita suatu saat dijajah? Apa yang bisa kau lakukan? Kau bahkan tidak bisa melindungi dirimu sendiri."
Thanasa membuka mata perlahan. Jiwa raganya seakan sudah terlepas, dia tidak bisa merasakan apapun lagi. Bahkan sekedar untuk menangis saja ia enggan.
"Hanya demi sebuah singgasana dengan teganya kau membunuh Ayah. Anak seperti apa dirimu?! Jika kau ingin menjadi Raja, aku bisa memberikannya kepada mu tanpa harus membunuh Ayah!!"
Menatap Tristan dengan sejuta makna, lalu bibir ranum itu tersenyum tipis "Kau menjijikkan."
"Aku yang membunuh Lucian, Tristan hanya menjadi alat untuk mempermudah jalan ku."
Semua orang yang ada di ruangan menoleh kearah sumber suara yang tak lain adalah Raja Delano Altair. "Tidak ada yang tau kalau Lucian terbunuh di tangan kami, aku akan menutupinya dengan menikahi mu."
Memuakkan.
Dasar manusia tidak berguna. Melakukan apa saja demi mencapai tujuan mereka. Tidak peduli itu saudara atau teman, asal puas mereka senang.
"Aku tidak akan pernah menerimanya."
"Siapa yang memberi mu pilihan untuk terima atau tidak? Disini perkataan ku adalah perintah dan mutlak. Kau hanya bisa mematuhinya. Dan tidak ada penolakkan."
Thanasa sudah tidak tahan. Gesit, tanpa aba-aba benda tajam diarahkannya kepada Delano saat ia mencabutnya dari sarung pedang Alord tadi.
"Brengsek!"
Cairan berwarna merah menetes membasahi lantai. Tidak menghindar sama sekali, Delano menangkap hunusan pedang dari Thanasa. Tangan kekar tersebut diketahui tersayat dengan luka yang lumayan lebar. Alord hendak melawan atas kekurangan ajar dari Thanasa, tapi Delano memberi pria itu atensi untuk tidak ikut campur.
Delano senang melihat aksi garang dari Thanasa, ah dia menikmatinya. Gadis itu terlihat lebih cantik seperti ini, apalagi ia dengan berani mencoba menebasinya dengan pedang.
"Aku lebih baik bunuh diri daripada harus menikahi pria brengsek seperti mu."
"Apa kau tidak ingin balas dendam untuk kematian Lucian?" Satu perkataan Delano berhasil membungkam Thanasa. Jika dia mati, para pengkhianat itu akan lebih girang. Tidak, hal seperti ini tidak boleh ia lakukan. Bagi Thanasa, ia hanya boleh mati jika berhasil membunuh Delano. Menikahi pria itu tentu saja membuatnya mendapat banyak peluang. Dia akan balas dendam untuk kematian sang Ayah.
Balas dendam.
***
Mentari telah membumbung tinggi di angkasa. Udara hangat berhembus membawa harum tanah dan rerumputan.
Sebuah tandu berwarna cokelat emas tampak dipikul oleh empat orang pengawal bertubuh besar melewati daerah perbukitan. Kanopinya ditutupi tirai kain. Rombongan orang dari kerajaan Altair, tengah mengiringinya dengan berbaris disepanjang jalan setapak padang rumput berbukit itu. Kebanyakan berjalan kaki, hanya beberapa yang menunggang kuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓
FantasyRAJA KU MUSUH KU "Jangan berharap lebih pada ku. Aku menjadikan mu permaisuri ku, karena aku ingin menyiksa mu lebih leluasa." "Perintah ku adalah mutlak. Melanggar, tidak akan ada ampunan." "Aku tidak suka berbagi. Jika kau berani menatap pria lain...