29. Manis

16.5K 1.2K 32
                                    

Sequel dari MY KING MY ENEMY lagi saya garap. Kemungkinan bakalan ada 2 sequel, tapi liat nanti aja. Sesuai mood saya biasanya haha.

"Jadi kali ini kita akan pergi berdua saja kan tanpa Lilia?" Tanya Thanasa antusias sembari memandang Delano yang hendak menuju gerbang Altair.

"Hanya berdua."

Delano berencana pergi ke Wilayah Grey untuk menjenguk Dilan dan Grace yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Sebagai satu-satunya wali dari pihak lelaki, maka ia diwajibkan hadir untuk ikut mengurus persiapan.

Dibanding menaiki kuda, kali ini Delano lebih memilih naik tandu berduaan dengan Thanasa. Ya, sebenarnya ini adalah permintaan Thanasa. Gadis itu menjadi manja semenjak ada Lilia. Seperti tidak mau pisah dari sang suami sedikitpun.

"Aku tidak yakin Grace akan menerima ku dengan baik disana."

Melirik lembut, Delano melengkungkan bibir. Saat ini gadis disebelahnya memilih memandangi hamparan padi.

"Grace gadis yang baik. Ketika marah dia akan mengeluarkan kalimat yang menyakitkan, tapi setelah beberapa lama dia tidak akan marah lagi." Tangan kanan Thanasa ditangkup, Delano mengelusnya pelan. Berusaha menjauhkan pikiran buruk sang Istri.

"Ternyata kau sangat mengenalnya." Menggerakan kepala kesamping, Thanasa menatap lurus safir kelam milik Raja Altair.

Sangat memikat. Dilihat dari sisi manapun, wajah Delano sangat kharismatik, tegas dan tampan. Thanasa bersyukur memiliki suami seperti Delano. Andai saja mereka tidak dipertemukan lewat pertumpahan darah. Mungkin akan lebih baik.

Mendekatkan hidung, mata Delano seketika terpejam.

"Jangan cemburu pada Grace, dia sahabatku sejak kecil. Aku tidak mungkin bersamanya. Adikku pasti akan membunuhku."

Thanasa tertawa kecil dengan lelucon garing pria didepannya.

Tanpa aba-aba lagi, bibir ranum itu dilumat dan tanpa sadar kedua sejoli tersebut menghabiskan waktu mereka yang sempat lama renggang.

***

"Putri, apakah Putri tidak ingin makan? Nanti hidangannya bisa dingin."

"Aku tidak lapar, Vi."

Sejak pagi, Lilia duduk termenung memikirkan banyak hal.

Sedih.

Ternyata tak seorangpun yang menginginkan kehadirannya. Walau begitu, ia tetap semangat dan berbuat baik kepada siapapun. Termasuk orang-orang yang sering menyiksanya saat berada di Koxira.

Ah, kalau mengingat kejadian itu kembali, seakan-akan Lilia ingin mati saja.

Dunia begitu kejam.

***

"Selamat datang, Raja Delano."

"Tidak perlu sungkan Raja Grey. Dari dulu, kita memang seperti keluarga."

"Hahaha. Kau benar, apalagi Dilan sebentar lagi akan menikahi Grace. Pasti akan semakin membuat Kerajaan kita kuat dan tidak ada Kerajaan lain yang berani mengutik."

Sembari melangkahkan kaki, Grey menuntun Delano duduk pada tempat yang telah disediakan. Sedangkan pria paruh baya itu sekarang telah menduduki singgasana kebanggaannya.

"Kau tahu, aku hanya punya seorang Putri. Aku ingin menjadikan Dilan sebagai Raja Kerajaan ku. Setelah ku pikir-pikir, sudah waktunya untuk ku menikmati hidup dan terlepas dari beban seorang Raja."

"Terima kasih jika kau mempercayakan Dilan untuk memimpin Kerajaan mu."

"Hahaha tentu saja. Ku akui Dilan sangatlah pemberani dan berkompeten. Dia juga sering ikut medan perang dan menjadi pemegang kendali yang sangat hebat. Aku sangat bangga kepadanya."

Para pria sedang membahas masalah politik dan Kerajaan. Sedangkan Thanasa ia bersama Grace dalam satu kamar. Entah sejak kapan mereka tampak dekat.

"Kau tahu, sentuhan Delano begitu memabukkan. Dia bahkan tidak bisa berpaling dariku. Aku akan memberitahu mu beberapa nasihat saat berhubungan dengan Dilan nanti."

Semburat merah muncul dikedua pipi Grace, sungguh ia malu membahas hal ini dengan Thanasa. Terlebih lagi sebelumnya mereka tidak terlalu akrab.

Ya, kalau dipikir-pikir agak menggelikan. Padahal jelas-jelas Grace sangat tidak suka dengan kehadiran Thanasa saat gadis itu menginjakkan kakinya disini. Tapi karena ulah Dilan, mereka dipaksa bertemu dalam satu kamar.

Awalnya hanya hening yang terciprat dalam ruangan itu. Tapi karena karakter Thanasa yang tidak suka kebisuan, ia memberanikan diri untuk membuka suara dan berbicara pada Grace. Dimulai dari menanyakan kabar, permintaan maaf lalu berakhir dengan membahas 'hubungan ranjang'.

"Jadi apa yang kau siapkan sebelum melakukan itu?" Tanya Grace ragu. Dalam hal begini, gadis itu begitu polos seperti anak kecil. Selama ini bisa dibilang ia dan Dilan hanya melakukan sentuhan bibir. Tidak lebih dari itu. Memikirkan bagaimana malam pertamanya dengan Dilan nanti, membuat ia gugup dan malu.

"Aku biasanya mandi air susu dan dicampur air mawar. Itu akan membantu meningkatkan gairah. Sebenarnya aku juga tidak terlalu paham tadinya. Ada pelayanku di Istana yang memberi tahu. Kau harus coba berkonsultasi dengannya nanti. Namanya Xenya."

Yang diajak bicara hanya manggut-manggut mengerti dan tersenyum kecil.

***

"Jadi kau sudah akrab dengan Grace?"

"Hm, bisa dibilang begitu. Dia tidak terlalu buruk."

Mengabaikan buku, Delano bangkit dari tempat duduk dan segera memeluk Thanasa dari belakang. Tepat berada didepan cermin rias, Thanasa dapat melihat bagaimana ekspresi Delano saat ini. Pria tersebut menghirup dalam-dalam ceruk leher Thanasa hingga memberi sensasi aneh disana. Tak lupa Delano yang memejamkan mata sampai membuat Thanasa tak berkutik. Demi apapun, menurut Thanasa, saat ini Delano sangat tampan.

"Kau sangat wangi."

Bibir ranum itu tertarik keatas. Membalas perlakuan Delano dengan mengelus kepalanya.

"Ya, tentu saja. Aku seorang Ratu Altair. Jika sampai bau, takutnya akan mencoreng nama mu."

Kini, Delano beralih pada pantulan dirinya bersama Thanasa didepan kaca.

Tidak terlalu lama, tangan kekar miliknya langsung dilepas. Menggantikan dagu yang kini bertumpu diatas kepala Thanasa.

"Tidurlah sudah malam. Aku masih ada beberapa urusan yang harus dibicarakan dengan Grey."

Tersenyum, Thanasa mengangguk patuh.

Setelah Delano menarik diri dan berdiri tegak, Thanasa juga ikut bangkit.

Menjijitkan kaki keatas, ia mengecup pelan bibir sang suami.

Jika saja tidak ada masalah kesehatan yang berhubungan dengan rahim Thanasa, pastinya Delano sudah melahap Thanasa. Niat tersebut harus di urung. Delano menahan diri untuk tidak berbuat jauh.

Karena bagi Delano, Thanasa lebih penting daripada hasratnya.

***

To be continue

MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang